p-Index From 2020 - 2025
4.797
P-Index
Claim Missing Document
Check
Articles

Manusia di Muka Cermin Ibn Arabi: Memahami Hakikat Manusia dengan Kacamata Ibn Arabi Ahmad Kholil
el Harakah: Jurnal Budaya Islam Vol 8, No 3 (2006): EL HARAKAH
Publisher : UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (628.394 KB) | DOI: 10.18860/el.v8i3.4607

Abstract

Although the essence of human being has been questioned long times ago, there are many conceptual answers toward that question. Thus it is common if human beings, as social and individual creatures may try to question it to find new answers. The answer is mainly obtained by contemplating one's self based on the existing concept or reflecting one's self using an individual spiritual experience. The understanding to the essence of human beings described in this writing is based on the concept given by al-Syaikh al-Akbar ibn Arabi who is philosophical as well as sufistic. Who is a man? A man is "God" in its tajalli perfect form in the universe. Therefore, a man is not perfect when he cannot show God's characteristics. Ibn Arabi says, "one of this characteristics is to become a responsible leader either for himself or others". Meskipun esensi manusia telah dipertanyakan sejak lama, ada banyak jawaban konseptual untuk pertanyaan itu. Jadi, adalah hal yang biasa jika manusia, karena makhluk sosial dan individu dapat mencoba menanyainya untuk menemukan jawaban baru. Jawabannya terutama diperoleh dengan merenungkan diri seseorang berdasarkan konsep yang ada atau mencerminkan diri seseorang dengan menggunakan pengalaman spiritual individu. Pemahaman terhadap esensi manusia yang digambarkan dalam tulisan ini didasarkan pada konsep yang diberikan oleh al-Syaikh al-Akbar ibn Arabi yang filosofis sekaligus sufistik. Siapa pria Seorang pria adalah "Tuhan" dalam bentuk tajalli yang sempurna di alam semesta. Karena itu, seorang pria tidak sempurna saat dia tidak bisa menunjukkan sifat Tuhan. Ibn Arabi mengatakan, "salah satu karakteristik ini adalah menjadi pemimpin yang bertanggung jawab baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain".
Kebo-Keboan dan Ider Bumi Suku Using: Potret Inklusivisme Islam di Masyarakat Using Banyuwangi Ahmad Kholil
el Harakah: Jurnal Budaya Islam Vol 13, No 2 (2011): EL HARAKAH
Publisher : UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (182.247 KB) | DOI: 10.18860/el.v0i0.1887

Abstract

This writing presents a discussion on one of cultural heritage in Indonesia which is in the form of magical ceremony having religious nuance. Several aspects of this ceremony, for instance, Animism and Hinduism values are clearly observable, especially in several form and physical orders; on most aspects, however, the aforementioned values trail are obscure as old traditions. Even though the values are considered as old heritage, by polishing and adapting certain creation, the more perceptible value and belief in this ceremony is Islam transcendentalist and humanist. Ider bumi and slametan are the two of cultural heritage having Islamic nuance, while kebo-keboan is an embodiment of Hinduism cultural heritage. In Alasmalang, kebo-keboan ceremony has religious orientation praying to the God for acquiring good harvest, blessed business and achieving wishes. Regarding ider bumi ceremony, which is practiced in most of Using society, is conducted by going around the village while reading kalimah toyyibah and resounding adzan in every side of village. This ceremony’s purpose is to protect the village from any kind of annoyance from human being and devil. Furthermore, socially, kebo-keboan and ider bumi function as harmony keeper among the villagers, nature and with everything in the environment. Tulisan ini membahas salah satu kekayaan budaya bangsa yang menjelma dalam upacara magic bernuansa keagamaan. Pada beberapa sisi masih tampak kental sebagai warisan budaya lama, baik animisme maupun hinduisme, terutama dalam bentuk dan tatanan fisik, tetapi di sebagian besar yang lain sudah tinggal jejak yang samar sebagai warisan lama. Meskipun sebagai warisan leluhur, dengan polesan dan kreasi tertentu, yang tampak sekarang justru nilai dan tradisi Islam yang transendentalis dan humanis. Warisan budaya yang bercita rasa islami itu seperti ider bumi dan slametan, sementara yang masih bernuansa hinduisme adalah kebo-keboan. Kebo-keboan di Alasmalang mempunyai orientasi relijius berupa permohonan kepada Gusti Allah Yang Maha Kuasa agar tanaman, usaha dan tujuan yang hendak diraih mendapat perkenan dan berhasil sesuai harapan. Sementara ider bumi, yang dipraktikkan di sebagian besar masyarakat Using, keliling kampung dengan membaca kalimah thoyyibah dan mengumandangkan adzan di setiap sudut desa adalah bertujuan untuk melindungi desanya dari segala macam gangguan, dari makhluk kasar maupun halus. Di samping kedua tujuan itu, kebo-keboan dan ider bumi ini juga memiliki fungsi sosial, yaitu menjaga kerukunan sosial atau keharmonisan hubungan dengan sesama, alam semesta, dan dengan segala yang ada di lingkungan hidup manusia
Seblang dan Kenduri Masyarakat Desa Olehsari: Relasi Ideal Antara Islam dan Budaya Jawa di Banyuwangi Ahmad Kholil
el Harakah: Jurnal Budaya Islam Vol 12, No 2 (2010): EL HARAKAH
Publisher : UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (193.728 KB) | DOI: 10.18860/el.v0i0.447

Abstract

Desa mawa cara negara mawa tata, a Javanese wisdom which means that each place in this country has its own different manner and rules as the essence of its people’s cultures and traditions. This paper aims to describe one of Indonesian cultural richness which is transformed in the religious ritual named Seblang in a small village called Olehsari, in Banyuwangi, East Java. This ritual has a religious orientation as an aspiration to the Almighty in order to gain success in agriculture, occupation, and other objectives in the lives of the people of Olehsari. Likewise, Kenduri is also meant as a supplication to the Almighty in order to obtain blessings for the livings and forgiveness for the deceased. In Olehsari, people call this kind of ritual as Ngirim Duwa, or literally translated as ‘sending the prayers’. Furthermore, Seblang and Kenduri have certain social purposes to achieve a serene and harmonious living atmosphere for the people. Desa mawa cara negara mawa tata, sebuah kebijaksanaan Jawa yang berarti bahwa setiap tempat di negara ini memiliki cara dan aturan tersendiri sebagai esensi budaya dan tradisi masyarakatnya. Makalah ini bertujuan untuk menggambarkan salah satu kekayaan budaya Indonesia yang ditransformasikan dalam ritual keagamaan bernama Seblang di sebuah desa kecil bernama Olehsari, di Banyuwangi, Jawa Timur. Ritual ini memiliki orientasi religius sebagai aspirasi bagi Yang Maha Kuasa untuk meraih kesuksesan di bidang pertanian, pekerjaan, dan tujuan lainnya dalam kehidupan masyarakat Assari. Selain itu, Kenduri juga dimaksudkan sebagai permohonan kepada Yang Maha Kuasa untuk mendapatkan berkah bagi penghidupan dan pengampunan bagi almarhum. Di Olehsari, orang menyebut ritual seperti Ngirim Duwa, atau secara harfiah diterjemahkan sebagai 'mengirim sholat'. Lebih jauh lagi, Seblang dan Kenduri memiliki tujuan sosial tertentu untuk mencapai suasana hidup yang tenang dan harmonis bagi masyarakat.
Islam Jawa: Sufisme dalam Tradisi dan Etika Jawa Ahmad Kholil
el Harakah: Jurnal Budaya Islam Vol 9, No 2 (2007): EL HARAKAH
Publisher : UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (436.992 KB) | DOI: 10.18860/el.v9i2.4644

Abstract

Since long ago, Javanese ethnics were strongly related to mysticism. The people believed in the unseen which is out of human’s sense. That belief grew so fast. Hence, animism and dynamism become the first belief of Javanese at that time. When Islam first entered in the Javanese land in 14th century, the locals had believed in some sects, those are Hindu, Brahma, and Buddha. Those brought Islam into Java Island had so many works to do. It is not easy since the locals are quite fanatic with their mysticism. Islam, in progress, got positive response from the Javanese people proven by the number of Moslem at that time. Nevertheless, their ancestors’ ritual tradition still remained in the life of those Moslem. This is what makes Javanese Islam becomes the attracting topic for the cultural researchers. This article discusses all about Islam specifically in its spread history in Javanese Island starting from da’wah process to Islamic lesson which is related to Javanese philosophy. It also discusses about how the Islam conveyors tolerated with so many mystic beliefs and slowly changed those from the people. Sejak zaman dahulu, mistik dan suku Jawa sangat terkait erat. Penduduk sangat mempercayai hal gaib yang di luar nalar manusia. Kepercayaan tersebut sangat berkembang pesat. Karenanya, animisme dan dinamisme menjadi keyakinan asli penduduk suku Jawa pada masa itu. Saat Islam masuk ke tanah Jawa di abad 14, penduduk setempat telah meyakini beberapa sekte lain, yakni Hindu, Brahma, dan Budha. Tentu banyak sekali hal yang harus dilakukan bagi pembawa Islam ke tanah Jawa. Tak mudah karena penduduk masa itu sangat fanatik dengan keyakinan mistik mereka. Dalam perkembangannya, Islam mendapat respon positif dari penduduk Jawa terbukti dari banyaknya jumlah Muslim masa itu. Namun, masih banyak sekali muslim yang masih berpegang teguh pada tradisi ritual nenek moyang mereka. Hal ini menjadikan Islam Jawa menjadi pembahasan menarik bagi para peneliti budaya. Artikel ini membahas serba-serbi Islam dan penyebarannya di tanah Jawa. Mulai dari proses dakwah hingga ajaran Islam yang dikaitkan dengan falsafah Jawa. Bagaimana para penyebar Islam harus bertoleransi dengan berbagai ajaran mistis dan mengubah sedikit demi sedikit kepercayaan penduduknya.
Sexual Harassment in Film Penyalin Cahaya Balkis Nur Azizah; Akhmad Muzakki; Ahmad Kholil
An-Nisa': Journal of Gender Studies Vol. 15 No. 2 (2022): List of Contents
Publisher : LP2M UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35719/annisa.v15i2.122

Abstract

Research on sexual harassment is becoming a hot topic because data shows that crimes of sexual harassment are increasing every day. This study aims to show the form of patriarchy and the impact of patriarchy in the film Penyalin Cahaya using radical feminism theory. The researcher uses a qualitative descriptive research method with the primary data source of the film Penyalin Cahaya. Data collection techniques are carried out by listening to and recording related data. The results of this study found that there were six forms of patriarchy form of modes of production, patriarchy in jobs with wages, patriarchy in the state, male violence, patriarchy in sexuality, and patriarchy in institutions. The patriarchal influence in the film Penyalin Cahaya includes positive impacts, namely hard work and solidarity, while adverse effects include losing scholarships, stealing data, and promiscuity.
إستراتيجية تعليم مهارة الكلام في معهد بناء مدني بوغور Nurvita Silviyana; Miftahul Huda; Ahmad Kholil
Kalamuna: Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban Vol. 4 No. 2 (2023): Journal of Arabic Education & Arabic Studies
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (P3M) STAI DR. KHEZ. Muttaqien Purwakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52593/klm.04.2.02

Abstract

إن مهارة الكلام هي القدرة على التعبير عن الأفكار والمشاعر والمعلومات من خلال الكلمات والعبارات. تعد مهارة الكلام أحد جوانب التواصل الإنساني، وهي ضرورية للتفاعل الاجتماعي وتبادل المعلومات وبناء العلاقات. فأهداف هذا البحث هي: 1) معرفة معنى الاستراتيجية التعليمية 2) تحليل الاستراتيجية التعليمية في معهد بناء مدني بوغور. ومنهج هذا البحث هو المنهج الوصفي التحليلي. ومجتمع البحث هو الطالبات في معهد بناء مدني بوغور والمدرسات المتخصصات في تعليم مادة مهارة الكلام. ثم طريقة جمع البيانات بملاحظة الإجراءات التعليمية في الفصل ومقابلة المعلمات والاستبانة الموزعة إلى الطالبات. ونتائج هذا البحث هي: 1) إن من عناصر الاستراتيجية التعليمية هي: الهدف، الأنشطة، تخطيط الدروس، وتفعيل المشاركة الطلابية. ففي معهد بناء مدني بوغور لقد طبقت تلك العناصر. 2) والإستراتيجيات المستخدمة في معهد بناء مدني هي أولا: التعليم النشط حيث يقوم المتعلمون بالعمل معا في مجموعات صغيرة لتحقيق أهداف معينة. ثانيا: التعليم التعاوني، حيث إن المعلم يشجع على العمل الجماعي والتفاعل بين المتعلمين. ثالثا: التعليم الذاتي، حيث إنه عملية تعليم الأفراد لأنفسهم بشكل مستقل، ودون الحاجة إلى معلم أو مدرب. رابعا: الإستراتيجية الذهنية، حيث إنها عبارة عن مجموعة من التقنيات والأدوات الذهنية التي يمكن استخدامها لتعزيز الأداء العقلي والتفكير الإيجابي.
Kebo-Keboan dan Ider Bumi Suku Using: Potret Inklusivisme Islam di Masyarakat Using Banyuwangi Ahmad Kholil
el Harakah: Jurnal Budaya Islam Vol 13, No 2 (2011): EL HARAKAH
Publisher : UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/el.v0i0.1887

Abstract

This writing presents a discussion on one of cultural heritage in Indonesia which is in the form of magical ceremony having religious nuance. Several aspects of this ceremony, for instance, Animism and Hinduism values are clearly observable, especially in several form and physical orders; on most aspects, however, the aforementioned values trail are obscure as old traditions. Even though the values are considered as old heritage, by polishing and adapting certain creation, the more perceptible value and belief in this ceremony is Islam transcendentalist and humanist. Ider bumi and slametan are the two of cultural heritage having Islamic nuance, while kebo-keboan is an embodiment of Hinduism cultural heritage. In Alasmalang, kebo-keboan ceremony has religious orientation praying to the God for acquiring good harvest, blessed business and achieving wishes. Regarding ider bumi ceremony, which is practiced in most of Using society, is conducted by going around the village while reading kalimah toyyibah and resounding adzan in every side of village. This ceremony’s purpose is to protect the village from any kind of annoyance from human being and devil. Furthermore, socially, kebo-keboan and ider bumi function as harmony keeper among the villagers, nature and with everything in the environment. Tulisan ini membahas salah satu kekayaan budaya bangsa yang menjelma dalam upacara magic bernuansa keagamaan. Pada beberapa sisi masih tampak kental sebagai warisan budaya lama, baik animisme maupun hinduisme, terutama dalam bentuk dan tatanan fisik, tetapi di sebagian besar yang lain sudah tinggal jejak yang samar sebagai warisan lama. Meskipun sebagai warisan leluhur, dengan polesan dan kreasi tertentu, yang tampak sekarang justru nilai dan tradisi Islam yang transendentalis dan humanis. Warisan budaya yang bercita rasa islami itu seperti ider bumi dan slametan, sementara yang masih bernuansa hinduisme adalah kebo-keboan. Kebo-keboan di Alasmalang mempunyai orientasi relijius berupa permohonan kepada Gusti Allah Yang Maha Kuasa agar tanaman, usaha dan tujuan yang hendak diraih mendapat perkenan dan berhasil sesuai harapan. Sementara ider bumi, yang dipraktikkan di sebagian besar masyarakat Using, keliling kampung dengan membaca kalimah thoyyibah dan mengumandangkan adzan di setiap sudut desa adalah bertujuan untuk melindungi desanya dari segala macam gangguan, dari makhluk kasar maupun halus. Di samping kedua tujuan itu, kebo-keboan dan ider bumi ini juga memiliki fungsi sosial, yaitu menjaga kerukunan sosial atau keharmonisan hubungan dengan sesama, alam semesta, dan dengan segala yang ada di lingkungan hidup manusia
Agama dan Ritual Slametan: Deskripsi-Antropologis Keberagamaan Masyarakat Jawa Ahmad Kholil
el Harakah: Jurnal Budaya Islam Vol 10, No 3 (2008): EL HARAKAH
Publisher : UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/el.v10i3.4758

Abstract

Substantially, the core of religious belief is believing God as being transcendental, sacred, pure, above everything related to the Almighty. Functionally, the core of religious belief is an effort to handle life problems: existential problems. Religion always leads to goodness physically and spiritually. However, the followers of religion do not always do it. Diversity thought in a religion using charity done by its followers always colors tire practice of the social diversity. It might be caused by a misinterpretation to the doctrine or certain vested interests often happened in the political life. In fact, this is the reality happened in the religious life of our society. "Religious ambiguity" appears in "slametan" becoming tire tradition of our society, especially Javanese. "Slametan" presents symbolism that needs more explanation to be rightly understood. "Sega golong", "manungsa",and "pecel pitik" are symbolizing for nine orifices, "manunggal ing rasa", and an effort to get goodness. Secara substansial, inti keyakinan religius adalah mempercayai Tuhan sebagai transendental, sakral, murni, di atas segala hal yang berhubungan dengan Yang Maha Kuasa. Secara fungsional, inti keyakinan religius adalah upaya untuk mengatasi masalah hidup: masalah eksistensial. Agama selalu mengarah pada kebaikan jasmani dan rohani. Namun, para penganut agama tidak selalu melakukannya. Keragaman pemikiran dalam sebuah agama yang menggunakan amal yang dilakukan oleh para pengikutnya selalu mewarnai praktek ban dari keanekaragaman sosial. Hal itu mungkin disebabkan oleh salah tafsir terhadap doktrin atau kepentingan tertentu yang sering terjadi dalam kehidupan politik. Padahal, inilah kenyataan yang terjadi dalam kehidupan religius masyarakat kita. "Ambiguitas religius" muncul dalam "slametan" menjadi tradisi ban masyarakat kita, terutama orang Jawa. "Slametan" menyajikan simbolisme yang membutuhkan penjelasan lebih banyak agar dipahami dengan benar. "Sega golong", "manungsa", dan "pecel pitik" melambangkan sembilan lubang, "manunggal ing rasa", dan usaha untuk mendapatkan kebaikan.
NARASI CINTA DAN KEINDAHAN DALAM BAHASA SUFI IBN ARABI Ahmad Kholil
LiNGUA: Jurnal Ilmu Bahasa dan Sastra Vol 2, No 2 (2007): LiNGUA
Publisher : Laboratorium Informasi & Publikasi Fakultas Humaniora UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/ling.v2i2.562

Abstract

Ibn Arabi is the type of the mystical-muslim philosophy. He was known as the founder of an idea “wahdat al-wujud”, and his theory explained that cosmos was created by God from its one-necleus. So, in spite of its external aspects different and has variations, its essence just one. It mind there is God attribut in cosmos, and God is the essence of its share. The common of mystical muslim coveted the “kasyf” to understand Him, The Great Unity, God. In this case, Ibn Arabi connected it and love. Love, Ibn Arabi said, had to come into existence becaose of “jamal”, the beaty which God-loved and “ihsan”, the beautiful attitude to reach love of God.
KEARIFAN RITUAL DAN SOSIAL SYAIR-SYAIR SUFI Ahmad Kholil
LiNGUA: Jurnal Ilmu Bahasa dan Sastra Vol 4, No 2 (2009): LiNGUA
Publisher : Laboratorium Informasi & Publikasi Fakultas Humaniora UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/ling.v4i2.603

Abstract

Substantially, “Tasawuf” as the way towards God had been existing since the prophet age; but it was just at the end of the second Hijriyah this term that was known as zuhud became then popularly known as tasawuf. After Islam develops, marked by variety of traditions and sciences as the result of the contribution of various culture expressed through knowledge, tasawuf becomes clear in Islam. Some intellectuals don’t see tasawuf as pure Islam, because some teachings related to certain rituals reflect some tradition and culture. Many intellectuals agreed to Nasr’s opinion, and there are many western intellectuals know tasawuf (Sufism) better than Islam. Now tasawuf has been considered by many people as a universal spiritual value and it is as eternal as Islam. Syawqi Doif, an Arabic intellectual who wrote a lot about the history of Arabic culture and literature, in his book entitled al-Tarikh al-Adab fi al-Ashr al-Abbasyi al-Tsani, especially about zuhud and tasawuf. This paper discussed about tasawuf followed by poems written by mutashawwifin discussing about sufi’s terms. Many sufis left behind them literary works which describe the way they believe. The writer quoted and discussed some poems based on his understanding.Keywords
Co-Authors Aam Amaningsih Jumhur Abdul Malik Karim Amrullah Abdul Rohman AK, Marlya Fatira Akhmad Muzakki Al Faruqi, Mhd Ibnu Hannan Ananda, Rayhan Hafizh Andhari, Diah Sepni Aniqotul ‘Athiyyah, Avita Ari Setiawan Azhari Akmal Tarigan Azis, Siti Raudha Binti Balkis Nur Azizah Berliani, Denitia Budiaman Chilwina, Nadhita Chusnul Chotimah Dina Arfianti Siregar Djody Firmansyah Djoko Susanto Dwiyati, Siska Titik Fadzilah, Nurul Faisol, M Ferolisa, Ardhea Fero Firdousi, Muhammad Anwar Hasanah, Ummi Helmi Syaifuddin Hubbul Wathan Huda, Ahmad Nawirul Hutagalung, Gabriel Ardi Iara Fadhilla, Aghniyarrizqi Indah Rarasati Jambak, Mellinda Raswari Kasuwi Saiban Khairanis, Retisfa Kusumohadi, Catur Setyawan Langgeng Budianto Luqman Hakim Maarof, Shamariza Binti Malik Karim Amrullah, Abdul Manggala, Kayan Manzilah, Farah Diana Marlya Fatira AK Miftahul Huda mirtawati, mirtawati Moh. Ainin Moh. Zawawi Muhammad Nasiruddin Muhammad Syukri Albani Nasution Nasution, Surayya Fadhilah Nur Hasaniyah Nurvita Silviyana Pratama, Danang Budi Prihadi, Kususanto Ditto R. Cecep Lukman Yasin Rangkuti, Agus Edy Retisfa Khairanis Rifqi, Naflah Rofik Fitrotulloh , Mohamad setiawan, Dibyo Sha'ari, Norshima Binti Simanungkalit, Erwinsyah Siregar, Januar Parlaungan Solihah , Mamluatu Suherman, Suherman Syaefudin, Eko Arif Syamsudin Syamsudin Syihabuddin, Muhammad Tengku Riza Zarzani N Thoyib, Ibnu Annas Ummah, Khuntum Khaira Utami , Ary Walid, Dewi Maharah Binti Mohd Wildana Wargadinata Wirmansyah, Aulia Fadhila Zainuddin, Zainiddin Zuardi, Muhammad Zuhirsyan, Muhammad