Claim Missing Document
Check
Articles

Combination of additional Spirulina platemsis and Curcuma longa supplements in diet and hormonal induction to improve reproduction performance of tinfoil barb Barbonymus schwanenfeldii (Bleeker, 1854) Tuti Puji Lestari; Agus Oman Sudrajat; Tatag Budiardi
Jurnal Iktiologi Indonesia Vol 16 No 3 (2016): October 2016
Publisher : Masyarakat Iktiologi Indonesia (Indonesian Ichthyological Society)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32491/jii.v16i3.29

Abstract

The experiment was conducted in order to determine the role of each supplement combination of Spirulina platensis and Curcuma longa in the diet as well as the induction of Oodevto to tinfoil barb maturation and rematuration process. Randomized block design (RBD) with two factors consists of twelve treatments and five replicates of fish individuals was used. The dietary treatment comprises of four type, i.e. control diet, 3% kg-1 fish weight of turmeric supplementation in the diet, 3% kg-1 fish weight of spirulina supplementation in the diet; and the combination of turmeric and spirulina with 6% kg-1 supplementation in the diet. Meanwhile, the hormonal factor consists of three levels, i.e. 0.0 ml kg-1 fish weight, 0.25ml kg-1 fish weight (FW) and 0.50 ml kg-1 fish weight. We used sixty female broodstock with initial weight ranged 150-400 g and at stage II of gonad maturation. Fish were fed twice a day at 07.00 am and 05.00 pm at satiation level during 14 weeks. During the rearing period, gonado somatic index, maturation level, maturation period, 17 β estradiol concentration, eggs diameter and fecundity were observed. The result shows that all diet types which was combined with 0.50 ml kg-1 fish weight hormonal induction could improve reproductive performance up to 220%. This result comparatively higher than 0 ml kg-1 and 0.25 ml kg-1 hormonal inductions. Supplementation of 3% turmeric meal in the diet could produce 100% of mature broodstock out of season spawning. Thus, the combination of supplement either spirulina or tumeric with 0.5 ml kg-1 fish weight hormone induction can improve the induction maturation up to 2.2 times faster on the out-of- season spawning. Abstrak Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi peran kombinasi Spirulina platensis dan Curcuma longa dalam pakan dengan induksi Oodev terhadap proses pematangan gonad dan pematangan gonad kembali ikan tengadak. Metode yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) dua faktor yang terdiri atas 12 kombinasi perlakuan dan 5 ulangan. Ulangan yang digunakan berupa ulangan individu. Faktor pakan terdiri atas empat jenis pakan yaitu pakan kontrol, pakan ditambah tepung kunyit 3% kg-1 bobot ikan, pakan ditambah tepung spirulina 3% kg-1 bobot ikan, dan kombinasi kunyit dengan tepung spirulina 6% kg-1 bobot ikan. Faktor hormon terdiri atas tiga taraf yaitu: 0,0 mL kg-1 bobot ikan, 0,25 mL kg-1 bobot ikan, dan 0,50 mL kg-1 bobot ikan. Ikan uji yang digunakan sebanyak 60 ekor ikan betina dengan bobot 150-400 g dan sudah mencapai tingkat kematangan gonad II. Ikan diberi pakan dua kali sehari (pagi dan sore) secara at satiation selama 14 minggu. Selama masa pemeliharaan parameter yang diamati meliputi indeks kematangan gonad, tingkat kematangan gonad, waktu pematangan gonad, konsentrasi 17β estradiol, diameter telur, dan fekunditas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua jenis pakan yang dikombinasi dengan induksi hormon 0,50 mL kg-1 bobot ikan dapat meningkatkan kinerja reproduksi lebih baik (220%) dibandingkan induksi hormon 0,25 dan 0,0 mL kg-1 bobot ikan. Penambahan tepung kunyit 3% dalam pakan dapat menghasilkan induk matang 100% di luar musim pemijahan. Dengan demikian, pemberian kombinasi suplemen baik spirulina atau kunyit dengan induksi hormon 0,5 mL kg-1 bobot ikan dapat menginduksi 2,2 kali lebih cepat di luar musim pemijahan.
Pangasianodon hypophthtalmus (Sauvage 1878) pada sistem bPangasianodon hypophthalmus (Sauvage 1878) juvenile production using biofloc technology with different carbon sources Ita Apriani; Mia Setiawati; Tatag Budiardi; Widanarni Widanarni
Jurnal Iktiologi Indonesia Vol 16 No 1 (2016): February 2016
Publisher : Masyarakat Iktiologi Indonesia (Indonesian Ichthyological Society)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32491/jii.v16i1.51

Abstract

Intensive aquaculture system decreases water quality through the increment of metabolic waste products such as organic nitrogen. The biofloc technology is an alternative solution to avoid the impact of high nutrients disposal in aquaculture production system. This study aimed to evaluate the impacts of biofloc technology using different carbon sources on the production performance of juvenile striped catfish, Pangasianodon hypophthalmus. Completely randomized design with 4 treatments (3 replications) was used in this research i.e.: (A) molasses carbon source, (B) tapioca carbon source, (C) wheat carbon source, and (D) without additional carbon. The juveniles length 2.26±0.12 cm, initial average body weight 0.17±0.05 g were reared for 30 days. Twelve glass tanks (60 cm x 30 cm x 40 cm) filled with 36 L freshwater were used as the experimental culture units. The fish were fed three times daily with a commercial feed containing 27% of crude protein. External organic carbon was added daily two hours after feeding at C/N 15 estimated ratio. The observed parameters i.e.: floc profile, the nutritional content of biofloc, water quality, survival rate, final body length, daily growth rate, feed conversion ratio, protein retention, and lipid retention. The best results showed by molasses treatment, the highest fish survival rate (97.41±0.16 %), longest standard length (2.84±0.1 cm) and decreased feed conversion ratio (0.36±0.04). Abstrak Sistem budi daya intensif menurunkan kualitas air melalui peningkatan produk sisa metabolisme seperti nitrogen or-ganik. Penerapan teknologi bioflok adalah solusi alternatif untuk menghindari dampak buruk pembuangan nutrisi tinggi dalam sistem produksi akuakultur. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh teknologi bioflok yang menggunakan sumber karbon berbeda pada kinerja produksi yuwana ikan patin (Pangasianodon hypophthal-mus). Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan empat perlakuan (tiga kali ulang-an) yaitu: (A) sumber karbon molase, (B) sumber karbon terigu, (C) sumber karbon tapioka, dan (D) tanpa penam-bahan karbon. Yuwana ikan patin berukuran panjang awal 2,26±0,12 cm ekor-1 dan bobot rata-rata awal 0,17±0,05 g ekor-1 dipelihara selama 30 hari. Dua belas akuarium (60 cm x 30 cm x 40 cm) diisi dengan air 36 L digunakan seba-gai unit percobaan budi daya. Ikan diberi makan tiga kali sehari dengan pakan komersial mengandung protein 27%. Penambahan karbon dilakukan setiap hari 2 jam setelah makan dengan estimasi rasio C/N 15. Parameter pengamatan meliputi: profil flok, kandungan nutrisi tepung flok, kualitas air, kelangsungan hidup, pertumbuhan panjang baku, la-ju pertumbuhan harian, rasio konversi pakan, retensi protein, dan retensi lemak. Perlakuan dengan penambahan sumber karbon molase menunjukkan kelangsungan hidup tertinggi (97,41±0,16 %), pertumbuhan panjang baku (2,84±0,1 cm), dan menurunkan rasio konversi pakan (0,36±0,04).
Hormonally induced gonadal maturation in eels, Anguilla bicolor bicolor McClelland 1984 with the use of Pregnant Mare Serum Gonadotropin, anti dopamin, and recombinant Growth Hormone Hadra Fi Ahlina; Agus Oman Sudrajat; Tatag Budiardi; Ridwan Affandi
Jurnal Iktiologi Indonesia Vol 15 No 3 (2015): October 2015
Publisher : Masyarakat Iktiologi Indonesia (Indonesian Ichthyological Society)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32491/jii.v15i3.57

Abstract

The aim of this study was to evaluate the effect of Pregnant mare serum gonadotropin (PMSG), Anti-Dopamine (AD) and Recombinant growth hormone (RGH) through the injection technique on gonadal development of eel (Anguilla bicolor bicolor). The experimental was arranged in completely randomized design with five treatments of hormone combination, namely P10A combination hormone (10 IU PmsG + 0.1 mgL-1 AD), P10B (10 IU PMSG + 0.1 mgL-1 AD + 10 ug RGH), P20A (20 IU PMSG + 0.1 mgL-1 AD), P20B (20 IU PMSG + 0.1 mgL-1 AD + 10 ug RGH), and PK (negative control). In each treatment, a total of 20 fish individuals used as replicates and the hormonal induction was conducted every week for eight weeks of the rearing period. Specific growth rate (SGR), hepatosomatic index (HSI), go-nadosomatic index (GSI) and an index of the eye (IM) were observed. The results showed that the P20A treatment increased spermatogenesis and the value of GSI (2.291±0.278%) at 4-6 weeks after injection. This result was higher than P20B (2.134±0.265%), P10B (2.065±0.201%), P10A (2.037±0.105%), and PK (1.937±0.050%). The value of HSI on the P20a treatment (1.188±0.091 %) was higher than other treatments. The highest value of SGR (0.514±0.062%) was found in the P20B, whereas the lowest value (0.052±0.027%) was found in the PK. Thus, the combination of pMsG, AD and RGH hormones can stimulate the development of testicular of eel with body weight 140 to150 g, and stimulate the growth of 0.514 % during the six-weeks rearing period. Abstrak Penelitian ini bertujuan mengevaluasi penggunaan hormon Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG), Anti Dopamin (AD) dan Recombinant Growth Hormone (rGH) melalui teknik penyuntikan terhadap pematangan gonad ikan sidat (Anguilla bicolor bicolor). Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima perlakuan kombinasi hormon yaitu 10 IU PMSG + 0,1 mgL-1 AD (P10A), 10 IU PMSG + 0,1 mgL-1 AD + 10 ^g rGH (P10B), 20 IU PMSG + 0,1 mgL-1 AD (P20A), 20 IU PMSG + 0,1 mgL-1 AD + 10 ^g rGH (P20B), dan PK (kontrol). Pada setiap perlakuan, sebanyak 20 ekor ikan digunakan sebagai ulangan individu dan sampling dilakukan setiap minggu selama delapan minggu masa pemeliharaan. Parameter yang diamati meliputi nilai laju pertumbuhan spesifik (LPS), indeks he-patosomatik (IHS), indeks gonadosomatik (IGS) dan indeks mata (IM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan P20A menyebabkan perkembangan spermatogenesis dan meningkatkan nilai IGS tertinggi (2,291±0,278%) pada minggu ke empat hingga ke enam setelah penyuntikan dibandingkan perlakuan P20B (2,134±0,265%), P10B (2,065± 0,201%), P10A (2,037±0,105%) dan PK (1,937±0,050%). Nilai IHS pada perlakuan P20A (1,188±0,091%) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Nilai LPS tertinggi ditemukan pada perlakuan P20B (0,514±0,062 %) dan te-rendah pada perlakuan Kontrol (0,052±0,027%). Nilai IM juga meningkat pada perlakuan P20B (10,599±2,372) seiring dengan bertambahnya bobot tubuh dan terendah pada perlakuan PK (7,189±0,217). Kombinasi hormon PMSG, AD dan rGH dapat merangsang perkembangan testis ikan sidat ukuran 140-150 g serta memacu pertumbuhan 0,514 %.
Pengaruh stunting terhadap kondisi fisiologis benih ikan sidat, Anguilla bicolor bicolor McClelland, 1844 Latifa Fekri; Ridwan Affandi; Tatag Budiardi
Jurnal Iktiologi Indonesia Vol 15 No 1 (2015): Februari 2015
Publisher : Masyarakat Iktiologi Indonesia (Indonesian Ichthyological Society)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32491/jii.v15i1.76

Abstract

Eel is an economically important fish species and the demand for this species is increasing every year. However, stock availability not sustainable because the eel culture totally depends on the wild catches of glass eel (elver). The aim of this study was to examine the effect of stunting to the physiological condition of eel seeds with 1-2 g body weight and 8-12 mm body length. The research was conducted from September 2013 to February 2014 at the Aquatic Animal Physiology Laboratory, Faculty of Fisheries and Marine Science, Bogor Agricultural University. The experiment was arranged in a completely randomized design with three treatments of stunting (i.e. 30, 60, and 90 days) and three replications. Eel seeds were reared in aquarium 60 x 40 x 30 cm3 with a density of 30 fish in each aquarium and fed with commercial pellets of 1.5 mm in size with 46 % protein content. The diets were fed to the fish at a daily rate of 3.3% of the total biomass. Fish were fed twice a day continuously for 30, 60 and 90 days of rearing process. The weight, proximate test and blood analysis of each specimen were checked at the beginning of the experiment and in every 30 days. The results showed that the stunting for one month was the best treatment. In this treatment, the lowest specific growth rate was approaching 0 % (0.1%), coefficient of variation in body weight was < 20 % (19.90%), physiological conditions was normal (not different with control) and survival rate was above 96 %. The treatment of stunting for two and three months showed that the specific growth rate was 0.2 %, coefficient of variation in body weight was > 25% (27.96 % and 30.37 %), physiological conditions was over than the limit for normal conditions, and survival rate was 89% for both treatments. Abstrak Sidat adalah ikan ekonomis penting yang memiliki permintaan pasar yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Namun, ketersediaan stok ikan sidat tidak berkelanjutan karena budi daya ikan ini masih bergantung kepada benih hasil tangka-pan dari alam. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh stunting (penahanan pertumbuhan) terhadap kondisi fisiologis benih ikan sidat ukuran 1-2 g dengan panjang tubuh 8-12 cm. Penelitian dilakukan dari bulan September 2013 hingga Februari 2014 di Laboratorium Fisiologi Hewan Air, FPIK IPB. Penelitian menggunakan rancangan acak leng-kap dengan tiga perlakuan lama stunting (30, 60 dan 90 hari) dan masing-masing dengan tiga ulangan. Ikan dipelihara dalam akuarium ukuran 60 x 40 x 30 cm3 dengan padat tebar 30 ekor per akuarium dan diberi pakan komersial berupa pellet ukuran 1,5 mm dengan kadar protein 46%. Jumlah pakan yang diberi setiap hari sebanyak 3,3 % dari total bio-massa ikan. Ikan diberi pakan dua kali sehari secara kontinu selama 30, 60 dan 90 hari pemeliharaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa stunting selama satu bulan merupakan perlakuan yang terbaik yang ditunjukkan dengan dengan laju pertumbuhan spesifik benih ikan mendekati nol (0,1%), nilai koefisien keragaman bobot <20% (19,90%) dan kondisi fisiologis mendekati normal (tidak berbeda jauh dengan kontrol), serta kelangsungan hidup 96%. Perlakuan lama stunting dua dan tiga bulan menunjukkan bahwa laju pertumbuhan spesifik sebesar 0,2%, nilai koefisien keragaman bobot >25% (27,96% dan 30,37%) dan kondisi fisiologisnya jauh di atas batas normal benih ikan sidat, serta kelangsung-an hidup sebesar 89%.
Pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan hias koridoras (Corydoras aeneus Gill 1858) pada budi daya kepadatan tinggi [The growth and survival rate of ornamental fish bronze corydoras (Corydoras aeneus Gill 1858) in high density cultured] Iis Diatin; Enang Harris; Tatag Budiardi
Jurnal Iktiologi Indonesia Vol 14 No 2 (2014): Juni 2014
Publisher : Masyarakat Iktiologi Indonesia (Indonesian Ichthyological Society)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32491/jii.v14i2.88

Abstract

The objective of the study was to analyse the effect of high density of ornamental fish bronze corydoras (Corydoras aeneus) culture on the growth and survival rate. Corydoras aeneus which weight 0.21 -0.23 gram and 1.84-1.90 cm standard lengths was cultured in the 20 cm x 20 cm x 20 cm aquarium sized and six litters’ volume in each. Random design was set with stocking density 20 fish L-1 (A) and stocking density 25 fish L-1 (B) with three replications. Fish was cultured for thirty five days and fed a commercial pellet every day at 08:00 am and 04:00 pm with the feeding rate 5%. The results showed that the weight gain and specific growth rate was not significant in both treatments, but the length gain and the specific length rate of B was nearly two times higher than A. The utilization of feed was more efficient for B. Survival rate of A (92.8%) was higher than of B (86.9%). Water quality such as temperature, pH, dissolved oxygen, total ammonia nitrogen (TAN), nitrite, and nitrate were still in the tolerance limits for fish culture. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kepadatan tinggi pada budi daya ikan hias koridoras (Corydoras aeneus) terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Ikan yang digunakan adalah ikan hias koridoras berbobot 0,210,23 gram dan panjang baku 1,84-1,90 cm yang dipelihara pada akuarium berdimensi 20 cm x 20 cm x 20 cm, volume air enam liter per akuarium. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan perlakuan padat tebar 20 ekor liter-1 (A) dan padat tebar 25 ekor liter-1 (B), tiga kali ulangan. Ikan dipelihara selama 35 hari dan diberi pakan pelet ko-mersial setiap hari pukul 08.00 dan pukul 16.00, pakan diberikan sebanyak 5% dari bobot ikan. Hasil penelitian menun-jukkan bahwa pertumbuhan bobot mutlak dan laju pertumbuhan bobot harian pada kedua perlakuan tidak berbeda nya-ta, namun pertumbuhan panjang mutlak dan laju pertumbuhan panjang harian perlakuan B lebih tinggi hampir dua kali lipat dibanding perlakuan A. Pemanfataan pakan pada perlakuan B lebih efisien. Nilai kelangsungan hidup perlakuan A (92,78%) lebih tinggi daripada perlakuan B (86,89%). Kualitas air selama pemeliharaan yaitu suhu, pH, oksigen terla-rut, amonia nitrogen total, nitrit, dan nitrat pada kedua perlakuan masih dalam batas toleransi untuk budi daya ikan.
Growth of stunted elver of the Indonesian shortfin eel Anguilla bicolor McClelland, 1844 rearing in semi-natural media Latifa Fekri; Ridwan Affandi; M. F. Rahardjo; Tatag Budiardi; Charles P. H. Simanjuntak
Jurnal Iktiologi Indonesia Vol 19 No 2 (2019): June 2019
Publisher : Masyarakat Iktiologi Indonesia (Indonesian Ichthyological Society)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32491/jii.v19i2.481

Abstract

This study aimed to evaluate the growth of stunted elver Anguilla bicolor from three different periods of stunting process. Prior to experiment, the stunting process of elver was carried out by limiting the feeding rate at 2% of the fish biomass and temperature media with 24 oC for 2, 4, and 6 months period. The study used a completely randomized design with three different sources of stunted elvers (i.e., A = 2 months; B = 4 months; C = 6 months) as treatments with three replications. Measurement of RNA:DNA ratio, protein content, profile blood description and elver otolith growth was carried out at the beginning and end of rearing process. Post-stunting elvers were reared on artificial media designed according to elver habitat and controlled. Elver was stocked with 15 individuals in the artificial semi-natural media with a temperature of 28 oC and fed with 1 kg media-1 day-1 tubifex worm for three months. The results showed that the compensatory growth of stunted elvers increased two to three times with 100% of survival rate after three months of rearing process. Stunting has a significant effect on treatment B, indicated by the value of weight specific growth rates, RNA : DNA ratio, protein content, blood glucose levels and otolith growth of elvers. This study revealed that the growth performance of stunted elver reared in semi-natural media for four months is better than other treatments. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pertumbuhan elver Anguilla bicolor pascapembantutan dari tiga periode pembantutan yang berbeda. Proses pembantutan yang dilakukan sebelumnya dengan membatasi jumlah pemberian pakan sebanyak 2% dari biomassa dan pengaturan suhu media pemeliharaan 24 oC selama 2, 4, dan 6 bulan. Peneli-tian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan tiga perlakuan masa pembantutan yang berbeda (yaitu A = 2 bulan; B = 4 bulan; C = 6 bulan) dan masing-masing tiga ulangan. Pengukuran nisbah RNA:DNA, kandungan protein, gambaran profil darah dan pertumbuhan otolit elver dilakukan pada awal dan akhir pemeliharaan. Elver pascapembantutan dipelihara pada media buatan yang dirancang sesuai dengan habitat alami elver dan terkontrol. Elver ditebar 15 ekor per sekat pada media buatan semi alami dengan suhu 28 oC dan diberi pakan sebanyak 1 kg cacing sutera per media per hari selama tiga bulan pemeliharaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan kompensasi elver pascapembantutan meningkat dua hingga tiga kali dengan sintasan 100% setelah pemeliharaan tiga bulan. Pembantutan memberikan pengaruh yang signifikan pada perlakuan B, ditunjukkan oleh nilai laju pertumbuh-an spesifik bobot, nisbah RNA:DNA, kandungan protein, kadar glukosa darah dan pertumbuhan otolit. Penelitian ini menunjukkan bahwa keragaan pertumbuhan elver pascapembantutan empat bulan yang dipelihara di media semi alami lebih baik daripada perlakuan lainnya.
Production performance and physiology response of Anguilla bicolor bicolor rearing with a wet, damp and dry system Eko Harianto; Eddy Supriyono; Tatag Budiardi; Ridwan Affandi; Yani Hadiroseyani
Jurnal Iktiologi Indonesia Vol 20 No 2 (2020): June 2020
Publisher : Masyarakat Iktiologi Indonesia (Indonesian Ichthyological Society)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32491/jii.v20i2.519

Abstract

Aquaculture is is often constrained by the availability of water, both in quality and quantity. The aim of this study was to determine the optimum maintenance system of elver (Anguilla bicolor bicolor) on a wet, moist and dry system through production performance studies and physiological responses. The research was conducted from August to September 2018 at the Production Technic and Management of Aquaculture Laboratory, Department of Aquaculture, IPB University. A completely randomized design with 5 treatments and 3 replications was used in this study, namely treatment with high water wet system 0% of body height (A), high water wet system 50% of body height (B), high water wet system 100% of body height (C), moist system (D), and dry system (E). The body weight of elver was 18.80 ± 0.62 g which derived from fish cultivator in Bogor, West Java. Fish was fed 3 times per day at satiation with commercial feed which a protein content of 50%. Results showed that treatment C was the best result with survival rate of 100%, the specific growth rate of 0.45% day -1, the absolute growth rate of 0.07 g day 1 and feed conversion ratio of 6.57. The analysis of variance showed that the treatments showed the significant effect (P <0.05). The blood glucose value closest to the eel condition before treatment was found in the treatment C. Abstrak Budi daya ikan sering terkendala terhadap ketersediaan air, baik kualitas maupun kuantitasnya. Ikan sidat (Anguilla bicolor bicolor) merupakan spesies ikan yang dalam sistem pemeliharaannya membutuhkan volume air yang banyak. Tujuan penelitian ini adalah menentukan sistem pemeliharaan terbaik elver ikan sidat (A. bicolor bicolor) pada sistem basah, lembap, dan kering melalui kajian kinerja produksi dan respons fisiologis. Penelitian dilakukan dari bulan Agustus sampai September 2018 di Laboratorium Teknik Produksi dan Manajemen Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap 5 perlakuan dan 3 ulangan, yaitu perlakuan sistem basah tinggi air 0% dari tinggi badan (A), sistem basah tinggi air 50% dari tinggi badan (B), sistem basah tinggi air 100% dari tinggi badan (C), sistem lembap (D), dan sistem kering (E). Ikan yang digunakan adalah elver ikan sidat berukuran 18,80±0,62g yang berasal dari pembudidaya di Bogor Jawa Barat. Pakan yang digunakan adalah pakan komersial dengan kadar protein 50% yang diberikan secara at satiation 3 kali per hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan C memberikan hasil terbaik dengan nilai sintasan 100%, laju per-tumbuhan spesifik 0,45 % hari-1, laju pertumbuhan mutlak 0,07 g hari-1 dan rasio konversi pakan sebesar 6,57. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05). Nilai glukosa darah pada perlakuan C merupakan nilai yang paling mendekati dengan kondisi ikan sidat sebelum perlakuan.
Production performance and business analysis of clown loach Chromobotia macracanthus (Bleeker 1852) in recirculating systems with different stocking densities and water discharge Riska Puluhulawa; Tatag Budiardi; Iis Diatin; Irzal Effendi
Jurnal Iktiologi Indonesia Vol 21 No 2 (2021): June 2021
Publisher : Masyarakat Iktiologi Indonesia (Indonesian Ichthyological Society)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32491/jii.v21i2.573

Abstract

Efforts to improve the production performance of clown loach in recirculate aquaculture system can be done by increasing stocking density and water discharge. This study aimed to analyze the effect of increasing stocking density and water discharge on production performance, stress response and water quality in order to obtain the best stocking density and water discharge to obtain maximum profit in a short time. A factorial completely randomized design with two factors, i.e. the stocking density of 1, 2, and 3 fish L-1 and the water discharge of 0,05; 0,10; 0,15 L s-1 was performed. The volume of water used in each aquarium was 48 L and using a ½ inch faucet stop to regulate the water discharge from the inlet pipe. Clown fish fed Tubifex sp. with a feeding frequency of two times a day according to the treatment for 60 days. The result indicates that there was no interaction between the two factors on production performance, payback period, and R/C ratio. Stocking density has a significant effect on specific growth rate, absolute growth rate of individual weight, feeding consumption rate and R/C ratio of clown loach. Stocking density and water discharge had an interaction on the visual color of pectoral and caudal fins of clown loach. Different stocking densities with the combination of water discharge in this study resulted that the water quality were within tolerable range for clown loach so that they did not experience stress, as well as high production and business performance. It is recommended to intensify clown loach with a stocking density of 3 fish L-1 and 0,15 L s-1‑ of water discharge. Abstrak Upaya intensifikasi ikan botia melalui peningkatan padat tebar dilakukan untuk meningkatkan kinerja produksinya. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh peningkatan padat tebar dan debit air terhadap kinerja produksi, respons stres dan kualitas air, guna mendapatkan padat tebar dan debit air terbaik sehingga diperoleh keuntungan maksimal dalam waktu yang singkat. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor, yaitu padat tebar 1, 2, dan 3 ekor L-1 serta debit air 005; 0,10; dan 0,15 L s-1. Volume air yang digunakan pada masing-masing akuarium sebanyak 48 L dan menggunakan stop keran ½ inci untuk mengatur debit air pada pipa inlet. Pakan Tubifex sp. diberikan sebanyak dua kali sehari sesuai dengan perlakuan selama pemeliharaan 60 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara faktor perlakuan padat tebar dan debit air terhadap seluruh parameter kinerja produksi, payback period, dan R/C ratio. Faktor perlakuan padat tebar berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan bobot spesifik, laju pertumbuhan mutlak bobot individu, nisbah konversi pakan dan R/C ratio. Padat tebar dan debit memiliki interaksi terhadap warna visual sirip dada dan sirip ekor ikan botia. Kombinasi padat tebar dan debit air berbeda dalam penelitian ini menghasilkan kualitas air yang dapat ditoleransi ikan botia sehingga tidak mengalami stres dan meningkatkan kinerja produksi serta analisis usaha. Berdasarkan penelitian, direkomendasikan untuk melakukan upaya intensifikasi ikan botia dengan padat tebar 3 ekor L-1 dan debit air 0,15 L s-1.
CARBON TO NITROGEN RATIO AND NITROGENOUS WASTE ACCUMULATION IN THE INTENSIVE CATFISH (Clarias gariepinus) CULTURE Bambang Gunadi; Enang Harris; Eddy Supriyono; Sukenda Sukenda; Tatag Budiardi
Indonesian Aquaculture Journal Vol 6, No 1 (2011): (June 2011)
Publisher : Center for Fisheries Research, Agency for Marine and Fisheries Research and Human Resource

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (110.145 KB) | DOI: 10.15578/iaj.6.1.2011.19-29

Abstract

This experiment was carried out to determine the optimum C/N ratio for heterotrophic bacteria (biofloc) growth in order to control nitrogenous waste accumulation in the catfish (Clarias gariepinus) culture. Twenty fish with an initial individual size of about 50 g were stocked in fiberglass tanks which were filled with 200 L of water. Fish were fed with commercial floating fish feed with a protein level of 31%-33% (manufacturer label). The daily feeding rate was 2.5% of the fish biomass. The inoculation of commercial Bacillus sp. isolates was applied in the first day of the experiment after fish stocking in order to obtain a bacterial density in water of 106 cfu/L. Molases was suplemented daily to the tanks to adjust C/N ratio in water. Four C/N ratios, i.e. 0, 7, 14, and 21, were applied as treatments in this experiment. The results showed that molasses suplementation up to C/N ratio 14 to 21 were able to support the growth of heterotrophic bacteria and to inhibit the accumulation of total ammonia nitrogen (TAN) and nitrite in water therefore increase water quality for better growth of cultured catfish.
KINERJA PRODUKSI KEPITING BAKAU, Scylla tranquebarica PADA KETINGGIAN AIR DAN UKURAN WADAH BERBEDA Muhlis Muhlis; Tatag Budiardi; Irzal Effendi; Yani Hadiroseyani
Media Akuakultur Vol 16, No 2 (2021): (Desember, 2021)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (145.034 KB) | DOI: 10.15578/ma.16.2.2021.79-86

Abstract

Wadah pemeliharaan merupakan hal yang perlu diperhatikan dan salah satu kunci dalam pertumbuhan, perkembangan, dan produksi kepiting bakau. Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam budidaya kepiting bakau adalah kurang tepatnya wadah budidaya yang digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan ukuran wadah dan ketinggian air yang tepat untuk budidaya kepiting bakau, Scylla tranquebarica dilihat dari laju pertumbuhan harian dan periode molting. Penelitian dilakukan di tambak masyarakat Desa Mulaeno Kecamatan Poleang Tengah Kabupaten Bombana Provinsi Sulawesi Tenggara. Hewan Uji berupa kepiting bakau ukuran 57,89 ± 2,18 g ekor-1 sebanyak 54 ekor. Pemeliharaan dilakukan selama 60 hari pada wadah single room (1 ekor/wadah) pada ketinggian air berbeda 30, 50, dan 70 cm dengan ukuran wadah yang berbeda yakni 30 cm x 30 cm, 40 cm x 40 cm, dan 50 cm x 50 cm. Wadah pemeliharaan yang digunakan sebanyak 54 unit terbuat dari bambu yang berbentuk seperti kandang (kerangkeng) ditempatkan scara acak pada tambak. Pakan yang diberikan berupa ikan rucah sebanyak 5% dari bobot tubuh dan diberikan pada pagi dan sore hari. Terdapat sembilan perlakuan dan diulang sebanyak enam kali, yakni P33 (ketinggian air 30 cm, ukuran wadah 30 cm x 30 cm), P35 (ketinggian air 50 cm, ukuran wadah 30 cm x 30 cm), P37 (ketinggian air 70 cm, ukuran wadah 30 cm x 30 cm), P43 (ketinggian air 30 cm, ukuran wadah 40 cm x 40 cm), P45 (ketinggian air 50 cm, ukuran wadah 40 cm x 40 cm), P47 (ketinggian air 70 cm, ukuran wadah 40 cm x 40 cm), P53 (ketinggian air 30 cm, ukuran wadah 50 cm x 50 cm), P55 (ketinggian air 50 cm, ukuran wadah 50 cm x 50 cm), P57 (ketinggian air 70 cm, ukuran wadah 50 cm x 50 cm). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara ukuran wadah dan ketinggian air, serta tidak ada pengaruh nyata terhadap kinerja produksi kepiting bakau. Ukuran wadah 30 cm x 30 cm, ketinggian air 30 cm (P33) lebih efektif dan efisien digunakan pada budidaya kepiting bakau menggunakan sistem single room.Specifications of cage farming plays important roles in the growth, suvival, and expected harvest of farmed mud crab. One of the constraints in mud crab farming is that the cages used are not suitable or preferred for the species. The research aimed to determine the proper cage size and water depth for mud crab culture using the growth rate and molting period as the observed parameters. This research was conducted in a pond located in Mulaeno Village, Bombana Regency Central Poleang, Southeast Sulawesi province. The experiment used 54 mud crabs sized between 50 – 70 g. Each crab was kept in a cage sized 30 cm x 30 cm, 40 cm x 40 cm or 50 cm x 50 cm with a stocking density of 1 ind./cage. The cages were positioned at different water levels (30 cm, 50 cm, and 70 cm). The cages were constructed from bamboo , rectangular in shape, and placed randomly in the pond. The feed (trash fish) was given twice daily (morning and afternoon) as much as 5% of the crab body weight. There were nine treatments and each treatment had six replications, i.e, T33 (water depth 30 cm, cage size 30 x 30 cm), T35 (water depth 50 cm, cage size 30 x 30 cm), T37 (water depth 70 cm, cage size 30 x 30 cm), T43 (water depth 30 cm , cage size 40 x 40 cm), T45 (water depth 50 cm, cage size 40 x 40 cm), T47 (water depth 70 cm, cage size 40 x 40 cm), T53 (water depth 30 cm, cage size 50 x 50 cm), T55 (water depth 50 cm, cage size 50 x 50 cm) , T57 (water depth 70 cm, cage size 50 x 50 cm). The results showed that there were no significant influence of the cage sizes and water depths on the production performance of the mud crab. The cage size 30 x 30 cm, and water depth 30 cm (T33) is more effective and efficient in mud crab farm using a single room system.
Co-Authors Ade Yulita Hesti Lukas Agoes Mardiono Jacoeb Agus Oman Sudrajat Aisyah Lukmini Am Azbas Taurusman Andre Rachmat Scabra Apriana Vinasyiam Apriani, Ita Ardiansyah, Arif Rahmat Ardina Puspitasari, Ardina Ardyen Saputra, Ardyen Arfan Afandi Arlita, Kriswidya Asep Santosa Aslia, Aslia Astari, Belinda Atul Hayati, Mira Bambang Gunadi Bambang Gunadi Bambang Priyo Utomo Budiyanti Chaidir, Iding Chairul Muluk Charles Parningotan Haratua Simanjuntak Daffa Nuradzani Daniel Djokosetiyanto Dedi Soedharma Dedi Suprianto Dedy Suprianto dedy yaniharto Dewi, Kiki Mariya Dinamella Wahjuningrum Dudi Muhammad Wildan Eddy Supriyono Eka Hidayatus Solikhah Eko Harianto, Eko Enang Harris Enang Harris Enang Harris Farman, Aditia Fauzan, Tezza Fauzi, Hilmi Febrina Rolin Ferdinand Hukama Taqwa Fitria Nawir, Fitria Hadra Fi Ahlina Hanif, Iik Muslihul Hany Handajani Hernanda, Virta Rizki Hidayat, Acep Muhamad Iis Diatin INDRAYANI INDRAYANI Irawan, D Y Irza Effendi Irzal Effendi Ita Apriani Julie Ekasari Kardiyo Praptokardiyo Kukuh Nirmala Larassagita, Annisa Fitri Latifa Fekri Liubana, Debora Victoria M. F. Rahardjo Mala Nurilmala Megawati, Novi Mia Setiawati Mohammad Mukhlis Kamal MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI Muhlis Muhlis Nidwidyanthi, Nidwidyanthi Nur Bambang Priyo Utomo Nur Bambang Priyo Utomo Palinggi, Rifka Liling Puji Hastuti, Yuni Putri Utami, Putri Radi Ihlas Albani Rahardjo, Muhammad Fajar Rahmadya, Naufal Dwi Rahman, Muhammad Aghistni Ratu Siti Aliah Reza Samsudin Ridwan Affandi RIDWAN AFFANDI Riska Puluhulawa Rizki, Rani Ria Rizsa Mustika Pertiwi Romadhona, Ekky Ilham Rona Albrettico Nemanita Ginting Ronny I. Wahju Saputra, Adang Sophia N. M. Fendjalang Sri Nuryati Sufal Diansyah Sujatmiko, Wisnu Sujono Sujono Sukenda . Sukenda Sukenda Suko Ismi Sumitro sutanti sutanti Tuti Puji Lestari Vinasyam, Apriana Widanarni Widanarni WIDANARNI WIDANARNI Widantara, Handang Y. Hadiroseyani Yani Haderoseyani Yanti Sinaga Yonvitner - Zumiza Sari