Claim Missing Document
Check
Articles

STUDI PERUMUSAN STRATEGI PENGELOLAAN EKOWISATA BAHARI KOTA MANADO DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0 BERDASARKAN ANALISIS SWOT Sarif Hidayat; Antonius P Rumengan; Suria Darwisito; Medy Ompi; Winda M Mingkid; Billy Th Wagey; Carolus P Paruntu
JURNAL PESISIR DAN LAUT TROPIS Vol. 7 No. 3 (2019): JURNAL PESISIR DAN LAUT TROPIS
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jplt.7.3.2019.24421

Abstract

The objective of this research was to formulate a strategy for managing maritime ecotourism in the era of industrial revolution 4.0 in the city of Manado. The study was conducted at the coastal areas of the mainland of Manado City and Bunaken Island for 3 months, February - May 2019. The research method was a survey with descriptive analysis and SWOT. The results of the study obtained 4 strategy formulations (key success factors) in the context of managing maritime ecotourism in the industrial revolution era 4.0 in the city of Manado, namely: 1) Increasing law enforcement in the field of marine ecotourism, waste management on land and sea, 2) Awareness of the community environmental hygiene both on land and sea, 3) Empowering biodiversity resources of coral reefs, seagrass beds and mangroves in the park for developing marine maritime ecotourism through digital applications, and 4) managing and developing resorts, coastal culinary attractions, points of diving spots, and tourism  ports. The results of the SWOT curve show the condition of marine ecotourism in the city of Manado in quadrant 2, namely a situation where the threat to the development of marine ecotourism is more dominant than opportunity, but there are strengths of tourism organizations that can be relied on. Stakeholders are expected to be able to improve performance so that quadrant 2 conditions change to quadrant 1, which is to support an aggressive strategy: a very good situation because of the power that is used to seize profitable opportunities. In the era of industrial revolution 4.0, every stakeholder in the maritime ecotourism industry in the city of Manado was supposed to change the management system towards digital-based by making applicationsKeywords: Bunaken island, revolution industry 4.0, Manado city, marine ecotourism, strategyTujuan penelitian adalah untuk merumuskan strategi pengelolaan ekowisata bahari di era revolusi industri 4.0 di Kota Manado.  Penelitian dilakukan di wilayah pesisir daratan Kota Manado dan Pulau Bunaken selama 3 bulan, Februari - Mei 2019. Metode penelitian adalah survei dengan analisis deskriptif dan SWOT. Hasil penelitian diperoleh 4 rumusan strategi (faktor-faktor kunci keberhasilan) dalam rangka pengelolaan ekowisata bahari era revolusi industri 4.0 di Kota Manado, yaitu: 1) Meningkatkan penegakan hukum di bidang ekowisata bahari, pengelolaan sampah di darat maupun laut, 2) Menyadarkan masyarakat tentang kebersihan lingkungan baik di daratan maupun lautan, 3) Memberdayakan sumber daya keanekaragaman hayati terumbu karang, padang lamun dan mangrove di kawasan TNB untuk pengembangan ekowisata bahari melalui aplikasi digital, dan 4) Mengelola dan mengembangkan resort, tempat-tempat wisata kuliner pantai, titik-titik penyelaman, dan pelabuhan pariwisata.  Hasil kurva SWOT memperlihatkan kondisi ekowisata bahari Kota Manado berada dalam kuadran 2, yaitu situasi dimana ancaman terhadap pengembangan ekowisata bahari lebih dominan dibandingkan peluang, namun ada kekuatan organisasi kepariwisataan yang dapat diandalkan. Pemangku kepentingan diharapkan dapat meningkatkan kinerja agar kondisi kuadran 2 berubah menjadi kuadran 1, yaitu mendukung strategi agresif: situasi yang sangat baik karena adanya kekuatan yang dimanfaatkan untuk meraih peluang yang menguntungkan.  Dalam era revolusi industri 4.0, maka setiap pemangku kepentingan industri ekowisata bahari di Kota Manado sudah seharusnya merubah sistem pengelolaan yang ada ke arah berbasis digital dengan cara membuat aplikasi pengelolaan ekowisata bahari.Kata Kunci: Ekowisata bahari, revolusi industri 4.0, Kota Manado, Pulau Bunaken, strategi
IKAN YANG BERUAYA DI DAERAH MANGROVE PANTAI TASIK RIA Otinus Lokbere; Farnis B Boneka; Chatrien A Sinyal; Billy Th Wagey; Medy Ompi; Rose OSE Mantiri
JURNAL PESISIR DAN LAUT TROPIS Vol. 7 No. 3 (2019): JURNAL PESISIR DAN LAUT TROPIS
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jplt.7.3.2019.24515

Abstract

This study is intended to find out the fish that are cultured into the mangrove area of Tasik Ria beach, Mokupa, Minahasa Regency. Fish is obtained through gill jarring at high tide. The fish that were identified were Archamia fucata, Lutjanus fulvus, Lutjanus eherenbergii, Lethrinus ornatus, Scolopsis lineate, Sargocentron diadema, Epinephelus merra and Scorpaenopsis oxycephala. The fish are generally carnivorous, and are nocturnal.Key words: Tasik Ria Beach, the fishes, carnivorous, mangroves
IDENTIFIKASI DAN HABITAT GURITA (CEPHALOPODA) DARI PERAIRAN SALIBABU, KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD Andika R Balansada; Medy Ompi; Frans Lumoindong
JURNAL PESISIR DAN LAUT TROPIS Vol. 7 No. 3 (2019): JURNAL PESISIR DAN LAUT TROPIS
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jplt.7.3.2019.24742

Abstract

The octopus in Manado language is called Boboca, while the local Talaud community is called Urrita. Octopus is used as food and bait. Information on octopus biology needs to be known as basic information in the management of octopus resources. This study aims to identify and provide information on octopus habitat in the waters of Salibabu. Collecting specimens using arrows (jubi). The morphology of the example octopus is identified as Octopus cyanea Gray, 1849. In the arms of the octopus there are white-colored spots. On the left and right side of the crown of the arm are two false eyes (ocellus). On the face of the ventral arm is a dark pole pattern above the pale or creamy base color. Characteristics of female morphomes generally have a larger size compared to males. Specimen habitats are found outside the nest at night and in the nest during the day time.Keywoeds: Octopus, Biology, Identify, Morphology, Morphometric, Habitat
Diversity of Coral Genus Scleractinia in Tidung Island Waters, Seribu Islands, DKI Jakarta Province Ekel, Jouvan Randy; Manembu, Indri Shelovita; Manengkey, Hermanto Wem Kling; Roeroe, Kakaskasen Andreas; Ompi, Medy; Sambali, Hariyani
Jurnal Ilmiah Platax Vol. 9 No. 2 (2021): ISSUE JULY-DECEMBER 2021
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jip.9.2.2021.34917

Abstract

Coral reefs are one of the most productive and diverse ecosystems on earth and provide ecosystem services. One of the islands of the Seribu Islands that has a coral reef ecosystem is Tidung Island. It is strategic and developing location makes this island used as a residential area, conservation area, and tourist destination. But the utilization has an impact on the damage of coral reefs through environmental and anthropogenic pressures. This study aims to determine coral diversity by identifying the coral genus Scleractinia and the factors that affect coral diversity. Observations were done on three different stations include 2 snorkeling areas and 1 natural area. The method used is LIT (Line Intercept Transect) and coral genus identification with Coral Finder Toolkit Indo Pacific 3.0. The results of identification obtained 16 coral genera namely genus Acropora, Montipora, Isopora, Favites, Leptastrea, Favia, Goniastrea, Montastrea, Platygyra, Echinopora, Porites, Pocillopora, Stylophora, Ctenactis, Pavona, dan Symphyllia, with the value of Diversity Index (H') in the waters of Tidung Island ranges from 0.94 – 2.34  in the category of low to moderate diversity. The parameters of water quality in Tidung Island, temperature, salinity, and acidity (pH) are relatively good for coral growth, but brightness is still relatively poor for coral growth. The impact of human activities such as snorkeling, ship anchors, fishing with destroyers, oil and waste pollution, and rock mining are factors that affect coral growth and diversity.Keywords: Coral Scleractinia; Limiting Factors; Coral Finder; Tidung IslandAbstrakTerumbu karang adalah salah satu ekosistem yang paling produktif dan beragam di bumi serta menyediakan jasa ekosistem. Salah satu pulau dari gugusan Kepulauan Seribu yang memiliki ekosistem terumbu karang yaitu Pulau Tidung. Letaknya yang strategis dan berkembang menjadikan pulau ini dimanfaatkan sebagai kawasan permukiman, daerah konservasi, dan kawasan tujuan wisata. Namun dari pemanfaatan tersebut memberikan dampak terhadap kerusakan pada terumbu karang melalui tekanan-tekanan lingkungan maupun antropogenik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman karang dengan mengidentifikasi genus karang Scleractinia dan faktor yang mempengaruhi keanekaragaman karang. Pengamatan di tiga stasiun berbeda yaitu di antaranya 2 kawasan wisata snorkeling, dan 1 kawasan yang masih alami. Metode yang digunakan yaitu LIT (Line Intercept Transect) dan identifikasi genus karang dengan Coral Finder Toolkit Indo Pasific 3.0. Hasil identifikasi didapatkan 16 genus karang yaitu genus Acropora, Montipora, Isopora, Favites, Leptastrea, Favia, Goniastrea, Montastrea, Platygyra, Echinopora, Porites, Pocillopora, Stylophora, Ctenactis, Pavona, dan Symphyllia, dengan nilai Indeks Keanekaragaman (H’) di perairan Pulau Tidung berkisar 0,94 – 2,34 berada pada kategori keanekaragaman rendah hingga sedang. Parameter kualitas perairan di Pulau Tidung, suhu, salinitas, dan derajat keasaman (pH) tergolong baik bagi pertumbuhan karang, namun kecerahan masih tergolong kurang baik bagi pertumbuhan karang. Dampak aktivitas manusia seperti snorkeling, jangkar kapal, penangkapan ikan dengan alat perusak, pencemaran minyak dan sampah, serta penambangan batu karang menjadi faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan keanekaragaman karang.
Morphological identification of crabs in the rocky coast of Manado Bay Rustikasari, Irna; Paransa, Darus S. J.; Kaligis, Erly Y.; Ompi, Medy; Pelle, Wilmy E.; Pratasik, Silvester B.
Jurnal Ilmiah Platax Vol. 9 No. 2 (2021): ISSUE JULY-DECEMBER 2021
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jip.9.2.2021.35200

Abstract

Coastal areas have a wealth of biological natural resources including marine life such as crustaceans. One of the marine organisms in the crustacean group is the crab. The purpose of this study was to identify the types of crabs that live in rocky coastal habitats through a morphological approach. To determine the morphology of crabs can be done by looking at the shape, color, and size. The results of this study found 3 types of crabs in two locations in the Manado Bay area including the crab is Grapsus albolineatus, Ozius truncatus, and Uca (Galasimus) tetragonon. Based on the results of the research above, morphological forms were found on the abdomen in the form of a tapered triangle which indicated that the crab was male and the abdomen was triangular with the female sex. The most common crabs found at the study site were female crabs.Keywords: Coastal Area; Crab; Morphology AbstrakWilayah pesisir memiliki kekayaan sumber daya alam hayati diantaranya biota laut seperti krustasea. Salah satu organisme laut dalam golongan krustasea adalah kepiting. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi jenis kepiting yang hidup di habitat pantai pesisir berbatu melalui pendekatan morfologi. Untuk mengetahui morfologi pada kepiting dapat dilakukan dengan melihat bentuk, warna serta ukuran. Hasil penelitian ini menemukan 3 jenis spesies kepiting pada dua lokasi yang berada di daerah Teluk Manado diantaranya kepiting Grapsus albolineatus Ozius truncatus dan Uca (Galasimus) tetragonon. Berdasarkan hasil penelitian diatas maka ditemukan bentuk morfologis pada bagian abdomen berbentuk segitiga meruncing yang menunjukkan bahwa kepiting tersebut berkelamin jantan dan abdomen berbentuk segitiga melebar merupakan kepiting dengan jenis kelamin betina. Kepiting yang paling banyak ditemukan pada lokasi penelitian adalah kepiting betina.  Kata Kunci: Wilayah Pesisir; Kepiting; Morfologi 
Community Structure of Gastropod in Bahowo Mangrove Ecotourism Area Handayani, Maymanah; Rangan, Jety K.; Lumingas, Lawrence J. L.; Manginsela, Fransine B.; Kepel, Rene C.; Ompi, Medy
Jurnal Ilmiah Platax Vol. 9 No. 2 (2021): ISSUE JULY-DECEMBER 2021
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jip.v9i2.35634

Abstract

This article describes the structure of the gastropod community in the Bahowo Mangrove Ecotourism Area, Manado. From 30 sample units (squared) analyzed, obtained 185 individual gastropods belonging to 27 species with an average density of 6.17 individuals/m2. The Shannon index value (H') is quite high at 3.038, the evenness index (E) is also high at 0.922, and the dominance index (D) is low at 0.078. This variation in gastropod community structure occurs between transects. In Transect 1 there are 15 species with an average density of 7.6 individuals/m2. The most dominant species in this transect was Tectus fenestratus with a density of 1.6 individuals/m2 and a relative abundance of 21.05%. In Transect 2 there are 7 species with an average density of 2.6 individuals/m2. The most dominant species in this transect was Angaria delphinus with a density of 0.6 individuals/m2 and a relative abundance of 23.08%. On Transect 3 there are 9 species with an average density of 8.3 individuals/m2. The most dominant species in this transect was Terebralia sulcata with a density of 2.7 individuals/m2 and a relative abundance of 32.53%. Compared to the other two transects, Transect 2 had lower individual abundance and density, but also the poorest species richness. In terms of biodiversity, Transect 1 is the highest. With a composition of 15 species, Transect 1 has a higher H' index value than in Transect 2 and Transect 3. Between Transect 2 and Transect 3 there is no significant difference in the Shannon index value. The three transects showed a low dominance index value and a relatively high evenness index value.Keywords: Gastropod; Community; Mangrove; Bahowo AbstrakArtikel ini menggambarkan struktur komunitas Gastropoda di Kawasan Ekowisata Mangrove Bahowo, Manado. Dari 30 unit sampel (kuadrat) yang dianalisis, diperoleh 185 individu gastropoda yang termasuk dalam 27 spesies dengan rata-rata kepadatan 6,17 individu/m2. Diperoleh nilai indeks Shannon (H’) cukup tinggi yakni 3,038, indeks kemerataan (E) juga tinggi yakni 0,922, dan indeks dominansi (D) yang rendah yakni 0,078. Variasi stuktur komunitas Gastropoda ini terjadi antar transek. Pada Transek 1 terdapat 15 spesies dengan kepadatan rata-rata 7,6 individu/m2. Spesies paling dominan di transek ini  adalah Tectus fenestratus dengan kepadatan 1,6 individu/m2 dan kelimpahan relatif 21,05%. Pada Transek 2 terdapat 7 spesies dengan kepadatan rata-rata 2,6 individu/m2. Spesies paling dominan di transek ini adalah Angaria delphinus dengan kepadatan 0,6 individu/m2 dan kelimpahan relatif 23,08%. Pada Transek 3 terdapat 9 spesies dengan kepadatan rata-rata 8,3 individu/m2. Spesies paling dominan di transek ini  adalah Terebralia sulcata dengan kepadatan 2,7 individu/m2 dan kelimpahan relatif 32,53% Dibandingkan dengan dua transek lainnya, Transek 2 memiliki kelimpahan dan kepadatan individu lebih rendah, tapi juga paling miskin kekayaan spesies. Dari segi keanekaagaman hayati, Transek 1 adalah yang tertinggi. dengan komposisi 15 spesies, Transek 1 memiliki nilai indeks H’ lebih tinggi dibandingkan dengan di Transek 2 dan di Transek 3. Antara Transek 2 dan Transek 3 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata nilai indeks Shannonnya. Pada ketiga transek menunjukkan nilai indeks dominansi yang rendah dan nilai indeks kemerataan yang relatif tinggi.Kata Kunci: Komunitas; Gastropoda; Mangrove; Bahowo
Rekruitment Tropical Box Mussels, Septifer Bilocularis In Tiwoho Coastal Area Palit, Deyti A.; Boneka, Farnis B.; Kaligis, Early Y.; Rimper, Joice R. T. S. L; Lumenta, Cyska; Ompi, Medy
Jurnal Ilmiah Platax Vol. 9 No. 2 (2021): ISSUE JULY-DECEMBER 2021
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jip.v9i2.35726

Abstract

The purpose of this study was to determine 1) the types of substrates on which Septiver attached, and 2) the number of tropical boxes mussel recruits at different size aggregation. The meter was placed on one side of the mussel aggregation, and it was pulled up to the other side through the middle of the mussel aggregation.  There were two different sizes of aggregation, namely small aggregation with a diameter of 5-25 cm, and large aggregation with a diameter > 1 meter. Aggregation samples were carried out by placing a core with a diameter of 10 cm in the center of the small mussel aggregation, then at the edge and the middle position of the large aggregation. All aggregation in the core was removed and inserted into the labeled sample plastic. The sampling was applied 4 times on different mussel aggregations, as replication. The results show that young mussels (recruiters) are attached to algae stems, mussel byssus, and dead hard coral. The number of mussel recruits was square-root transformed to obtain homogeneity data, before being tested using One-Way Analysis of Variance.  The results showed that the recruitment of Septifer was influenced by the size of the aggregation (P<0.05, 1-way ANOVA). The average recruitment of Septiver in the middle position has a higher number of recruits than to the edge position (SNK test, P < 0.05), as well as the average recruitment in the middle position was higher than to the small aggregations (SNK-Test, P < 0.05). However, no recruits differ among edge position of large aggregation and small aggregation occurs (SNK test, P > 0.05).  Discussion of different factors affecting attachment occurs.Keywords: box mussel; Septifer; recruit; aggregation; larva; TiwohoAbstrakTujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui 1) jenis-jenis substrat yang menjadi tempat menempel kerang mudah Septiver, dan 2) jumlah rekruit kerang kotak tropis pada ukuran aggregasi kerang yang berbeda. Pengukuran ukuran aggregasi kerang dilakukan dengan meletakkan meteran pada salah satu sisi aggregasi kerang, selanjutnya meteran ditarik sampai ke sisi yang lain melewati bagian tengah aggregasi kerang.  Ada 2 jenis ukuran aggregasi, yaitu aggregasi kecil dengan ukuran diameter aggregasi 5 – 25 cm, dan aggregasi besar, yaitu dengan ukuran diameter aggregasi kerang > 1 meter.   Pengukuran diameter aggregasi dilakukan  4 kali, masing-masing dengan aggregasi berbeda, sebagai ulangan.  Sampel aggregasi kerang dilakukan dengan meletakkan kor (‘cor’) dengan diameter 10 cm di bagian tengah pada aggregasi kerang kecil, posisi pinggir dan tengah aggregasi besar.  Sampel diambil juga sebanyak 4 kali (ulangan) pada masing aggregasi yang berbeda, sebagai ulangan. Kerang disortir dengan bantuan mikroskop, di mana kerang dengan ukuran < 3 mm adalah yang disebut sebagai rekruitmen, dipisahkan dari substrat yang menjadi tempat menempel, selanjutnya kerang diukur panjangnya dengan menggunakan mistar, dengan ketelitian 1 mm. Hasil penelitian teridentifikasi bahwa kerang muda menempel pada  substrat alga, rambut (byssus), dan substrat keras karang mati. Data jumlah rerkuit telah ditransform dengan menggunakan akar, sebelum diuji dengan Analisa Varians 1 Arah (One-Way ANOVA).  Hasil menunjukkan bahwa rekruit kerang Septifer adalah dipengaruhi oleh ukuran aggregasi (P<0.05, 1 Arah ANOVA).  Rata-rata rekruit kerang yang berada di posisi tengah memiliki jumlah rekruit yang lebih besar dibandingkan dengan rata-rata rekruit yang menempel pada posisi pinggir (Uji SNK, P < 0.05). Sama halnya dengan rata rekruit yang ada di posisi tengah aggregasi besar adalah lebih besar dibandingkan dengan jumlah rekruit dari aggregasi kecil (Uji-SNK, P < 0.05).  Hal yang berbeda, di mana tidak ada perbedaan rata-rata rekruit yang ada di posisi pinggir aggregasi besar dibandingkan dengan yang ada di aggregasi kecil (uji SNK, P>0.05). Faktor yang mempengaruhi penempelan dan rekruit dari agrregasi dengan ukuran berbeda didiskusikan.Kata kunci: Kerang Kotak; Septifer; recruit; aggregate; larva; Tiwoho
Coral Reef Conditions in Bahowo Waters Tongkaina, Sub District Bunaken, Manado North Sulawesi Podung, Thania Theresia; Roeroe, Kakaskasen A.; Paruntu, Carolus P.; Ompi, Medy; Schaduw, Joshian N. W.; Rondonuwu, Ari B.
Jurnal Ilmiah Platax Vol. 10 No. 1 (2022): ISSUE JANUARY-JUNE 2022
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jip.v10i1.37239

Abstract

Coral reefs are coastal ecosystems with the highest level of diversity with about one million species worldwide and are habitats for assemblages of millions of polyps that produce limestone to form their skeletons and develop into vast expanses of colonies. Corals are invertebrates belonging to the phylum Coelenterata (hollow animals) or Cnidaria. In order to preserve the coral reef ecosystem in the future in the Bahowo area, quantitative data is needed that can explain/describe the condition of coral reefs. The purpose of this study was to determine the condition of coral reefs, in this case, data on coral cover and associated biota in Bahowo waters. The data collection of this research used the UPT (Underwater Photo Transect) method. Analysis of the data in the form of research images using the CPCe (Coral Point Count with Excel extensions) application. The results of the analysis of the condition of coral reefs in Bahowo waters are in the damaged/bad category with live coral cover percentage data of 16.33%.Keywords: Live coral cover; Underwater photo transect (UPT); Coral reef condition; Bahowo watersAbstrakTerumbu karang merupakan ekosistem pesisir dengan tingkat keanekaragaman tertinggi dengan jumlah sekitar satu juta spesies di seluruh dunia dan merupakan habitat bagi kumpulan dari berjuta-juta hewan polip yang menghasilkan zat kapur membentuk skeletonnya dan berkembang menjadi hamparan koloni yang luas.  Karang adalah hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam filum Coelenterata (hewan berongga) atau Cnidaria.  Dalam rangka pelestarian ekosistem terumbu karang ke depan di daerah Bahowo, maka dibutuhkan data kuantitatif yang dapat menjelaskan/menggambarkan tentang kondisi terumbu karang.  Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi terumbu karang, dalam hal ini data tutupan karang dan biota asosiasi di perairan Bahowo.  Pengambilan data penelitian ini menggunakan metode UPT (Underwater Photo Transect).  Analisis data berupa gambar penelitian menggunakan aplikasi CPCe (Coral Point Count with Excel extensions).  Hasil analisa kondisi terumbu karang di perairan Bahowo masuk dalam kategori rusak/buruk dengan data presentase tutupan karang hidup sebesar 16,33%.Kata kunci: Tutupan karang hidup; Underwater photo transect (UPT); Kondisi terumbu karang; Perairan Bahowo
Gastropod Community Structure in Ecosystem Lamun Village Lihunu North Minahasa Regency North Sulawesi Province Manaida, Frendi; Lalita, Jans D.; Salaki, Meiske S.; Lumingas, Lawrence J. L.; Menajang, Febry S. I.; Ompi, Medy
Jurnal Ilmiah Platax Vol. 10 No. 1 (2022): ISSUE JANUARY-JUNE 2022
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jip.v10i1.38741

Abstract

The research was conducted in the seagrass ecosystem of Lihunu Village, East Likupang Subdistrict, North Minahasa Regency, and North Sulawesi Province.  The area is one of the coastal areas in North Sulawesi that lack information about gastropod resources. Therefore, the main reason for conducting research is to find out the presence of gastropods in the area.  The purpose of the study was to know the types of gastropods and to know the structure of communities through species density, relative density, diversity, and dominance. Sampling is done using the quadratic transect technique measuring 50 x 50 cm.  Quadrate used 50 cm x 50 cm, then converted to square meters to 0,25 m2. The density of the species is 4,80 Ind/m2.  The relative density value of the species with the highest percentage is in Euplica scripta Species with a value of 14,44% and the species with the lowest percentage value, namely Cymbiola vespertilio Species with a value of 0,56%.  Diversity index values in 3 transects fall under the high criteria. Transect 1 is H'= 5.30, transect 2 is H'= 4,18 and transect 3 is H' = 3,95. And the highest dominance value in Euplica scripta Species with a value of C = 0,48.  The water area of Lihunu Village of North Minahasa Regency has an average temperature of 30 ° C.  Salinity is obtained with an average of 30‰. The degree of acidity (pH) obtained is 8.Keywords: Gastropod; Community Structure; Lihunu.AbstrakPenelitian dilakukan di ekosistem lamun perairan Desa Lihunu, Kecamatan Likupang Timur, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara. Daerah tersebut menjadi salah satu daerah pesisir di Sulawesi Utara yang kekurangan informasi mengenai sumberdaya gastropoda. Oleh karena itu, yang menjadi alasan utama melakukan penelitian adalah untuk mengetahui keberadaan gastropoda di daerah tersebut. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui jenis-jenis gastropoda serta mengetahui struktur komunitas melalui: Kepadatan spesies, kepadatan relatif, keanekaragaman, dan dominansi. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik transek kuadrat berukuran 50 x 50 cm. Kuadrat yang dipakai 50 cm x 50 cm, kemudian dikonversikan ke meter persegi menjadi 0,25 m2. Nilai kepadatan spesies yaitu 4.80 Ind/m2. Nilai kepadatan relatif jenis dengan persentase tertinggi terdapat pada Spesies Euplica scripta dengan nilai 14.44% dan spesies dengan nilai persentase terendah yaitu Spesies Cymbiola vespertilio dengan nilai sebesar 0,56%. Nilai indeks keanekaragaman di 3 transek masuk dalam kriteria tinggi. Transek 1 yaitu H’= 5,30 ,pada transek 2 yaitu H’= 4,18 dan transek 3 yaitu H’ = 3,95. Dan nilai dominansi tertinggi pada Spesies Euplica scripta dengan nilai C = 0.48. Daerah perairan Desa Lihunu Kabupaten Minahasa Utara memiliki rata-rata suhu 30°C. Salintas yang diperoleh dengan rata-rata 30‰. Derajat keasaman (pH) yang diperoleh yaitu 8.Kata kunci :Gastropoda; Struktur Komunitas; Lihunu.
Polychaeta Communities in Subtidal Zone Soft Substrate of Manado Bay, North Sulawesi Lumingas, Aaron R. T.; Boneka, Farnis B.; Ompi, Medy; Mamangkey, Noldy G. F.; Manembu, Indri S.; Undap, Suzanne L.; Lumingas, Lawrence J. L.
Jurnal Ilmiah Platax Vol. 10 No. 1 (2022): ISSUE JANUARY-JUNE 2022
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jip.v10i1.39518

Abstract

This study aims to analyze the structure of the Polychaeta community on the soft substrate of the subtidal zone in Manado Bay. Samples were taken by grab at 3 stations namely ST1 located at a depth of 8 m with black mud substrate; ST2 is located at a depth of 26 m with blackish sand substrate, and ST3 are located at a depth of 18 m with blackish sand as a substrate. From the three sampling stations, 27 species of 253 Polychaeta individuals were identified. Station 1, which is located near the mouth of the Bailang River, has high individual abundance but low species diversity. Station 2, which is located near the Megamas area, has moderate individual abundance but high species richness. Station 3, which is located around the Faculty of Medicine, Unsrat Malalayang, has low individual abundance but high species richness. Substrate types and anthropogenic disturbances such as enrichment of organic matter are thought to be determinants of individual abundance, composition, and species richness of Polychaeta in Manado Bay.Keywords: Polychaeta; biodiversity; soft substrate; Manado BayAbstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur komunitas Polychaeta pada substrat lunak zona subtidal di Teluk Manado. Sampel diambil dengan grab pada 3 stasiun yakni ST1 terletak pada kedalaman 8 m dengan substrat lumpur berwarna hitam; ST2 terletak pada kedalaman 26 m dengan substrat pasir berwarna kehitaman; dan ST3 terletak pada kedalaman 18 m dengan substrat pasir berwarna kehitaman. Dari tiga stasiun sampling tersebut berhasil diidentifikasi 27 spesies dari 253 individu Polychaeta. Stasiun 1 yang terletak dekat muara Sungai Bailang memiliki kelimpahan individu tinggi tetapi keanekaragaman spesies rendah. Stasiun 2 yang terletak dekat kawasan Megamas memiliki kelimpahan individu sedang tetapi kekayaan spesies tinggi. Stasiun 3 yang terletak di sekitar pemukiman belakang Fakultas Kedokteran Unsrat Malalayang memiliki kelimpahan individu rendah tetapi kekayaan spesies tinggi. Jenis substrat dan gangguan antropogenik seperti pengayaan bahan organik diduga merupakan faktor penentu kelimpahan individu, komposisi dan kekayaan spesies Polychaeta di Teluk Manado. Kata Kunci: Polychaeta; keanekaragaman hayati; substrat lunak; Teluk Manado
Co-Authors Adnan S. Wantasen Alex D Kambey Andika R Balansada Angkouw, Esther D. Anna Rejeki Simbolon Antonius P Rumengan Antonius P. Rumengan Antonius Rumengan Ari B. Rondonuwu Azzahra Aulina Billy Th Wagey Billy Theodorus Wagey Boneka, Farnis B. Boneka Calvyn Calvyn Calvyn F. A. Sondak, Calvyn F. A. Calvyn, Calvyn Carolus P Paruntu Carolus Paulus Paruntu Chatrien A Sinyal Cyska Lumenta Dairivaldo, Kettang Legrant Darus S. Paransa Darwasito, Suria daud, fitran Diah Anggraini Wulandari Djamaaludin, Rignolda Ekel, Jouvan Randy Erly Y. Kaligis Erly Y. Kaligis, Erly Y. Ernawati Widyastuti Esry T. Opa F. A. Sondak Farnis B Boneka Farnis B. Boneka Farnis B. Boneka Fernando Gultom, Fernando Fontje Georis Judri Kaligis Frans Lumoindong Fransine B. Manginsela Ginting, Elvy Like Grevo S Gerung Gulo, Puji Eli Arnita Handayani, Maymanah Indri Manembu Jane M. Mamuaja Janny D. Kusen Jety K Rangan Joice R.T.S.L Rimper Joppy Mudeng Joshian N.W. Schaduw Kaligis, Early Y. Kaligis, Erly Yosef Kaligis, Georis Kasenda, Vildo Kaunang, Stella T. Kawung, Nickson Khristin I. F. Kondoy, Khristin I. F. Klaudio Mauli Kumampung, Deislie Roxmerie H. Kumentas, Veronicha Kurniati Kemer Lalita, Jans D. Lawrence J. L. Lumingas Lawrence J.L. Lumingas Lintang, Rosita A.J. Lumingas, Aaron R. T. Lumuindong, Frans Luturkey, Maureen Fenesya Mamangkey, Gustaf N. Mamangkey, Noldy G.F Mamangkey, Noldy Gustaf Frans Mamuaja, Jane M. Manaida, Frendi Manembu, Indri Shelovita Manembu Manengkey, Hermanto Wem Kling Mantiri, Desy M. H Menajang, Febry S. I. Natalie D Rumampuk Nego E Bataragoa Nickson J. Kawung, Nickson J. Nickson Kawung Ode Mantra, Syahrun Otinus Lokbere Palit, Deyti A. Pangkey, Henneke D. Pansing, Jenita Paransa, Darus Sa’adah Johanis Paringgi, Ezra Paulus, James Pelle, Wilmy E. Petrick Billy Podung, Thania Theresia Polan, Threis S. Pratasik, Silvester B. Pungus, Faldy Rampengan, Royke Rangan, Jety Rangan, Jety K. Rembet, Unstain Rene C. Kepel, Rene C. Rignolda Djamaludin Rimper, Abraham M. Rimper, Joice R. T. S. L Rimper, Joice Rinefi T.S.L Rizald Max Rompas, Rizald Max Roeroe, Kakaskasen Andreas Rose OSE Mantiri Royke M. Rampengan Ruddy D Moningkey Rumampuk, Natalie Detty C Rumengan, Antonius Petrus Rustikasari, Irna Salaki, Meiske S. Sambali, Hariyani Saragih, Hans S. R. P. Sarif Hidayat Sondak, F. A. Stella T. Kaunang Stenly Wullur Sumilat, Deiske Adeleine Suria Darwisito Susan M. Sumampouw Suzanne L Undap Tambunan, Rose Agustin Tilaar , Sandra Veibe Warouw Verisandria, Rio Winda M Mingkid