Claim Missing Document
Check
Articles

Found 18 Documents
Search

Akibat Hukum Pemeriksaan Tambahan oleh Jaksa (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun) Ampuan Situmeang; Winsherly Tan; Agus Rosita
LOGIKA : Jurnal Penelitian Universitas Kuningan Vol 12 No 01 (2021)
Publisher : Universitas Kuningan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25134/logika.v12i01.3896

Abstract

Indonesian is a constitutional state which aspires to provide justice, certainty and legal benefits for the community. In terms of realizing these legal goals, it is necessary to have law enforcers capable of carrying out the proper orders. The prosecutor is one of the law enforcers. However, in terms of exercising their authority, prosecutors are also faced with various problems, namely in conducting additional examinations. The purpose of this research is first, to determine the authority of the prosecutor to conduct additional examinations and second, to analyze the considerations, namely the Panel of Judges on the Decision of the Tanjung Balai Karimun District Court Number: 54 / PID.B / 2005 / PN. Tbk. The research method used in this research is normative juridical. The type of data used by the author in this study is primary data and secondary data.  The results of the research show that in the calculations with additional examinations by the prosecutor it can be carried out on various cases, namely: Cases that are difficult to prove, Cases that can disturb the public, Cases that can lead to state safety. Meanwhile, for other cases which do not fall into one of the 3 criteria above, no additional examination shall be carried out by the Public Prosecutor, but only by the investigator upon request or instruction from the Public Prosecutor.Negara Indoensia merupakan negara hukum yang memiliki cita-cita dalam memberikan keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum bagi masyarakat. Dalam hal mewujudkan cita-cita hukum tersebut, maka diperlukannya penegak hukum yang mampu menjalankan kewenangan sebagaimana mestinya. Jaksa atau penutut umum emrupakan salah satu penegak hukum yang dapat mewujudkan cita hukum tersebut. Namun, dalam hal melaksanakan kewenangannya, jaksa juga diperhadapkan dengan berbagai probelematika yaitu dalam melakukan pemeriksaan tambahan. Tujuan dalam penelitian ini yaitu pertama, untuk mengetahui mengenai kewenangan jaksa untuk melakukan pemeriksaan tambahan dan kedua, untuk menganalisis mengenai pertimbangan Majelis Hakim Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun Nomor: 54/PID.B/2005/PN. Tbk.  Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini yaitu berupa data primer dan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kaitannya dengan pemeriksaan tambahan oleh jaksa dapat dilakukan terhadap berksa perkara, yaitu: Perkara-perkara yang sulit pembuktiannya, Perkara-perkara yang dapat meresahkan masyarakat, Perkara-perkara yang dapat membahayakan keselamatan negara. Sedangkan untuk perkara-perkara lain yang tidak termasuk salah satu dari 3 kriteria tersebut diatas tidak dilakukan pemeriksaan tambahan oleh Jaksa Penuntut Umum, akan tetapi pemeriksaan tambahan yang dilakukan hanyalah oleh penyidik atas permintaan atau petunjuk Jaksa Penuntut Umum.
THE ROLES OF THE OFFICE OF RELIGIOUS AFFAIRS RELATING TO THE DISPENSATION FOR THE MARRIAGE OF UNDERAGE CHILDREN (CASE STUDY AMPAR DISTRICT, BATAM CITY) Rudiansyah Rudiansyah; Ampuan Situmeang; Fl Yudhi Priyo Amboro
Journal of Law and Policy Transformation Vol 7 No 1 (2022)
Publisher : Universitas Internasional Batam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37253/jlpt.v7i1.6730

Abstract

Marriage of children who are still underage is often a problem because there are many conflicting factors occuring, namely age and health in child protection. Therefore, a rule is formed that regulates the age limit in marriage, but in practice there are still children who marry underage because they have received permission from the Religious Courts, namely the provision of marriage dispensation. In order to analyze this problem, this research uses the Theory of Authority by Miriam Budiardjo and the theory of Development Law by Mochtar Kusumaatmadja to analyze the obstacles faced by the Batam City Government in preventing the underage marriages in Batam City, especially in Batu Ampar District and to analyze solutions that can be taken to overcome the underage marriage in Batam City, especially in Batu Ampar District. The research found that the implementation of underage marriages in Batam City, especially in Batu Ampar District is carried out based on the limits of the authority of the Head of Religious Affairs Office and the existence of permission from the Religious Courts, namely the granting of marriage dispensation.
Efektivitas Kewenangan Pemerintah Kota Tanjungpinang Di Bidang Kelautan Dan Perikanan Pasca Lahirnya Undang-Undang Pemerintahan Daerah Ampuan Situmeang; Rufinus H Hutauruk; Winsherly Tan; Dian Fransisca
Wajah Hukum Vol 5, No 1 (2021): April
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33087/wjh.v5i1.253

Abstract

The purpose of this study is first, analyzing the authority of the Tanjungpinang City Food and Fisheries Department in conducting fishery development and coastal marine supervision after the enacting of Law No. 23 of 2014 on Local Government. Second, identify about the obstacles faced by the Food and Fisheries Department of Tanjungpinang City in conducting fishery development and coastal marine supervision after the enacting of Law No. 23 of 2014. Third, find the right solution for Tanjungpinang City Food and Fisheries Department. This study uses empirical juridical methods with a qualitative approach and the data used is secondary data From the results of the research conducted, it was obtained that in order to ensure the optimal protection of fishermen, the central government should still provide a small portion for the regency / city government to conduct surveillance in the marine sector, because most of the fishing community still considers that the Department of Agriculture, Food and Fisheries Tanjungpinang City has the authority to solve problems that are generally faced by fishermen when they go fishing.
Perlindungan Hukum Konsumen Muslim Atas Produk Pangan Tidak Bersertifikat Halal Di Kota Batam Tommy Liusudarso; Junimart Girsang; Ampuan Situmeang
Legal Spirit Vol 6, No 2 (2022): Legal Spirit
Publisher : Pascasarjana Ilmu Hukum, Universitas Widyagama Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31328/ls.v6i2.3846

Abstract

The city of Batam is a city with a population that is predominantly Muslim, where in ensuring every believer of religion to worship and carry out his religious teachings, In ensuring that all food products circulating in Batam City do not contain unlawful/not in accordance with Islamic law, the government has regulated in the laws and regulations, where products that enter, are circulated, and traded in the territory of Indonesia must be certified halal. To analyze the problem of legal protection for consumers for food products that are not certified halal, it can be analyzed with the Theory of Legal Protection from Philipus M. Hadjon. The objectives to be achieved in this study are: To analyze the legal protection of consumers for non-halal certified food products circulating in Batam City. From the results of the study, it can be seen that preventive and repressive legal protection for consumers for food products that are not halal certified has been accommodated in the Legislative Regulations, but the preventive efforts made by the government are still not optimal in this case the Halal Product Guarantee Agency (BPJPH). because there are still many non-halal food products circulating and being traded.
Hentikan Bullying dan Hate Speech di Kalangan Pemuda di SMA K Yos Sudarso Batam Ampuan Situmeang; Listia Nurjanah; Michelle Winovsky; Claudia Christina; Jackie Rosana; Viona Eka Putri Desmond; Vivian Frederica
National Conference for Community Service Project (NaCosPro) Vol 4 No 1 (2022): The 4th National Conference of Community Service Project 2022
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Internasional Batam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37253/nacospro.v4i1.7000

Abstract

Salah satu bentuk kekerasan dalam dunia Pendidikan adalah perundungan (bullying). Bullying adalah suatu bentuk penindasan yang dilakukan secara sengaja oleh satu orang atau kelompok yang lebih kuat. Dari data yang didapatkan, dikatakan sebanyak 40% anak-anak di Indonesia meninggal dengan cara bunuh diri akibat tidak kuat terhadap perundingan yang terjadi. Dimana 38,41% mengaku pernah menjadi pelaku tindakan perundungan siber, sedangkan 45,35% mengaku pernah menjadi korban. Tingginya persentase siswa yang meninggal karena perundungan khususnya di jenjang sekolah menengah, maka kegiatan yang dilakukan ini untuk memberikan edukasi kepada para siswa mengenai bullying. Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah metode angket dan metode studi pustaka. Responden yang mengisi angket adalah siswa kelas 10 SMA K Yos Sudarso Batam. Sedangkan metode studi pustaka menggunakan berbagai sumber seperti dari jurnal penelitian, buku, media massa, dan internet. Keluaran dari program ini adalah adanya kesadaran dari semua siswa akan bahaya dan dampak bullying, mengajarkan semua siswa bagaimana cara menghadapi dan membantu korban bullying, dan melatih para siswa sedari awal untuk tidak melakukan bullying.
EFEKTIVITAS UNDANG-UNDANG ITE DALAM MENANGANI UJARAN KEBENCIAN MELALUI MEDIA SOSIAL DI KOTA BATAM Elan; Ampuan Situmeang; Junimart Girsang
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha Vol. 10 No. 3 (2022): September, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ujaran kebencian menjadi isu yang sangat berpengaruh karena berpotensi mengancam persatuan bangsa. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah bentuk perwujudan dari tanggung jawab yang harus diemban oleh Negara, untuk memberikan perlindungan maksimal pada seluruh aktivitas pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi agar terlindungi dengan baik dari potensi kejahatan dan penyalahgunaan teknologi. Demikian pesatnya perkembangan dan kemajuan teknologi informasi, yang merupakan salah satu penyebab perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru. Riset ini dilakukan dengan metode yuridis-empiris, yang mana data dihimpun berdasarkan dokumentasi dan wawancara sebagai data primer, dilengkapi dengan data sekunder serta dianalisis dengan metode kualitatif. Harapan untuk aparat penegak hukum adalah perlunya peningkatan pemahaman dan kinerja dikalangan aparat penegak hukum dalam mencegah tindak pidana penyebaran yang diduga melanggar hukum di media sosial dan Kepada Pemerintah yang berwenang diperlukan untuk meningkatkan sumber daya maupun sarana dan prasarana dalam pencegahan perbuatan yang dapat merugikan bagi orang lain akibat media sosial. Dan kepada masyarakat untuk lebih berhati-hati lagi dan lebih cerdas dalam media internet khususnya media sosial dan tidak mudah untuk menyebarkan informasi yang belum jelas kebenarannya.
IMPLIKASI PENERAPAN PUTUSAN MK NO. 91/PUUXVIII/2020 TERHADAP IMPLEMENTASI OMNIBUS LAW DI INDONESIA Farel Hasibuan; Junimart Girsang; Ampuan Situmeang
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha Vol. 10 No. 3 (2022): September, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Saat ini Indonesia membutuhkan terobosan yaitu perlunya omnibus law, meski Indonesia menganut sistem hukum civil law, sementara omnibus law lahir dari tradisi sistem hukum common law, namun dalam dunia digital ecosystem dan global governance, tidak ada salahnya Indonesia menerobos ruang batas ini. kemudian omnibus law diwujudkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (UU CK), berbagai kritik dari masyarakat, mulai dari pembahasan sampai kepada pengesahan dan pengundangan UU Cipta Kerja yang dibentuk dengan menggunakan metode omnibus law, yang bermuara pada diajukannya judicial review terhadap UU No. 11 Tahun 2020 ke Mahkamah Konstitusi dan menjatuhkan Putusan Nomor: 91/PUUXVIII/2020. Tujuan Penelitian ini adalah untuk menjawab pokok permasalahan mengenai bagaimanakah implementasi UUCK pasca-Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 91/PUUXVIII/2020? Serta bagaimanakah langkah Legislator dalam melanjutkan Omnibus Law?. Metode Penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yaitu berupa penelitian kepustakaan (library research) yang dilakukan dengan mengumpulkan bahan hukum baik primer, sekunder dan atau tersier dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan peraturan perUndang-Undangan (statute approach) dan pendekatan komparatif (comparative approach). Hasil penelitian antara lain; UUCK bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai “tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan diucapkan” serta skenario terbaik adalah dengan memperbaiki UUCK nya sendiri secara formil dan subtansial, karena asas-asas formil dan materil pembentukan peraturan selalu berjalan seiringan.
Pengaruh Omnibus Law terhadap Kontrak Kerja: Studi di Kota Batam Oky Mayrudin; Rina Shahriyani Shahrullah; Ampuan Situmeang
Legal Spirit Vol 7, No 1 (2023): Legal Spirit
Publisher : Pascasarjana Ilmu Hukum, Universitas Widyagama Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31328/ls.v7i1.4563

Abstract

Since it was ratified on October 5 2020, the Omnibus Job Creation Law has still reaped consternation among workers. Basically, the Omnibus Law on Job Creation was made with the aim of improving the welfare of employees. In fact, employees feel disadvantaged by the existence of the Omnibus Job Creation Law, especially in the work contract section. In the Omnibus Law on Job Creation, it is not possible for employees to become permanent employees when their working period ends for a certain time. However, there are also benefits for employees with this new rule, namely employees will receive severance pay/compensation when their working period ends. However, employers have a way of not incurring additional expenses by tweaking employee contracts to be short-term to avoid employees getting THR.
MEMBANGUN KESADARAN HUKUM DALAM PENANGGULANGAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK BEKERJA SAMA DENGAN POLDA KEPULAUAN RIAU Rina Shahriyani Shahrullah; Ampuan Situmeang; Triana Dewi Seroja; Florianus Yudhi Priyo Amboro
Madani: Jurnal Pengabdian Masyarakat dan Kewirausahaan Vol 1 No 2 (2023): Januari 2023
Publisher : LPPM Universitas Internasional Batam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37253/madani.v2i1.7443

Abstract

Penegakan HAM telah berkembang pesat pada abad ke-21 ini, namun dalam perjalanannya masih menyisakan banyak perbedaan hak antara laki-laki dengan perempuan. Stigma seksualitas perempuan yang masih kuat berakar dalam budaya masyarakat global pada akhirnya menghalangi perempuan dalam mengakses hak-haknya. Terlebih lagi ketika masyarakat maupun aparat penegak hukum menempatkan perempuan sebagai korban kejahatan. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman mendalam terkait kesadaran hukum tindak pidana kekerasan seksual kepada perempuan dan anak di Kampung Pasir Merah, Kota Batam, dalam rangka pencegahan dan perlindungan korban tindak pidana kekerasan seksual. Kegiatan pengabdian ini dilaksanakan mengingat bahwa darurat kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan dan anak di Indonesia masih tinggi, namun terkadang korban kekerasan seksual tidak ingin melaporkan kejadian yang dialami kepada pihak yang berwajib dan memilih untuk diam, terlebih lagi dikucilkan oleh masyarakat sekitar tempat tinggal sehingga hal tersebut menambah trauma yang dialami oleh para korban. Pelaksanaan pengabdian ini juga dibarengi dengan penyerahan bantuan berupa bahan pokok makanan dan pemeriksaan kesehatan secara gratis. Melalui pelaksanaan kegiatan pengabdian ini, dapat disimpulkan bahwa kesadaran hukum masyarakat terutama yang berkaitan dengan tindak pidana kekerasan seksual masih rendah, khususnya perempuan dan anak yang rentan tertimpa kekerasan seksual. Sebagian besar kekerasan seksual masih dilakukan oleh keluarga terdekat sehingga hal tersebut masih menjadi pemakluman dan faktor pemicu tindak pidana kekerasan seksual.
IMPLEMENTATION OF RESTORATIVE JUSTICE IN DISTRICT ATTORNEY’S OFFICE OF ROKAN HULU: CONTEMPORARY ISSUES Susanto Martua; Ampuan Situmeang; Rufinus Hotmaulana Hutauruk
Journal of Law and Policy Transformation Vol 8 No 1 (2023)
Publisher : Universitas Internasional Batam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37253/jlpt.v8i1.8286

Abstract

The Attorney General's Office issued Regulation of Attorney General Number 15 of 2020 concerning Termination of Prosecution Based on Restorative Justice (hereinafter written RAG No. 15/2020). According to this regulation, the Public Prosecutor has the right to stop prosecuting the accused in certain cases, if the victim and the defendant have agreed to an amicable agreement. The existence of RAG No. 15/2020 which gives the Prosecutor's authority to stop prosecutions based on restorative justice is a breakthrough in the settlement of criminal acts. Restorative justice is an approach in resolving criminal acts which is currently being voiced again in various countries. Through a restorative justice approach, victims and perpetrators of criminal acts are expected to achieve peace by prioritizing win-win solutions, and emphasizing that the victims' losses are replaced and the victims forgive the perpetrators of the crime in condition that is committed with the value of the evidence or the value of the loss caused by the crime of not more than 2.5 million rupiah. Referring to the principle of fast, simple, and low-cost justice, RAG Number 15 of 2020 has been accommodated for settlement through an out-of-court process, namely a peace process between the victim and the perpetrator. The peace process is carried out by the parties voluntarily, with deliberation for consensus, without pressure, coercion, and intimidation. In the peace process, the Public Prosecutor acts as a facilitator, which means that he has no interest or connection with the case, the victim, or the suspect, either personally or professionally, directly or indirectly.