Claim Missing Document
Check
Articles

Found 39 Documents
Search

ASPEK BAHASA SEBAGAI PEMBEDA ANTARA KEMU'JIZATAN AL-QUR’AN DAN BUKTI-BUKTI KEBENARANNYA Baihaqi, Yusuf
LiNGUA: Jurnal Ilmu Bahasa dan Sastra Vol 5, No 1 (2010): LiNGUA
Publisher : Laboratorium Informasi & Publikasi Fakultas Humaniora UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (540.375 KB) | DOI: 10.18860/ling.v5i1.611

Abstract

There is ambiguity in identifying the aspects of al-Qur’an miracles, that is caused by no clear difference in understanding the aspects of al-Qur’an miracles and the justification. To understand those two aspects, the aspect that makes al-Qur’an as a holy script that have miracles and the aspect that justify that al-Qur’an is from Allah swt, there is an important step so that we will not be entrapped in the ambiguity. In addition, there is a difference among the ulama (Islamic scholars) in formulating the aspects of miracle in al-Qur’an. This is a difference emerging at the early generation of Islamic development. Along the history, the difference is more and more varied. Language aspect is the only aspect that makes al -Qur’an as a holy script having miracle. While the content of al -Qur’an such as the news of ghaib, law completeness, and Allah’s miracle spread in the universe has no relationship with the challenge implied to the miracle, instead the miracle in the content of al-Qur’an as part of the proof justifying that al-Qur’an is from Allah swt.
Dimensi Politik dalam Kisah Al Qur’an Yusuf Baihaqi
Studia Quranika Vol 3, No 2 (2019)
Publisher : Universitas Darussalam Gontor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21111/studiquran.v3i2.2593

Abstract

There are many dimension in the content of the Qur’an. One of those dimention is the political dimension. The existence of verses that explicitly explain how the relationship of the leaders and their people, direct interaction of prophets and the roler of the era, strengthen relationship of Islam and politics that can’t be separated. This research focus on a discussion about the political dimension in the verses of Qur’an and the real form of political dimension from the the content of in the holy Qur’an. This research is based on the theory that the holy Qur’an was revealed as a direction for human one of the example is the fugure of prophet Muhammad as an ideal figure of leader who grouded egalitasion values among the people he led. While the figureof the Pharoh (Fir’aun) is real occurience of the dictatorship of a leader. As prophet Sulayman as exemplified his firm attitude of being a leader.
Moderasi Hukum Keluarga dalam Perspektif Al Qur’an Yusuf Baihaqi
istinbath Vol 16 No 2 (2017): Desember
Publisher : Universitas Islam Negeri Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (369.394 KB) | DOI: 10.20414/ijhi.v16i2.10

Abstract

Abstrak Moderasi merupakan karakter yang dimiliki oleh Islam, karena dengan karakter ajarannya yang bersifat moderat, Islam terlihat sebagai agama yang sarat dengan nilai-nilai kebaikan dan kebijakan. Moderasi Islam mencakup moderasi tempat, moderasi zaman, moderasi aqidah, moderasi ibadah dan moderasi akhlak. Ajaran Islam yang berkarakter moderat juga terlihat jelas dalam hukum keluarga: Praktek poligami dalam Al Qur’an merupakan praktek moderat diantara praktek monogami dan praktek pernikahan tanpa batas. Pembagian harta waris dalam Al Qur’an merupakan pembagian moderat diantara praktek diskriminasi yang tidak memberikan hak waris terhadap kaum wanita dan praktek kesetaraan yang berupaya untuk menyamakan hak wanita dengan hak pria. Sebagaimana ajaran seputar pembayaran dan kepemilikan mahar dalam Al Qur’an juga merupakan ajaran moderat diantara praktek eksploitasi yang menguntungkan para wali dan praktek komersialisasi yang merugikan calon suami. Abstract Moderation constitutes one important character of Islamic teachings and principles. This principle enables Islam to be a moderate religion that promotes virtues and goods. This principle includes moderation of place, time, theology, worship and human character. This article argues that such moderation applies in the Islamic family law. It brings up three examples of Islamic family law that reveal this principle: polygamy, inheritance and dower. Polygamy is understood as a middle way between monogamy and unlimited number of wives. Faraild (Islamic law of inheritance) also promotes a moderate division of inheritance between sons and daughters. It mediates tension between neglecting daughter’s right of estate division and equating their division equally with sons despite their different obligations and roles. Another example is concerned with the payment of dower (mahr). It is seen as the best and moderate solution between two extreme poles: exploitation of the bride on the hand of their guardian on the one hand and the commercialization of marriage that charge the groom.
Moderasi Dakwah Prophetic dalam Perspektif al-Qur’ân Yusuf Baihaqi
Jurnal Bimas Islam Vol. 11 No. 1 (2018): Jurnal Bimas Islam 2018
Publisher : Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37302/jbi.v11i1.51

Abstract

Moderation is an innate character that cannot be separated from Islamic teachings. Because of these moderation values, Islam is expected to be the best people among other people. Moderation of Islam covers all aspects of human life. In the world of da'wah, history records that the massive spread of Islam, both in the Arabian Peninsula and outside the Arabian Peninsula, was not due to coercion or warfare, but because of moderate da'wah, especially as exemplified by the Prophet Muhammad in his preaching and followed by his followers from the Moslem scholars of Ahl al-Sunnah Wa al-Jamâah. The formulation of moderate prophetic da'wah is realized, among others, by being a blessing to the community he advocates, promoting Akhlâq Karîmah and respecting diversity in preaching. Moderasi merupakan karakterik bawaan yang tidak bisa dilepaskan dari ajaran Islam. Karena nilai-nilai moderasi inilah, Islam diharapkan menjadi umat terbaik diantara umat-umat yang lain. Moderasi Islam mencakup segenap aspek kehidupan manusia. Dalam dunia dakwah, sejarah mencatat bahwasannya masifnya penyebaran Islam, baik di jazirah Arab maupun di luar jazirah Arab, bukanlah disebabkan karena faktor pemaksaan atau peperangan, melainkan karena dakwah moderat, khususnya yang dicontohkan oleh nabi Muhammad saw dalam dakwah beliau, dan diikuti oleh para pengikutnya dari kalangan ulama Ahl al-Sunnah Wa al-Jamâ`ah. Formulasi dakwah prophetic yang moderat terwujud diantaranya dengan menjadi rahmat bagi komunitas yang didakwahinya, mengedepankan Akhlâq Karîmah dan menghargai keberagaman dalam berdakwah
Potret Kemajemukan Masyarakat Madinah pada Jaman Rasulullah Yusuf Baihaqi
Jurnal Pendidikan UNIGA Vol 11, No 2 (2017): Jurnal Pendidikan UNIGA
Publisher : Fakultas Pendidikan Islam dan Keguruan Universitas Garut

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52434/jp.v11i2.205

Abstract

Madinah pra kedatangan Rasulullah saw merupakan sebuah kota yang penuh dengan sisi negatif. Pasca kedatangan Rasulullah saw, sisi negatif yang melekat pada kota Madinah berubah menjadi positif. Persatuan merupakan kunci bagi kejayaan dan kesuksesan sebuah masyarakat yang heterogen. Saling menghormati dan membantu diantara masyarakat yang heterogen, akan melahirkan keuntungan dan menjauhkan kerugian bagi semua komponen dalam masyarakat yang heterogen tersebut, sebaliknya pengkhianatan dan pengingkaran atas sebuah kesepakatan dalam sebuah masyarakat yang heterogen, merupakan pintu masuk bagi tersingkirnya komunitas yang melakukan pengkhianatan dan pengingkaran tersebut. Kata kunci: Madinah, Heterogen, al-Qur’an
DIMENSI SAINS DALAM KISAH AL-QUR'AN DAN RELEVANSINYA DENGAN KEAKURATAN PEMILIHAN KATA Yusuf Baihaqi
Aqlam: Journal of Islam and Plurality Vol 3, No 2 (2018)
Publisher : IAIN Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (396.148 KB) | DOI: 10.30984/ajip.v3i2.725

Abstract

Abstract. Although Al-Qur'an constitutes the book of guidance, it contains many verses related to modern sciences. Advanced scientific development in this modern century makes efforts to connect Al-Qur'an with sciences a must. The relationship between Al-Qur'an and sciences can be seen from some verses related to stories. This is examplified by, for example, the use of the word al-Malik not Fir`awn for the Egypt ruler in the reign of Prophet Josep. Al-Qur'an also uses the word female ant for the leader of ant group that encountered Solomon and its troop. Finally, Al-Qur'an also uses term “three darknesses” in the womb to refer to three stages an infant passed through before its born.Keywords: Al-Qur'an, Story, SciencesAbstrak. Al-Qur'an walaupun diturunkan sebagai kitab suci pemberi petunjuk, akan tetapi termuat dalam kandungannya banyak pembahasan seputar sains. Perkembangan sains di abad modern ini yang sangat pesat, dan keberadaan ayat Al-Qur'an yang sangat banyak yang dapat dikaitkan dengan sains, menjadikan upaya untuk mengaitkan Al-Qur'an dengan sains sebuah keniscayaan. Keterkaitan antara Al-Qur'an dengan sains pun terlihat pada pembahasan ayat-ayat kisah. Bahkan keberadaan sejumlah kata kunci dalam redaksi ayat kisah menguatkan keterkaitan antara Al-Qur'an dan sains, seperti: penyebutan kata “al-Malik” bukan “Fir`aun” untuk menunjukkan penguasa negeri Mesir di era nabi Yusuf as, penyebutan “Semut Betina” bagi pemimpin gerombolan semut yang berpapasan dengan nabi Sulaiman as dan bala tentaranya, dan bahwasannya ada “tiga kegelapan” yang dilalui dan yang meliputi janin prakelahirannya.Kata Kunci: Al-Qur'an, Kisah, Sains
Solusi Efektif Pencegahan Hawa Nafsu Pada Kisah Nabi Yusuf dalam Al-Qur'an Rahmat Ibnuansyah; Yusuf Baihaqi; Bukhori Abdul Shomad
Ta'lim Vol 4, No 2 (2022): Learning Methods, Psychology, and Management
Publisher : Universitas Muhammadiyah Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36269/ta'lim.v4i2.881

Abstract

Perkembangan zaman dari masa ke masa semakin bertambah pesat, pola kehidupan masyarakat juga semakin berkembang dengan pesatnya. Permasalahan-permasalahan yang timbul dari pola perkembangan kehidupan masyarakat semakin banyak dan salah satunya terkait permasalahan hawa nafsu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah penafsiran mufassir tentang hawa nafsu dan solusi efektif pencegahan hawa nafsu pada kisah nabi Yusuf dalam Al-Qur’an. Penulis memilih pembahasan ini karena permasalahan-permasalahan yang timbul dari pola perkembangan kehidupan masyarakat semakin banyak dan salah satunya terkait permasalahan hawa nafsu. Banyak masyarakat yang kurang memahami hawa nafsu, sehingga banyak yang terjerumus dalam hal-hal yang menyangkut hawa nafsu. Kurangnya pemahaman dan ilmu terhadap ayat-ayat Al-Qur’an dan Sunnah yang berkaitan hawa nafsu, menyebabkan manusia di kuasai oleh hawa nafsunya yang semakin liar dan sulit di kendalikan.Penelitian ini bersifat kualitatif yaitu, menguraikan pembahasan dan hasil penelitian atau penulisan berbentuk deskripsi pembelajaran antara tentang hawa nafsu dan solusi efektif pencegahan hawa nafsu pada kisah nabi Yusuf dalam Al-Qur’an sehingga menjadi gambaran yang utuh. Hasil dari penelitian ini ialah, Pertama penafsiran mufassir tentang hawa nafsu yang ada pada kisah nabi Yusuf AS. yaitu: senantiasa  menyuruh kepada kejahatan, condong kepada syahwat dan mengajak kepada kesenangan hawa nafsu. Keduasolusi efektif dalam mengatasi hawa nafsu yang bisa kita teladani dari kisah nabi Yusuf AS. yaitu dengan memegang teguh ketaqwaan. Dengan ketaqwaan inilah nabi Yusuf AS.  bisa menghadapi berbagai macam cobaan dan godaan hawa nafsu yang mengajak kepada kejahatan.
Analisis Kepemimpinan Yusuf AS Menurut Al-Qurtubi dan Hamka Sigit Budiyanto; Abdul Malik Ghozali; Yusuf Baihaqi
TAFAHUS: JURNAL PENGKAJIAN ISLAM Vol. 1 No. 2 (2021)
Publisher : Kopertais Wilayah XV Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (302.695 KB) | DOI: 10.58573/tafahus.v1i2.11

Abstract

Kondisi kepemimpinan di masa modern ini telah tergambar dalam media sosial yang bersumber dari lembaga terpercaya yang menunjukkan kondisi sebagian pejabat yang tidak lagi beretika karena jauh dari apa yang diteladankan Nabi Saw dan generasi terbaik dari umatnya karena fitnah harta dan wanita. Al-Qur'an hadir dengan membawa aḥsan al-qaṣaṣ sebagai solusi terbaik dalam konsep kepemimpinannya. Kisah kepemimpinan Yusuf As dan kondisi masyarakat saat ini menjadi objek penelitian, maka tujuan penelitian ini untuk mengungkap konsep kepemimpinan Yusuf dalam membangun nilai-nilai etika menduduki jabatan yang terkandung dalam surah Yūsuf As dengan metode penelitian tafsīr, jenis penelitian library research dan metode penafsiran ayat menggunakan metode tematik. Pengumpulan data merujuk kitab tafsīr al-Jāmiʻ li 'ahkām al-Qur'ān dan kitab tafsīr al-Azhār. Metode analisa data menggunakan metode interpretasi dan analisis komparatif. Temuan dalam penelitian ini bahwa pemimpin yang ideal dihasilkan dari nilai-nilai etika yang dibangun dari periode persiapan, periode meminta dan periode menjabat yang saling berkaitan erat, dan pemimpin yang ideal tidak dapat dihasilkan hanya dengan satu periode saja. 3 periode besar tersebut tersusun dari 5 tahapan usia yang dimulai usia 1-12 tahun, usia 12-18, usia 18-35, usia 35-40≥, dan usia 35-40≥.
Pemaknaan Bumi Berbicara Menurut Mufasir Klasik dan Modern Rizqiya Irfana; Abdul Malik Ghazali; Yusuf Baihaqi
Refleksi Vol 21, No 2 (2022): Refleksi
Publisher : Faculty of Ushuluddin Syarif Hidayatullah State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/ref.v21i2.31359

Abstract

In the development of Quran interpretation, the approach of science has been used, which is considered the most contemporary approach to understanding verses related to the universe. Among the paradigm shifts in the interpretation of the Quran caused by the use of a scientific approach, is the emergence of an understanding of verses that were originally associated with a certain time, such as the impending apocalypse, then changed that in fact the verse is not an explanation of the events of the doomsday, such as the change in understanding of verse 4 in sura al-Zalzalah which states that at the time of the earthquake, the earth speaks to man. This article is a results of the research on the tafsir al-Jāmi’ li Ahkām al-Qur’ān by imam al-Qurṭubī and Kitab Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan) compiled by the Ministry of Religion of the Republic of Indonesia by qualitative methods. This article concludes that classical and modern exegetes have similarities in interpreting the earth speak. The equation is that when the earth is shaken it releases its burden in the form of rocks and other objects. After examining these objects, they can provide information about human actions that have occurred at certain times. The Geologists can also get information about when the earthquake occurred at a certain time from the records found on rocks and coral reefs. 
Pemaknaan Bumi Berbicara Menurut Mufasir Klasik dan Modern Rizqiya Irfana; Abdul Malik Ghazali; Yusuf Baihaqi
Refleksi Vol 22, No 1 (2023): Refleksi
Publisher : Faculty of Ushuluddin Syarif Hidayatullah State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/ref.v21i2.31359

Abstract

In the development of Quran interpretation, the approach of science has been used, which is considered the most contemporary approach to understanding verses related to the universe. Among the paradigm shifts in the interpretation of the Quran caused by the use of a scientific approach, is the emergence of an understanding of verses that were originally associated with a certain time, such as the impending apocalypse, then changed that in fact the verse is not an explanation of the events of the doomsday, such as the change in understanding of verse 4 in sura al-Zalzalah which states that at the time of the earthquake, the earth speaks to man. This article is a results of the research on the tafsir al-Jāmi’ li Ahkām al-Qur’ān by imam al-Qurṭubī and Kitab Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan) compiled by the Ministry of Religion of the Republic of Indonesia by qualitative methods. This article concludes that classical and modern exegetes have similarities in interpreting the earth speak. The equation is that when the earth is shaken it releases its burden in the form of rocks and other objects. After examining these objects, they can provide information about human actions that have occurred at certain times. The Geologists can also get information about when the earthquake occurred at a certain time from the records found on rocks and coral reefs.