Claim Missing Document
Check
Articles

Found 38 Documents
Search

HAK SUBSTANTIF MASYARAKAT ATAS UDARA BERSIH DAN BEBAS POLUSI ASAP AKIBAT KEBAKARAN HUTAN Susy Fatena Rostiyanti; Vany Lucas; Fanny Rafaldini; Agus Satory
Bina Hukum Lingkungan Vol 7, No 2 (2023): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24970/bhl.v7i2.340

Abstract

ABSTRAKKementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat kebakaran hutan di Sumatera seluas 235 ribu hektar rata-rata pertahunnya selama periode 2014-2019. Penyebab utama kebakaran adalah tindakan manusia baik sengaja maupun tidak yang memberikan dampak buruk bagi kesehatan masyarakat akibat terpajan polusi asap. Gangguan kesehatan tersebut menimbulkan risiko bagi sekitar 19 juta masyarakat provinsi Sumatera Selatan, Riau dan Jambi dengan kebakaran hutan terbesar. Masyarakat memiliki hak substantif atas lingkungan hidup yang sehat yang dijamin dalam Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia sebagai hak konstitusional. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menetapkan hal yang sama dalam kaitannya dengan kualitas lingkungan. Permasalahan kebakaran hutan yang telah melanggar hak substantif masyarakat atas lingkungan hidup yang sehat diangkat dalam penelitian ini agar diperoleh kebijakan yang tepat dan berasaskan keadilan lingkungan Metode penelitian yuridis normatif deskriptif digunakan untuk menjawab permasalahan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perundang-undangan telah menetapkan hak substantif masyarakat atas lingkungan hidup yang sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia. Namun, perkara yang timbul terkait kebakaran hutan sering kali tidak menyinggung persoalan yang paling mendasar yaitu hak substantif atas kualitas hidup masyarakat. Penelitian ini menawarkan sebuah kerangka kebijakan yang diadopsi dari prinsip keadilan lingkungan. Elemen kerangka kebijakan yang ditawarkan mencakup: kesamaan hak untuk dilindungi; perlunya adopsi model pencegahan dan pentingnya pengalihan beban pembuktian kepada pihak yang bertanggung jawab atas kebakaran hutan. Ketiga elemen ini menjadi kunci tanggung jawab negara dalam menjaga keadilan bagi setiap masyarakat.Kata kunci: hak substantif; kebakaran hutan; dampak kesehatan; kerangka kebijakan.ABSTRACTThe Ministry of Environment and Forestry recorded forest fires in Sumatra covering an average area of 235 thousand hectares per year during the 2014-2019 period. Human behavior, whether intended or not, is the primary cause of fires, and exposure to haze pollution has a detrimental effect on public health. The provinces of South Sumatra, Riau, and Jambi, which have the worst forest fires, are home to about 19 million people who are at risk for this health issue. As a substantive right, Article 9 Paragraph (3) of Law Number 39 of 1999 Concerning Human Rights guarantees the community's right to a good and healthy environment. Law Number 41 of 1999 about Forestry and Law Number 32 of 2009 concerned Environmental Protection and Management both make the same environmental quality provisions. The problem of forest fires that have violated the community's substantive rights to a healthy environment is raised in this study in order to obtain appropriate policies based on environmental justice. The problem is addressed using a descriptive normative juridical research methodology. The study's findings demonstrate that the law has deemed the community's substantive right to a healthy environment as the component of human rights. However, cases related to forest fires often do not address the most basic issue of the substantive right to the quality of life of the community. This study proposes a framework for policy based on environmental justice concepts. The policy framework proposed includes elements such as the necessity to defend equal rights, the adoption of a preventative strategy, and the significance of transferring the burden of proof to those responsible to forest fires. The state's obligation to uphold justice in community rests on these elements.Keywords: substantive rights; forest fires; health impact; policy framework.
Trading in Influence (Perdagangan Pengaruh) Dalam Tindak Pidana Korupsi Muhammad Munjin Sulaeman; Oteu Herdiansyah; Sofwan Ansori; Agus Satory
Reslaj : Religion Education Social Laa Roiba Journal Vol 5 No 6 (2023): Reslaj: Religion Education Social Laa Roiba Journal
Publisher : LPPM Institut Nasional Laa Roiba Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (839.133 KB) | DOI: 10.47467/reslaj.v5i6.3379

Abstract

In corruption cases it was found that in substance a crime of trading in influence had occurred, but because the act of trading in influence had not been criminalized into the Corruption Crime Act, so these cases were often processed using the Articles of Bribery and Articles of Gratification because incidentally the perpetrators were state administrators, even though the act of trading influence that is mostly carried out by political figures, both carried out by administrators and those who are not state administrators, has a major influence on government officials. Cases of trade influence in Indonesia have actually occurred many times and for a long time with different modes. However, there is no explicit regulation of influence trading so far. This legal vacuum makes law enforcers doubt which article should be charged. Identification of the problem of legal writing (thesis), that is, what is meant by the crime of trading in influence (Influence of Trading)?, what is the criminal responsibility for the cost of ratifying Article 18 of the United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) concerning Trading Influence or the influence of trade associated with the Law Law Number 20 of 2001 Amendments to Law Number 31 of 1999 concerning the Eradication of Corruption Crimes?, and how is the analysis of trading in the elements of Trading In Influence reviewed in the Irman Gusman case decision Number: 112/PID.SUS/TPK/2016/PN .JKT .PST?. This research method is a normative type with the nature of an analytical descriptive research. The data collection method was carried out through library research and field research, data processing was carried out using qualitative methods. Based on the cases that have occurred, law enforcers often use the bribery article for matters of influence trading, such as in the case of Irman Gusman in the writing of this law. In this case, Irman was said to be trading in influence, but because the influence of trade did not yet have a terminology in the Corruption Crime Act, the case was subject to an article on bribery. Therefore the authors provide suggestions, namely the need for a comprehensive academic study related to industrial influence in corruption crimes, so that later conclusions can be drawn whether or not influence trading rules are needed to be included in the Corruption Crime Act. Keyword : Trading Influence, Corruption Crime Act.
Eksistensi Perkembangan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) Dalam Perspektif Hukum Positif di Indonesia Nico Tri Saputra; Hendro Yudha Siswako; Moon Jeehoon; Agus Satory
Lentera: Multidisciplinary Studies Vol. 1 No. 2 (2023): Lentera: Multidisciplinary Studies
Publisher : Publikasiku

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dunia usaha saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Dalam menjalankan Makalah ini ingin menjelaskan eksistensi AMDAL serta fungsi AMDAL sebagai instrumen pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan. Bahwa pembangunan harus direncanakan secara matang sehingga dapat memberikan prediksi kepada masyarakat dan pemerintah mengenai dampak besar dan penting yang terjadi kedepannya setelah usaha, kegiatan dan pembangunan tersebut dijalankan. Pada akhirnya proses pembangunan yang berdasarkan AMDAL benar-benar harus memikirkan keberlangsungan hidup generasi sekarang dan generasi yang akan datang. Tentu ini harus sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Dalam penulisan hukum ini penulis mempergunakan metode penelitian yang bersifat Normatif artinya bahwa pembahasan dilakukan dengan cara menyajikan dan menjelaskan dan menerangkan data secara lengkap, terperinci, dan sistematis.
Periodisasi Sejarah Hukum Adat Fariz M. Sulthan; Alex Maxer Pattipeilohy; Hana Ratlian Okviany; Agus Satory
Advances In Social Humanities Research Vol. 2 No. 2 (2024): Advances in Social Humanities Research
Publisher : Sahabat Publikasi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46799/adv.v2i2.186

Abstract

Customary law is a form of law that still exists in the lives of traditional law communities in Indonesia. The existence of customary law as a form of law whose existence is recognized in the life and legal culture of Indonesian society is stated in the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. Based on the background of the problem, the problem formulation is: 1) what is the periodization of the history of customary law in Indonesia? and 2) what are the benefits of studying customary law? This research uses normative juridical research methods that are qualitative in nature. The data source used is a secondary data source, while the data collection method in researching research objects is library data obtained through library research. The results of this research provide an illustration that the periodization of customary law in Indonesia consists of the Ancient era, up to around 500, the Kingdom era (from 500 to 1600), the period of influence of Islam and other religions, the Dutch East Indies period, and the period after independence. . The benefits of studying customary law are that customary law is a form of Indonesian legal culture, the position and role of customary law in national development, and customary law as a means of social control.
Dampak Penyederhanaan Perizinan Lingkungan yang diatur oleh Undang-Undang No 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Terhadap Lingkungan Hidup Masyarakat Serta Pelaku Usaha Ricky Yuniardi; Yoyok Suharyanto; Agus Satory
Al-Adl : Jurnal Hukum Vol 16, No 1 (2024)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31602/al-adl.v16i1.9988

Abstract

Sebagai hukum administrasi dengan sifatnya yang instrumental, maka fungsi yang menonjol dalam hukum lingkungan administratif adalah bersifat preventif berupa pencegahan terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan. Dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) disebutkan bahwa Pasal 13 ayat 1 Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup. Sejak diterbitkannya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020, ruang lingkup dalam perizinan lingkungan sangatlah berbeda misalnya saja berdasarkan ketentuan lama, izin lingkungan terpisah dari Perizinan Berusaha, maka apabila ada pelanggaran dan dikenakan sanksi pencabutan izin, yang dicabut hanya izin lingkungan, izin usah tetap jalan.  Namun, di UU Cipta Kerja, izin lingkungan terintegrasi dengan perizinan berusaha, apabila ada pelanggaran dan dikenakan sanksi pencabutan izin, yang dicabut sekaligus Perizinan Berusaha. Hal ini sangatlah berdampak bagi masyarakat juga para pelaku usaha dibidang yang keterkaitan dengan perizinan lingkungan.
Perlindungan Hukum Pemegang Saham Minoritas Perseroan Terbatas Tertutup dan Keadilan Berdasar Pancasila Mustaqim Mustaqim; Agus Satory
SASI Vol 25, No 2 (2019): Volume 25 Nomor 2, Juli - Desember 2019
Publisher : Faculty of Law, Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47268/sasi.v25i2.222

Abstract

Legal protection for the majority shareholders is sufficiently guaranteed, especially through the mechanism of the RUPS, but this is not the case for minority shareholders, thus creating an injustice problem for minority shareholders. The purpose of this study is to uncover and find out legal protection for minority shareholders in a limited liability company based on Pancasila justice. This research is normative juridical so it uses secondary data with the law approach and qualitative data analysis. The results showed that the General Meeting of Shareholders did not reflect legal protection for minority shareholders, because in every decision making through the General Meeting of Shareholders and various other decisions based on the attendance quorum about the majority of votes present at the General Meeting of Shareholders. Such matter is detrimental to the interests of minority shareholders because without the presence of minority shareholders, a General Meeting of Shareholders can be held, while minority shareholders also have the same rights and obligations and responsibilities. The majority of shareholders hold a large and full control over the company, resulting in minority shareholders, there is no guarantee to get justice based on Pancasila justice. Therefore, the General Meeting of Shareholders must be held if attended by all shareholders with voting rights present or represented. If this is not the case, the results of the General Meeting of Shareholders may be canceled.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA RUMAH TANGGA PEREMPUAN KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DI INDONESIA Alfies Sihombing; Yeni Nuraeni; Agus Satory
PALAR (Pakuan Law review) Vol 8, No 3 (2022): Volume 8, Nomor 3 Juli-September 2022
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33751/palar.v8i3.5972

Abstract

ABSTRAKTujuan Penelitian ini ialah untuk memberikan penjelasan bahwa kekerasan terhadap pekerja rumah tangga merupakan suatu kejahatan. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini yaitu, pertama, bagaimanakah kebijakan formulasi perlindungan hukum terhadap pekerja rumah tangga perempuan korban tindak pidana kekerasan di Indonesia, dan kedua bagaimanakah kebijakan implementasi perlindungan hukum terhadap pekerja rumah tangga perempuan korban tindak pidana di Indonesia. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis sosiologis. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa dalam kebijakan formulasi perlindungan hukum terhadap pekerja rumah tangga perempuan korban tindak pidana kekerasan sudah ada ketentuan hukumnya namun bersifat terbatas, seperti misalnya KUHP yang apabila terjadi suatu tindak pidana maka pelaku diancam dengan ketentuan yang diatur dalam KUHP. Namun apabila melihat dari ketentuan UU Ketenagakerjaan tidak ada satu pasalpun yang memberikan perlindungan terhadap  pembantu rumah tangga, meskipun Indonesia telah memiliki juga Permenaker, namun ketentuan tersebut tidak dapat dijadikan payung hukumnya sehingga pengawasan dan penindakan sebagaimana apa yang dicita-citakan yakni tercapainya keadilan .dalam tataran implementasinya bahwa meskipun telah ada perda namun ketentuan tersebut tidak berlaku secara nasional. Dengan adanya regulasi yang jelas maka akan mampu menekan angka tindak pidana kekerasan yang dialami oleh PRT. Maka perlu dilakukannya reformasi hukum melalui pembaharuan hukum di bidang perlindungan hukum terhadap pekerja rumah tangga perempuan di Indonesia. Kata Kunci: Perlindungan hukum, pekerja rumah tangga, kekerasan ABSTRACTThe purpose of this study is to provide an explanation that violence against domestic workers is a crime. Based on the foregoing, the objectives of this research are, first, how is the formulation policy of legal protection for female domestic workers victims of criminal acts of violence in Indonesia, and secondly how is the policy for implementing legal protection for female domestic workers victims of criminal acts in Indonesia? . The approach method used in this research is sociological juridical. Based on the results of the study, it shows that in the formulation policy of legal protection for female domestic workers victims of violent crimes, there are legal provisions but they are limited, such as the Criminal Code which if a crime occurs, the perpetrator is threatened with the provisions stipulated in the Criminal Code. However, if you look at the provisions of the Manpower Law, there is not a single article that provides protection for domestic helpers, even though Indonesia already has a Permenaker, but this provision cannot be used as a legal umbrella so that supervision and action are as intended, namely the achievement of justice at the level of the implementation is that although there is a regional regulation, the provision does not apply nationally. With clear regulations, it will be able to reduce the number of violent crimes experienced by domestic workers. So it is necessary to carry out legal reform through legal reform in the field of legal protection for female domestic workers in Indonesia. Keywords: Legal protection, domestic workers, violence 
HAK SUBSTANTIF MASYARAKAT ATAS UDARA BERSIH DAN BEBAS POLUSI ASAP AKIBAT KEBAKARAN HUTAN Susy Fatena Rostiyanti; Vany Lucas; Fanny Rafaldini; Agus Satory
Bina Hukum Lingkungan Vol. 7 No. 2 (2023): Bina Hukum Lingkungan, Volume 7, Nomor 2, Februari 2023
Publisher : Asosiasi Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat kebakaran hutan di Sumatera seluas 235 ribu hektar rata-rata pertahunnya selama periode 2014-2019. Penyebab utama kebakaran adalah tindakan manusia baik sengaja maupun tidak yang memberikan dampak buruk bagi kesehatan masyarakat akibat terpajan polusi asap. Gangguan kesehatan tersebut menimbulkan risiko bagi sekitar 19 juta masyarakat provinsi Sumatera Selatan, Riau dan Jambi dengan kebakaran hutan terbesar. Masyarakat memiliki hak substantif atas lingkungan hidup yang sehat yang dijamin dalam Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia sebagai hak konstitusional. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menetapkan hal yang sama dalam kaitannya dengan kualitas lingkungan. Permasalahan kebakaran hutan yang telah melanggar hak substantif masyarakat atas lingkungan hidup yang sehat diangkat dalam penelitian ini agar diperoleh kebijakan yang tepat dan berasaskan keadilan lingkungan. Metode penelitian yuridis normatif deskriptif digunakan untuk menjawab permasalahan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perundang-undangan telah menetapkan hak substantif masyarakat atas lingkungan hidup yang sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia. Namun, perkara yang timbul terkait kebakaran hutan sering kali tidak menyinggung persoalan yang paling mendasar yaitu hak substantif atas kualitas hidup masyarakat. Penelitian ini menawarkan sebuah kerangka kebijakan yang diadopsi dari prinsip keadilan lingkungan. Elemen kerangka kebijakan yang ditawarkan mencakup: kesamaan hak untuk dilindungi; perlunya adopsi model pencegahan dan pentingnya pengalihan beban pembuktian kepada pihak yang bertanggung jawab atas kebakaran hutan. Ketiga elemen ini menjadi kunci tanggung jawab negara dalam menjaga keadilan bagi setiap masyarakat.
Pelaksanaan Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia Ahmad Yazdi; Erlinawati Erlinawati; Erni Supenawati; M. Tahsin Roy; Selamat Pitriadi; Tri Monica; Agus Satory
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 8 No. 1 (2024): April 2024
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jptam.v8i1.13269

Abstract

Indonesia mempunyai peraturan hukum berupa peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan yang baik mempunyai landasan atau landasan hukum. Jika masyarakat taat terhadap hukum, maka negara wajib menjamin rasa aman bagi warganya. Penulisan ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Metode penelitian yuridis normatif mengkaji bahan dokumen hukum sebagai data “sekunder”. Kejelasan tujuan, kelembagaan yang tepat, kesesuaian antar jenis, hierarki, dan materi muatan, serta asas, dapat menjadi pedoman dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Ketaatan masyarakat terhadap hukum dipengaruhi oleh kejelasan, keadilan, dan transparansi dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Dengan kesadaran dan ketaatan terhadap hukum, bertujuan untuk memperbaiki kehidupan kita.
PERBANDINGAN HUKUM MERGER DAN AKUISISI DI INDONESIA DENGAN NEGARA-NEGARA ASEAN Lisdyanto; llisdyanto; Agus Satory
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 2 No. 12 (2024): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi Desember
Publisher : PT. Media Akademik Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62281/48gvds92

Abstract

Penelitian ini menganalisis dan membandingkan regulasi merger dan akuisisi (M&A) di Indonesia dengan negara-negara ASEAN lainnya, dengan fokus pada sektor telekomunikasi. Pendekatan yang digunakan adalah normatif, komparatif, dan studi kasus, dengan menyoroti merger XL Axiata dengan Axis Telekom Indonesia pada 2014 dan akuisisi terbaru PT Linknet Tbk oleh XL Axiata pada 2023. Hasil penelitian menunjukkan bahwa regulasi M&A di Indonesia, yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli, memberikan kerangka hukum yang cukup komprehensif. Namun, pelaksanaannya menghadapi tantangan, termasuk kurangnya transparansi, perlindungan pemegang saham minoritas yang belum optimal, dan kapasitas regulator yang terbatas. Dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, seperti Singapura yang lebih fleksibel dan Malaysia yang ketat dalam melindungi pemegang saham minoritas, regulasi di Indonesia dianggap lebih kompleks dan administratif. Penelitian ini juga mengidentifikasi dampak signifikan M&A terhadap pasar telekomunikasi, seperti peningkatan kapasitas layanan, efisiensi operasional, serta perubahan dinamika persaingan pasar. Rekomendasi yang diajukan meliputi peningkatan transparansi, penguatan kapasitas dan kolaborasi regulator, serta penyederhanaan proses regulasi untuk menciptakan iklim investasi yang kompetitif dan berkelanjutan. Studi ini diharapkan memberikan kontribusi bagi akademisi, praktisi hukum, dan pembuat kebijakan dalam memahami tantangan dan peluang M&A di Indonesia dan kawasan ASEAN, guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang sehat.