Ketika terjadi pemutusan hubungan perkawinan, maka timbul dampak hukum baru. Salah satu dampak hukum yang timbul adalah diharuskannya pembagian harta bersama. Harta bersama dalam perkawinan adalah harta benda yang diperoleh sepanjang perkawinan berlangsung, hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang berbunyi “harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama”. Pembagian harta bersama bagi warga Negara Indonesia yang beragama Islam dilakukan di Pengadilan Agama. Hal ini sebagaimana telah diatur dalam pasal 49 dan 50 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Pasal tersebut pada intinya menyatakan bahwa ketika terjadi sengketa hak milik antara orang-orang yang beragama Islam berkaitan dengan masalah perkawinan, wakaf, zakat, waris, wasiat, infaq, ekonomi syariah dan shadaqah, maka sengketa tersebut diputus oleh pengadilan agama. Pada Pelaksanaanya, penyelesaian pembagian harta bersama tersebut akan melalui tahapan-tahapan yang diatur oleh Hukum Acara Perdata. Tahapan inilah yang akan menjadi dasar majelis hakim untuk memberikan putusan terkait perkara yang diperiksanya.