Claim Missing Document
Check
Articles

STRUKTUR KOMUNITAS HUTAN MANGROVE DI PULAU SIBU KOTA TIDORE KEPULAUAN PROVINSI MALUKU UTARA Abdurrachman Baksir; Nebuchadnezzar Akbar; Irmalita Tahir; Irfan Haji; Muhajirin Ahmad; Raismin Kotta
JURNAL ENGGANO Vol 3, No 2
Publisher : Universitas Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (541.954 KB) | DOI: 10.31186/jenggano.3.2.178-196

Abstract

Ekosistem mangrove di pesisir pulau Sibu mendapatkan berbagai macam tekanan pemanfaatan dari manusia. Hal ini memberikan gambaran bahwa perlu danya informasi ekologi. Stasiun penelitian ditetapkan sebanyak 3 stasiun, yang meliputi bagian utara, selatan dan timur Pulau Sibu. Pengambilan contoh mangrove, di lakukan dengan menggunakan metode transect quadrant dan spot check. Hasil penelitian diperoleh ketebalan hutan mangrove dikawasan Pulau Sibu berdasarkan pengamatan adalah 410 meter (Stasiun I),  321 meter (Stasiun II) dan 389 meter (Stasiun III). Komposisi jenis hutan mangrove dari hasil pengamatan dan identifikasi diperoleh sebanyak 10 jenis dari 4 famili. Nilai struktur komunitas dan vegetasi mangrove berdasarkan stasiun pengamatan diperoleh 24,44 ind/ m2 dan diikuti oleh stasiun II dengan nilai 24,17 ind/ m2  dan terendah pada stasiun III yaitu 18,83 ind/m2. Kategori peluang kehadiran jenis ditemukan paling tinggi terdapat pada stasiun I yakni 5,00 ind/m2, kemudian stasiun II dengan nilai 4,17  ind/m2  dan stasiun III yakni 2,83  ind/m2. Persentasi tutupan tertinggi vegetasi mangrove ditemukan pada stasiun stasiun I yaitu 18,19, disusul stasiun II sebesar 15,29 dan terendah stasiun III dengan nilai 12,49. Kategori nilai penting untuk keseluruhan stasiun memiliki nilai sama yaitu 300 %. Struktur komunitas hutan mangrove di Pulau Sibu berdasarkan indeks ekologi (nilai kerapatan, frekuensi jenis, tutupan dan nilai penting) cukup baik, sedangkan keanekaragaman spesies masngrove termasuk dalam kategori sedang. Kata kunci : Ekologi, Mangrove, Pulau Sibu, spot check , transect quadrant
STRUKTUR KOMUNITAS HUTAN MANGROVE DI TELUK DODINGA, KABUPATEN HALMAHERA BARAT PROVINSI MALUKU UTARA Nebuchadnezzar Akbar; Ikbal Marus; Irfan Haji; Suparto Abdullah; Sabaria Umalekhoa; Fardan S Ibrahim; Muhajirin Ahmad; Abjan Ibrahim; Alfiansyah Kahar; Irmalita Tahir
JURNAL ENGGANO Vol 2, No 1
Publisher : Universitas Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (621.421 KB) | DOI: 10.31186/jenggano.2.1.78-89

Abstract

Mangrove merupakan salah satu ekosistem penting di kawasan pesisir. Pemanfaatan yang berlebihan dapat menurunkan kuantitas dan kualitas ekosistem mangrove. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kondisi ekosistem mangrove berdasarkan struktur komunitas. Pengambilan contoh mangrove, dilakukan dengan menggunakan metode transect quadrant dan “spot check”  (Bengen, 2004). Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 12 spesis mangrove yang berasal dari 5 famili. Struktur vegetasi hutan mangrove menunjukan nilai tertinggi untuk kategori kerapatan terdapat pada stasiun I yakni dengan nilai 9,50 ind/ m2 dan diikuti oleh stasiun II dengan nilai 6,78 ind/ m2  serta nilai terendah terdapat pada stasiun III yaitu 6,56 ind/m2. Struktur komunitas hutan mangrove di Teluk Dodinga berdasarkan indeks ekologi (nilai kerapatan, frekuensi jenis, tutupan dan nilai penting)  cukup baik, sedangkan keanekaragaman spesies mangrove termasuk dalam kategori sedang. Secara umum  kondisi lingkungan masih sesuai dengan kriteria habibat mangrove
KARAKTERISTIK HABITAT DAN KELIMPAHAN KEPITING BIOLA (Uca spp) DI DAERAH EKSTRIM (PENGARUH ALIRAN AIR PANAS) PADA KAWASAN MANGROVE DI PESISIR JAILOLO. KABUPATEN HALMAHERA BARAT Nebuchadnezzar Akbar
JURNAL ENGGANO Vol. 6 No. 2 (2021)
Publisher : Universitas Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31186/jenggano.6.2.%p

Abstract

Kawasan Pesisir Jailolo ditemukan aliran air panas bumi alami yang mengalir masuk membentuk jalur ke kawasan mangrove. Kepiting Biola (Uca spp) merupakan penghuni dan menjadikan substrat di daerah mangrove sebagai habitat. Pengambilan data di Desa Bobo (Stasiun I) dan Tuada (Stasiun II). Penentuan titik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode transek kuadran. Sampel kepiting biola (Uca spp) diambil kemudian dilakukan identifikasi berdasarkan karakteristik morfologi. Data karakteristik habitat seperti suhu air, salinitas, pH, suhu lubang kepiting dan tekstur substrat. Bentuk dan diameter lubang kepiting biola (Uca spp) diambil menggunakan cairan lilin yang telah dipanaskan, kemudian dituangkan di dalam lubang kepiting setiap spesies Uca spp hingga kering. Analisis data kepiting Uca spp menggunakan rumus kelimpahan. Hasil penelitian ditemukan suhu air di Bobo ditemukan suhu 45-51 ºC dikarenakan mendapatkan pengaruh geothermal yakni sumber air panas bumi dan Desa Tuada 30-31oC. Berdasarkan skala Wentworth ditemukan size, berat dan persentasi sedimen kategori pasir sedang sampai halus. Komposisi spesies Desa Bobo berjumlah yakni Uca Perplexa, Uca Lactea, Uca Annulipes, Uca Crassipes, Uca Vocans, Uca Triangularis, dan Uca Dussumieri serta Desa Tuada yaitu Uca Perplexa dan Uca Lactea. Karakteristik bentuk lubang kepiting biola memiliki bentuk lubang single. Komposisi dan kelimpahan spesies Uca spp pada kedua stasiun pengamatan berbeda, dimungkinan akibat perbedaan kondisi lingkungan dan ketersediaan bahan organik sebagai sumber pakan.Kata Kunci : Ekologi, geothermal, kepiting, liang, morfologi,
Seagrass Potential as Supporting Ecotourism in Sibu Island, Subdistrict North Oba, North Maluku Province Salim Abubakar; Riyadi Subur; Rina Rina; Masykhur Abdul Kadir; Mesrawaty Sabar; Darmawaty Darmawaty; Nebuchadnezzar Akbar
Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan Vol 13, No 2 (2020)
Publisher : Sangia Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29239/j.agrikan.13.2.147-159

Abstract

Seagrass Ecotourism is a tourism activities based on the ecosystem of seagrass. Component of seagrass consist of vegetation and biota that associated with the seagrass. The purpose of this research is to understand the condition biophysics of seagrass (Types of seagrass, Cover of seagrass, fish, makrozoobenthos, types of substrat, water brightness, the depth of the seagrass) and to establish the suitability of seagrass to support nautical ecotourism. This research have been done in Sibu island, Guraping village, north oba district, Tidore city for 6 month from April – September 2020. The method that used is a survey method consist of direct measuring of types seagrass, cover of seagrass, fish, makrozoobenthos, types of substrat, water brightness, the depth of the seagrass. The data analysis includes percentage of cover seagrass and the suitability index of seagrass ecotourism. The result of the biophysical study were obtained are 8 types of seagrass, cover of seagrass (51,04- 92,71%), fish (12 types), makrozoobenthos (17 types), brightness (77-100%), substart (sand, muddy sand, mud) flow speed (0,01- 0,06 m/dt) and the depth of the seagrass (1-2,5 m). Sibu island could be developed as a region of Seagrass Ecotourism with index suitability tourism (IKW) station 1,3,4 and for the whole are located in category S1 (very suitable) and station 2 is in the suitable category.
PENILAIAN KONDISI MENGGUNAKAN METODE HEMISPHERICAL PHOTOGRAPHY PADA EKOSISTEM MANGROVE DI PESISIR DESA MINALULI, KECAMATAN MANGOLI UTARA. KABUPATEN KEPULAUAN SULA, PROVINSI MALUKU UTARA Abdurrachman Baksir; Mutmainnah Mutmainnah; Nebuchadnezzar Akbar; Firdaut Ismail
Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik Vol 2 No 2 (2018): November
Publisher : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Papua

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (307.686 KB) | DOI: 10.30862/jsai-fpik-unipa.2018.Vol.2.No.2.52

Abstract

Minaluli Village has the availability of mangrove ecosystem resources in coastal areas. The availability of evenly distributed mangrove ecosystems can have a direct impact on the community. Determination of mangrove status conducted previously using conventional methods such as transect quandrat and spot check. Hemispherical photography method is one of the new methods used and developed in Indonesia. The study was conducted in July 2018 in Minaluli Village, North Mangoli District, Sula Islands Regency. North Maluku Province. The research objective is to obtain information on the condition of the mangrove ecosystem using the Hemispherical photography method. The results of the study obtained measurements of environmental parameters showed that environmental ecological conditions support the existence of mangroves. Morphological identification was obtained as many as 8 species from 3 families. Station I found 82% mangrove cover presentation value, for station II found 77% cover presentation, at station III found a presentation found 78% while at station IV found a presentation of mangrove cover 72%. The total presentation of mangrove cover obtained in the solid category, based on the standard criteria for mangrove damage. The density of the mangrove ecosystem obtained shows high density at each station. Based on the standard criteria for damage, the density of mangroves in this location is in the medium to very dense category with a value range between 1,067-2,022 trees / ha. Important value index (INP) analysis of each type of mangrove found a range of values ​​between 31.73-95.55 The highest value index of the highest species was found in the Rhizophora stylosa type with a value of 95.55% then Rhizophora apiculata with a value of 95.08%, Rhizophora mucronata namely 81.05%, Xylocarpus granatum is 45.68, Ceriops stagal with value of 40.83%, Sonneratia alba with a value of 36.27 and Bruguiera gymnorhiza 31.73%.
Komunitas Epifit Berdasarkan Kedalaman Perairan Laut pada Daun Lamun di Pulau Maitara, Provinsi Maluku Utara Nebuchadnezzar Akbar; Arfa Buamona; Irmalita Tahir; Abdurrachman Baksir; Rustam Effendi; Firdaut Ismail
Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik Vol 4 No 1 (2020): May
Publisher : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Papua

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (544.906 KB) | DOI: 10.46252/jsai-fpik-unipa.2020.Vol.4.No.1.81

Abstract

Seagrasses are habitat of various types of sea animals, including association epiphytic in rhizoma, leave and steam. Research about community structure microepiphytic based on depth and ecology index, important as community conditions information. The goal research for ecology index analysis microepiphytic based on depth sea and seagrasses community condition. Sample collections epiphytic on seagrass leave used 1x1 meters quadrant based on depth. Epiphytic sample cutted and scraped in leave surface, than into to bottles sample contain 70% alcohol. The research method used line trasect 50 meters toward sea. The result founded 23 genus epiphytic with biodiversity medium, low dominance and high uniformity.
Pola Sebaran dan Kelimpahan Hiu Berjalan Halmahera (Hemiscyllium halmahera) di Teluk Weda Maluku Utara, Indonesia Mu’min Mu’min; Nebuchadnezzar Akbar; Abdurrachman Baksir; Irmalita Tahir; Rommy M. Abdullah; Yunita Ramili; Firdaut Ismail; Rustam E Paembonan; Ikbal Marus; Eko S Wibowo; Hawis Madduppa; Beginer Subhan; Iswandi Wahab
Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik Vol 5 No 2 (2021): Mei
Publisher : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Papua

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46252/jsai-fpik-unipa.2021.Vol.5.No.2.128

Abstract

The Halmahera walking shark is a nocturnal species that lives at the bottom of waters and is a species endemic to North Maluku. Weda Bay is one of the largest bays on the island of Halmahera and contains marine resources and high diversity. The aims research was analyze the distribution pattern and abundance of Halmahera walking shark at that location. The research was conducted in September - November 2020. The sampling in Weda Bay, is carried out in two methods, (1) catch of nets with a mesh size of 2,5 cm stretched from the mangrove ecosystem, seagrass to coral reefs with a length of ± 50 meters and a height of 1,5 meters, (2) hand sampling equipment namely the sample catch it by hand with transect area (50x50m2) or 0,25 ha using basic diving equipment (snorkeling) to a depth of 3 meters at high tide in the night. Distribution pattern data analysis used Morisita Index and abundance analysis used reef fish abundance equation. Results the research found 28 individuals, namely 17 females and 11 males. There are 2 distribution patterns of the Halmahera epaullette shark, namely Grouping and Random. The clustered distribution pattern is found at stations 1, 2 and 4, while the random distribution pattern is found at station 3. Overall the distribution pattern of the Halmahera walking shark in Weda Bay is grouped. The highest abundance of Halmahera walkingshark was at station 1, namely 17,33 ind/ha and the lowest abundance at stations 3 and 4 was 5,33 ind/ha. The highest abundance is at station 1, this is because the habitat is still very good from the mangrove, seagrass and coral reef ecosystems to find food and the growth of the Halmahera walking shark.
Genetic Population Structure of Yellowfin Tuna (Thunnus albacares) as Based Data of Fish Conservation in North Mallucas Sea Nebuchadnezzar Akbar; Muhammad Aris
Journal Omni-Akuatika Vol 14, No 3 (2018): Omni-Akuatika November
Publisher : Fisheries and Marine Science Faculty - Jenderal Soedirman University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (532.686 KB) | DOI: 10.20884/1.oa.2018.14.3.457

Abstract

Tuna is a migratory species with high economic value. Utilization of tuna is increasing and growing every year. Fishing intensity of tuna in the Maluku Sea is high and can disrupt the population. The existence of the population will be threatened if not managed properly. The latest genetic information approach is necessary to prevent the population decline. The purpose of this research was to know the genetic structure of yellowfin tuna in North Maluku waters, Indonesi. Sampling was conducted in May-July 2016 in Morotai Island, Obi and Sanana, while secondary data was gathered in Ternate Island, Bacan and Ambon. A total of 72 samples were collected and analyzed. The result of the study found that the base length (bp) of the control region of mtDNA was found to be 512 bp (base pairs). the genetic distance in the nearest population is at Sanana and Obi (0.025). The results of genetic distance analysis between population found genetic similarity between Morotai-Sanana (0,021), Obi-Sanana (0,025), Obi-Morotai (0,026) and Ambon-Sanana (0,026), while the furthest genetic distance was found in Ternate-Bacan (0,040) and Ternate-Obi (0,042). The pairwise comparison test (Fst) shows a few genetic differentiation between yellowfin tuna populations. The value (Fst) of the yellowfin tuna population shows a strong gene flow between populations. The haplotype distribution shows a relationship between haplotypes in both yellowfin tuna, thus failing to show clade between different geographic locations. Unsustainable use can harm the population through genetic quality. Several approaches should be taken to support the life cycle of yellowfin tuna. The overall result shows that there has not been any change of genetic structure of yellowfin tuna in North Maluku Sea. Keywords : Haplotype, genetic distance, North Maluku, yellowfin tuna, pairwise comparison test
Sebaran suhu, salinitas, kekeruhan dan kecerahan di perairan Laut Tumbak-Bentenan, Minahasa Tenggara Simon I Patty; Doni Nurdiansah; Nebuchadnezzar Akbar
Jurnal Ilmu Kelautan Kepulauan Vol 3, No 1 (2020): Jurnal Ilmu Kelautan Kepulauan
Publisher : Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Khairun

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (888.023 KB) | DOI: 10.33387/jikk.v3i1.1862

Abstract

Sebaran suhu, salinitas, kekeruhan dan kecerahan di suatu perairan sangat berpengaruh pada berbagai aspek parameter lain, seperti reaksi kimia dan proses biologi. Penelitian mengenai kondisi suhu, salinitas, kekeruhan dan kecerahan air laut di perairan Tumbak-Bentenan, Minahasa Tenggara dilakukan pada bulan Pebruari 2018. Hasilnya menunjukkan suhu air berkisar antara 28,8-30,5 oC; salinitas antara 25,0-34,0 o/oo; kekeruhan 0,21-6,31 NTU dan kecerahan 4,5-31,5 meter. Sebaran nilai suhu, salinitas, kekeruhan dan kecerahan air cukup bervariasi. Bervariasinya suhu, salinitas, kekeruhan dan kecerahan air laut di perairan ini dipengruhi oleh fakktor eksternal antara lain cuaca, angin dan arus. Kondisi suhu, salinitas, kekeruhan dan kecerahan air masih tergolong normal dan baik untuk kehidupan biota laut.Kata kunci : suhu, salinitas, kecerahan, kekeruhan, Tumbak-Bentenan, Minahasa Tenggara
Kondisi megabentos di perairan Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur Hendrik A.W. Cappenberg; Nebuchadnezzar Akbar
Jurnal Ilmu Kelautan Kepulauan Vol 3, No 2 (2020): Jurnal Ilmu Kelautan Kepulauan
Publisher : Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Khairun

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33387/jikk.v3i2.2582

Abstract

Terumbu karang merupakan habitat penting bagi berbagai biota yang hidup berasosiasi di dalamnya. Beberapa jenis megabentos mendiami terumbu karang memiliki nilai ekologis dan ekonomis penting, sehingga dapat dijadikan sebagai indikator untuk menilai kesehatan terumbu. Penelitian megabentos di perairan Pulau Sumba, Kabupaten Sumba Timur dilakukan Oktober 2018. Tujuan penelitian untuk mengetahui kondisi megabentos di perairan Sumba Timur. Pengambilan sample menggunakan metode Benthos Belt Transect yang dimodifikasi dari Belt Transect Method. Hasil analisis menunjukkan nilai kepadatan individu di setiap stasiun berkisar dari 0,14-0,74 individuals/m2, dengan Diadema spp. memiliki kepadatan tertinggi (2,62 individu/m2), diikuti Drupella spp. (1,06 individu/m2), kemudian Panulirus spp. dan Linckia laevigata memiliki kepadatan terendah (0,01 individu/m2). Nilai indeks keanekaragaman (H’) berkisar antara 0,45-1,18, indeks kemerataan jenis (J’) berkisar antara 0,32-0,82 dan indeks dominasi (D) berkisar antara 0,35-0,81. Secara umum, kondisi megabentos diperairan Kabupaten Sumba Timur berada dalam kategori rendah hingga sedang.Kata kunci: Kondisi, megabentos, terumbu karang, Sumba Timur
Co-Authors AA Sudharmawan, AA Abdul Ajiz Siolimbona Abdul Motalib Angkotasan Abdurrachman Baksir Abdurrachman Baksir Abdurrachman Baksir Abdurrachman Baksir Abdurrachman Baksir Abdurrachman Baksir Abdurrachman Baksir Abdurrachman Baksir Abdurrachman Baksir Abdurrachman Baksir Abdurrachman Baksir Abdurrachman Baksir Abdurrachman Baksir Abdurrachman Baksir, Abdurrachman Abjan Ibrahim Abjan Ibrahim Abubakar, Salim Abubakar, Yuyun Achmad, M Janib Achmad, M. Djanib Achmad, M. Janib Aisyah, Siti Zanuba Al Hadad, M. Said Alfiansyah Kahar Andika Muhammad Antonius P Rumengan Anwar, Muhammad Fathur Ardan Samman Arfa Buamona Asep Sandra Budiman, Asep Sandra Ayu, Inna Puspa Baddu, S Bashari, Muhammad Hasan Beginer Subhan Darmawaty Darmawaty Darmawaty, Darmawaty Darmiyati Muksin Dietriech Geoffrey Bengen Disnawati Disnawati, Disnawati Dondy Arafat Doni Nurdiansah Eko S Wibowo Eko S Wibowo Eko S Wibowo Eko S Wibowo Eko S Wibowo Eko S Wibowo Eko Setyabudi Wibowo Eko Setyabudi Wibowo Elfahmi Elfahmi, Elfahmi Fadel, Ariyati H. Fardan S Ibrahim Fione Yalindua Firdaut Ismail Firdaut Ismail Firdaut Ismail Firdaut Ismail Firdaut Ismail Firdaut Ismail Firdaut Ismail Firdaut Ismail Firdaut Ismail Firdaut Ismail Firdaut Ismail Firdaut Ismail Firdaut Ismail Halikuddin Umasangadji Halikuddin Umasangaji Hapzi Ali Hawis H Madduppa Hendrik A.W. Cappenberg Herawati Herawati Hi Abbas, M. Yunus Husen Rifai Huwae, Rikardo I WAYAN EKA DHARMAWAN I Wayan Nurjaya Ikbal Marus Ikbal Marus Ikbal Marus Ikbal Marus Ikbal Marus Ikbal Marus Ikbal Marus, Ikbal Inayah Inayah Irfan Haji Irfan Haji Irfan Haji Irfan Haji Irfan Haji Irmalita Tahir Irmalita Tahir Irmalita Tahir Irmalita Tahir Irmalita Tahir Irmalita Tahir Irmalita Tahir Irmalita Tahir Irmalita Tahir Irmalita Tahir Irmalita Tahir Irmalita Tahir Irmalita Tahir Irmalita Tahir Irmalita Tahir Irmalita Tahir Irmalita Tahir Irmalita Tahir, Irmalita Ismail, Firdaut Iswandi Wahab Karman, Amirul Kepel, Rene C Kotta, Raismin M Irfan M. Abjan Fabanyo M. Irfan Mantiri, Desy M. H Marenda Pandu Rizki Martini Djamhur Masykhur Abdul Kadir Masykhur Abdul Kadir Masykhur Abdul Kadir Masykhur Abdul Kadir, Masykhur Abdul Mesrawaty Sabar Mochtar Djabar Muhajirin Ahmad Muhajirin Ahmad Muhajirin Ahmad Muhammad Aris Muhammad Irfan Muhammad Yunus Hi Abbas Mutmainnah Mutmainnah Mu’min Mu’min Najamadidin, Najamuddin Najamuddin N Najamuddin Najamuddin, Najamuddin Nasir Haya Neviaty P Zamani Neviaty P Zamani NEVIATY PUTRI ZAMANI Ni Kadek Dita Cahyani, Ni Kadek Dita Novriyandi Hanif Nurdiansah, Doni Nyoman M N Natih Paembonan, Rustam E Paluphi, Raut Wahyuning Raden, Muhammad Sahlan R Raismin Kotta Raismin Kotta Raismin Kotta Raismin Kotta Ramili, Yunita Rasidi, Rasidi Rikardo Huwae Rikardo Huwae Rikardo Huwae Rina Rina Rina Rina Riyadi Subur, Riyadi Rizqi, Marenda Pandu Rommy M. Abdullah Rommy M. Abdullah Rusmawati Labenua Rustam E Paembonan Rustam E Paembonan Rustam E Paembonan Rustam E Paembonan Rustam E Paembonan Rustam E Paembonan Rustam E Paembonan Rustam E Paembonan Rustam E Paembonan Rustam E Paembonan Rustam E Paembonan Rustam Effendi Rustam Effendi Rustam Effendi Paembonan Rustam Effendi Paembonan Rustam Effendi Paembonan Rustam Effendi Paembonan, Rustam Effendi S Baddu Sabar, Mesrawaty Sabaria Umalekhoa Samad, Julkar Samria Abubakar Sani, Lalu M. Iqbal Sartini Baddu Serosero, Rugaya H Sidik, Marjanuddin A Simon I Patty Simon I Patty Simon I Patty Simon I Patty Simon I Patty Simon I Patty Simon I Patty Simon I. Patty Siolimbona, Abdul Ajiz Sunarti Suparto Abdullah Supyan Supyan Surahman Surahman Syafrizayanti, Syafrizayanti Taeran, Imran Wahab, Iswandi Waluyo Waluyo Wibowo, Eko S Wibowo, Eko Setyobudi Widhi, Raut Nugrahening Yadi D Naipon Yosie Andriani Yuyun Abubakar Zulhan A Harahap Zulhan A Harahap Zulhan A Harahap, Zulhan A Zulhan A. Harahap