Di Indonesia, rahasia dagang didefinisikan dan dilindungi oleh Undang-Undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang. Pemberlakuan undang-undang tersebut pada nyatanya menimbulkan beberapa permasalahan praktis pada bidang hak kekayaan intelektual yang tunduk pada sekuritas, seperti tidak adanya standar untuk menentukan nilai ekonomi dari hak kekayaan intelektual, karakter Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang berbeda dengan benda yang disebutkan oleh Burgelijk Wetboek (BW), dan pengeksekusian apabila terjadi wanprestasi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan mengacu pada regulasi tertulis dalam hukum, dan menggabungkan data-data primer, sekunder, serta tersier seperti jurnal dan beberapa media yang membahas berbagai aspek kegiatan rahasia dagang di Indonesia. Dengan terdapatnya ambiguitas dalam undang-undang tersebut selain yang dijelaskan di atas. Salah satunya adalah dalam definisi rahasia dagang itu sendiri, di mana batasan yang tepat mengenai informasi yang dapat dilindungi belum selalu jelas tertera dalam undang-undang. Selain itu, ketentuan mengenai prosedur perlindungan, hak, kewajiban, dan tata cara penyelesaian sengketa terkait rahasia dagang juga dapat menjadi kabur atau ambigu dalam penerapannya. Ketidakjelasan tersebut dapat memunculkan interpretasi yang beragam, sehingga mempersulit pelaksanaan atau penegakan hukum secara konsisten dan efektif terhadap pelanggaran rahasia dagang. Demikian pula, dalam konteks bisnis yang terus berkembang, undang-undang tersebut mungkin perlu diperbarui atau disesuaikan agar tetap relevan dan memberikan perlindungan yang memadai terhadap rahasia dagang di era modern.