Wayang is a traditional Indonesian performance art that continues to evolve in line with technological developments. In the digital era, wayang has undergone a media shift from the shadow screen (kelir) to digital screens. The YouTube channel Cak Rye Animasi (CRA) was the first to reinterpret wayang content through animation techniques, amassing 78,400 subscribers and an average of 13,748,965 views. The platform enables a high level of hyper-connectivity. This study aims to analyze the acceleration of wayang content dissemination from Cak Rye Animasi (CRA) to other accounts within the frameworks of dromology and cinematisation. Using a qualitative approach, the research follows four stages: (1) collecting digital wayang data from social media; (2) analyzing video acceleration from the perspectives of production, distribution, and consumption (dromology); (3) analyzing the acceleration of visual presentation, narrative, and performance duration (cinematisation); and (4) synthesizing the findings from both frameworks. The results show that ten accounts have reinterpreted Cak Rye’s animation style and disseminated their content across YouTube, Instagram, and TikTok. These include Animasi Darsono, Wayang Guyon, Animasi Qito, Animasi Wayang EM Hade, Bimo Suci, Animasi Wayang, Semar Jawa, Jalaksurenmedia, Sempolinaja, and Animasi Wayang. From a dromological perspective, the content is consumed rapidly, particularly by Animasi Qito, which actively distributes content on YouTube and TikTok in condensed durations of 1–3 minutes. Cinematic analysis reveals visual similarities across all ten accounts in terms of animation techniques, photorealistic and graphic styles, and narrative structures derived from the dalang Seno Nugroho. The accelerated modes of social media consumption have created space for diverse wayang content production but also pose the risk of banalization. Wayang is no longer strictly bound to traditional values; it is freely reinterpreted, and its aesthetics have been decontextualized in accordance with the logic of global visual media. Lintasan Dromologi Wayang Digital: Sinematisasi dan Transformasi Visual. Kemunculan wayang merupakan tradisi Indonesia yang mengikuti perkembangan zaman. Pada era teknologi wayang mengalami pergeseran media pertunjukan dari layar kelir ke layar digital. Akun YouTube Cak Rye Animasi (CRA) merupakan akun pertama yang menginterpretasi konten wayang dengan teknik animasi dan memiliki 78.400 pengikut dengan rata-rata 13.748.965 ditonton. Aktivitas hiper- konektivitas sangat dimungkinkan pada akun Cak Rye Animasi (CRA). Penelitian bertujuan menganalisis percepatan konten wayang beralih dari akun CRA ke akun lainnya dalam konteks dromologi dan sinemasi. Metode penelitian dengan pendekatan kualitatif dilakukan melalui empat tahapan, pertama mengolektifkan data wayang digital di media sosial, kedua menganalisis percepatan video dari aspek distribusi, produksi, dan konsumsi dari perspektif dromologi, ketiga menganalisis percepatan sinematisasi dari visual presentasi, narasi, dan durasi pertunjukan wayan, keempat sinkronisasi hasil dromologi dan sinemasi. Hasil penelitian menunjukkan 10 akun menginterpretasikan ulang gaya CRAh, disebarkan melalui media sosial YouTube, Instagram, dan TikTok. Di antaranya akun Animasi Darsono, Wayang Guyon, Animasi Qito, Animasi Wayang EM Hade, Bimo Suci, Animasi Wayang, Semar Jawa, Animasi Qito, Jalaksurenmedia, Sempolinaja, Animasi Wayang. Pada aspek dromologi konten dikonsumsi sangat cepat oleh aktor Animasi Qito yang menyebarkan di Media sosial YouTube dan TikTok, durasi waktu dipadatkan menjadi 1-3 menit. Analisis sinemasi menunjukkan wujud visual kesepuluh akun memiliki kesamaan dalam teknik animasi dan penggunaan foto realis, grafis, serta narasi dalang Seno Nugroho. Percepatan cara konsumsi media sosial membuka ruang produksi konten wayang beragam dengan risiko banalitas. Wayang tidak lagi terikat pada nilai tradisional, ia dapat diinterpretasi secara bebas dan estetika tradisional mengalami dekontekstualisasi yang disesuaikan dengan logika media visual global.