Claim Missing Document
Check
Articles

Analisis Linguistik atas Relevansi Każib dalam Al-Qur’an dengan Prank di Media Sosial Sa’dina, Ahmad Midrar; Yunus, Badruzzaman M.; Taufiq, Wildan
Mashadiruna Jurnal Ilmu Al-Qurân dan Tafsir Vol. 3 No. 2 (2024): Mashadiruna Jurnal Ilmu Al-Qurân dan Tafsir
Publisher : UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/mjiat.v3i2.35131

Abstract

Każib adalah salah satu kata yang sering diulang-ulang dalam Al-Qur’an. Pengulangan kata każib dibagi menjadi derivasi dari dua belas każib dalam Al-Qur’an. Każib diletakkan sesuai dengan struktur kalimat dan  makna yang terkandung di dalamnya. Sehingga penempatan derivasi każib dalam al-Qur’an sesuai dengan konteks pembahasan di dalamnya. Pembahasannya cenderung pada ranah sosial dan kepercayaan. Oleh karena itu, menarik untuk menganalisisnya dengan menerapkan analisis terstruktur. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui derivasi każib dalam Al-Qur’an dan menjelaskan struktur yang terkandung dalam derivasi każib dalam Al-Qur’an dengan menggunakan komparasi analisis struktural-Linguistik Ferdinand de Saussure dan Analisis Linguistik Toshihiko Izutsu. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan dan menggunakan pendekatan komparasi linguistik struktural yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure dengan linguistik Toshihiko Izutsu yang terdiri dari 4 tahapan komparasi analisis yakni signifier -signified dan makna dasar, analisis  langue-parole dengan makna relasional, sinkronik-diakronik dan sintagmatik-paradigmatik dengan Weltanschauung. Analisis data menggunakan model tematik yang melalui tahapan sebagai berikut: 1) mengumpulkan dan mengklasifikasikan data primer berupa ayat-ayat Al-Qur’an yang mengandung turunan każib, 2) memfokuskan pada data yang layak untuk dianalisis, 3) menyajikan hasil penelitian. Data berupa deskripsi naratif pendek. Hasil penelitian ini bahwa prank yang kerap terjadi di media sosial merupakan gambaran struktur każib yang telah lama dideskripsikan al-Quran melalui ayat-ayatnya. Egosentris dan penyamarataan jokes dengan dibungkus oleh asumsi viral menggeser nilai-nilai humanis sebagai manusia  bermartabat yang saling menghormati. Hal ini mengindikasikan jika al-Qur’an terus dipelajari dan dipahami maka akan meningkatkan kualitas imam manusia bahwa al-Qur’an hadir sebagai petunjuk bagi umat manusia dan  shahih fi kulli zaman wa makan.
Maqasidi Interpretation of Maysir Verses: Ethics and Regulation of Lootbox Video Games Fauzi, Muhammad Iqbal; Yunus, Badruzzaman M.
Mashadiruna Jurnal Ilmu Al-Qurân dan Tafsir Vol. 4 No. 1 (2025): Mashadiruna Jurnal Ilmu Al-Qurân dan Tafsir
Publisher : UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/mjiat.v4i1.38111

Abstract

This paper discusses the interpretation of maqasidi on maysir verses and their relevance to the ethics and regulation of Lootbox video games. The methodology used in this study is the Descriptive Analysis method of Literature Study. Based on quotes from Islamic primary sources and pre-Islamic Arabic poetry, contextualization and reconstruction of betting practices in that period are carried out. Assets, people, and instruments used during gambling are determined, such as: ğuzūr, aysār, qidāḥ, rabāba, ĥurda, raqīb and the like. Propositions are explained by playing tens, twenty-eight and other types of gambling. The significance of maysir is shown, which is the basis for the stance of contemporary Islamic jurists on the (un)acceptability of current forms of games and entertainment. Understanding the path of gambling at that time helps to standardize modern gambling practices appropriately. The results of this study are that we can say that the Lootbox video game platform or system is a financial tool comparable to gambling, or more precisely, disguised gambling. This is because transactions on the Lootbox video game platform comply with the four criteria of gambling that have been established by scholars: there is a bettor, an asset at stake, a winner and a loser, and the winner has the right to the loser's asset.
Makna Ikhlas dalam Tafsir Fakhruddin Ar-Razi dan Ibn Kaṡīr Gunawan, Iwan Caca; M. Yunus, Badruzzaman; Zulaiha, Eni
Mashadiruna Jurnal Ilmu Al-Qurân dan Tafsir Vol. 3 No. 3 (2024): Mashadiruna Jurnal Ilmu Al-Qurân dan Tafsir
Publisher : UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/mjiat.v3i3.38465

Abstract

Konsep ikhlas merupakan nilai fundamental dalam Islam yang telah diinterpretasikan secara mendalam oleh para mufassir, seperti Fakhruddin Ar-Razi dan Ibn Kaṡīr, yang memberikan kontribusi penting dalam memperkaya pemahaman tentang makna dan implementasi ikhlas dalam tradisi tafsir Al-Qur'an. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan membandingkan makna ikhlas dalam tafsir Fakhruddin Ar-Razi dan Ibn Kaṡīr, serta menganalisis implikasi penafsiran mereka terhadap pemahaman kontemporer tentang konsep ikhlas. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis komparatif untuk membandingkan interpretasi konsep ikhlas antara Fakhruddin Ar-Razi dan Ibn Kaṡīr. Data yang digunakan berasal dari studi literatur yang mencakup karya-karya tafsir kedua mufassir, serta penelitian-penelitian sebelumnya yang relevan. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa Ar-Razi dan Ibn Kaṡīr sepakat bahwa ikhlas adalah kunci utama dalam pengabdian murni kepada Allah, namun mereka menekankan aspek yang berbeda dalam tafsir mereka. Ar-Razi melihat ikhlas sebagai manifestasi tauhid sejati yang melindungi dari godaan, sementara Ibn Kaṡīr menekankan pemurnian niat dalam ibadah hanya untuk Allah tanpa perantara; Penafsiran makna ikhlas dalam Al-Qur'an oleh Fakhruddin Ar-Razi dan Ibn Kaṡīr sama-sama menekankan pentingnya ketulusan hati dan kemurnian niat dalam beribadah kepada Allah, namun Ar-Razi lebih fokus pada aspek teologis dan filosofis, sedangkan Ibn Kaṡīr menyoroti implementasi praktis dan syariat dalam kehidupan sehari-hari; Konsep ikhlas memiliki dampak mendalam dalam kehidupan modern dengan menekankan kemurnian niat kepada Allah, hal ini bisa membantu mengatasi godaan materialisme dan tekanan sosial, serta mendorong dedikasi, integritas, dan hubungan yang tulus dalam konteks profesional dan sosial.
Wahbah al-Zuhaili's interpretation of the Qur'anic Verses that hint at nepotism in al-Tafsir al-Munir fi al-'Aqida wa al-Shari'ah wa al-Manhaj Basyiruddin, Muhammad Hafizh; Yunus, Badruzzaman M.
Mashadiruna Jurnal Ilmu Al-Qurân dan Tafsir Vol. 4 No. 2 (2025): Mashadiruna Jurnal Ilmu Al-Qurân dan Tafsir
Publisher : UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/mjiat.v4i2.49060

Abstract

This research discusses how Wahbah al-Zuhaili interprets verses that hint at nepotism in Al-Tafsir al-Munir fi al-'Aqida wa al-Syari'ah wa al-Manhaj. The verses discussed in this research are based on terms that are the principle of nepotism in the Qur'an such as al-Khiyanah, al-Ghill, Syafa'ah sayyi'ah, ittiba' al-Hawa, and ja'l wazir min Ahl. This research uses a qualitative method with a literature study approach to conceptually examine various matters related to nepotism from the perspective of the Qur'an. Therefore, this research is a type of qualitative and thematic research through literature review, namely by writing, reducing, presenting data, and analyzing it. The purpose of this research is to find out how the interpretation of Wahbah al-Zuhaili in Al-Tafsir al-Munir fi al-'Aqidah wa al-Syari'ah wa al-Manhaj regarding verses that hint at nepotism. The results of this research show that Wahbah al-Zuhaili views nepotism proportionally by distinguishing between negative and positive. Negative nepotism occurs if the position is given only because of proximity, without regard to qualifications, so it includes betrayal, ghulul, and intercessory sayyi'ah, ittiba' al-Hawa, and ja'l wazir min Ahl. On the other hand, nepotism is allowed if it is based on competence, honesty, good intentions, and does not violate the Sharia. Harun's appointment by Musa is an example of legitimate nepotism because it is based on preaching motivation and qualifications. For al-Zuhaili, justice, qualification, and intention are the main yardsticks in evaluating nepotism.
Co-Authors Abdul Rohman Ahmad Fuad Ahmad Izzan, Ahmad Ahmad Jalaludin Rumi Durachman Ahmad, Khadher Arifin, Syarah Sofiah Asep Muhyiddin, Asep Asep Mulyaden Asep Nursobah, Asep Asep Sufian Sya'roni Awadin, Adi Pratama Azni, Selly Rachmi Basyiruddin, Muhammad Hafizh Bustomi, Jenal Dadan Mardani Dadan Rusmana Deni Albar Fangesty, Maolidya Asri Siwi Fathurrohman, Asep Ahmad Fauzi, Muhammad Iqbal Fauziah, Debibik Nabilatul Fithria Khusno Amalia Ghinaurraihal Ghinaurraihal Gunawan, Iwan Caca Hafid, Moc Hamdan Taviqillaah, Muhamad Hanna Salsabila Haririe, Muhammad Ruhiyat Haura Alfiyah Nida Hezam, Motea Naji Dabwan Hikmah Maulani Ikhsan, Mocammad Ikhsan, Muhammad Jusuf Nur Imelda Helsyi Iqlima Nurul Ainun Ira Ryski Wahyuni Ismi Lutfi Rijalul Fikri Syukur Isop Syafe’i Izzah Faizah Siti Rusydati Khaerani Izzuddin Musthafa Lu’luatul Aisyiyyah M Solahudin Moch. Sya'ban Abdul Rozak Muhamad Yoga Firdaus Muhammad Rizaldi Syahputra Muhammad Yahya Muhammad Zainul Hilmi Muhlas Muhlas Muhyi, Asep Abdul Musthafa, Izzuddin Mutaqin, Ayi Zaenal Najihah, Bannan Naelin Nalahuddin Saleh Nida Husna Abdul Malik Novianti, Fitria Listi Nugraha, Sandi Qomaruzzaman, Bambang Ratih Rahmawati Ratminingtyas, Ratminingtyas Ridwan Setiawan Rohmanudin, Deden Rohmatulloh, Yasin Ruhendi, Ateng Rulia Rahmawati Sa’dina, Ahmad Midrar Saepurrohman, Aep Solihin, Muhtar Sonny Permana Sunarya, Yaya Susanti Vera Syahrul Gopar Sidik Syu’aib, Ibrahim Taufiq, Wildan Umillah, Hasya an Ummah, Wardatul Uwoh Abdullah Vera, Susanti Zulaiha, Eni