Claim Missing Document
Check
Articles

Indikasi dan Persiapan Hemodialis Pada Penyakit Ginjal Kronis Radias Zasra; Harnavi Harun; Syaiful Azmi
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 7 (2018): Supplement 2
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v7i0.847

Abstract

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah kelainan struktural atau fungsi yang terjadi lebih dari 3 bulan dan mempunyai implikasi terhadap kesehatan serta diklasifikasikan berdasarkan penyebab, laju flitrasi glomerulus (LFG) dan albuminuria. Komplikasi serius yang ditimbulkan PGK dapat berupa malnutrisi, kelebihan cairan, perdarahan, serositis, depresi, gangguan kognitif, neuropati perifer, infertilitas dan Infeksi. Untuk mencegah komplikasi tersebut, diperlukan indikasi dan waktu yang tepat untuk memulai terapi dialisis pada pasien PGK.
Biomarker Acute Kidney Injury (AKI) pada Sepsis Dional Setiawan; Harnavi Harun; Syaiful Azmi; Drajad Priyono
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 7 (2018): Supplement 2
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v7i0.838

Abstract

Sepsis didefinisikan sebagai infeksi bersama dengan manifestasi sistemik dari infeksi. Sepsis berat adalah penyebab 50% kasus acute kidney injury (AKI) pada pasien kritis. Patofisiologi cedera ginjal akut (AKI) pada sepsis disebabkan oleh respon inflamasi, toksin dan perubahan hemodinamik glomerulus. Tingkat keparahan disfungsi ginjal tergantung pada tingkat keparahan sepsis. Perubahan laju filtrasi glomerulus (GFR) adalah fenomena AKI yang terlambat. Diagnosis AKI dengan mengukur kreatinin serum. Sayangnya, kreatinin adalah indikator yang kurang dapat diandalkan selama perubahan akut pada fungsi ginjal. Munculnya penanda biologis baru dalam lingkup AKI sangat membantu bagi dokter untuk dapat mendiagnosa awal AKI. Penanda biologis AKI bisa menjadi komponen serum atau urin. Penanda biologis urin menjanjikan untuk mendeteksi awal AKI, sehingga dapat berguna untuk diagnosis dini.
Hipertensi Renovaskular Afdhol Falah; Harnavi Harun
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 7 (2018): Supplement 3
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v7i0.852

Abstract

Hipertensi renovaskular adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan atau diastolik yang umumnya mendadak dan resisten akibat hipoperfusi ginjal yang biasanya disebabkan stenosis arteri renalis dan aktivasi sistem renin-angiotensin. Penyakit ini merupakan salah satu penyebab dari hipertensi sekunder yang dapat terjadi karena gangguan pada vaskular berupa stenosis arteri renalis, berkaitan dengan penyakit parenkim ginjal atau dapat juga merupakan kombinasi dari keduanya. Angka kejadiannya yaitu 1-4 % dari seluruh penderita hipertensi. Hipertensi renovaskular lebih sering ditemukan pada usia remaja dibandingkan pada kelompok usia dewasa. Tujuan penatalaksanaan hipertensi renovaskular adalah memperbaiki oklusi arteri renalis sehingga hipoperfusi ginjal membaik dan tekanan darah menurun. Dalam kasus ini kami melaporkan seorang perempuan berusia 22 tahun datang dengan keluhan sakit kepala sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Hasil angiografi arteri renalis: stenosis 80-90% pada arteri renalis dextra. Selanjutnya pasien dilakukan Percutaneous Transluminal Renal Angioplasty. Setelah dilakukan pemasangan balon arteri renalis keluhan sakit kepala berkurang dan tekanan darah menjadi normal dan obat antihipertensi dihentikan.
Coronavirus Disease 2019 in Chronic Kidney Disease: A Case Report Dela Hangri Jalmas; Fauzar Fauzar; Roza Kurniati; Deka Viotra; Harnavi Harun; Vesri Yoga; Alexander Kam
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 10, No 2 (2021): Online July 2021
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v10i2.1718

Abstract

The COVID-19 pandemic has caused substantial morbidity and mortality worldwide. Older patients, male gender and those with preexisting comorbidities such as chronic kidney disease are reported to be more likely infected with SARS CoV-2 and are at higher risk of severe illness or death. It has been reported a 24 years old male was admitted to the hospital with shortness of breath, coughing, fever and paleness. The history of contact with confirmed COVID-19 cases was unclear. The patient works as a security officer. A history of hypertension is present. Laboratory results showed hemoglobin 7 g/dl, ureum 261 mg/dl, and creatinine 22,9 mg/dl. On the second day of admission, the patient experience increased shortness of breath, decreased consciousness and epistaxis. From the result of the nasopharyngeal swab, the patient tested positive for COVID-19 and was given Oseltamivir 75mg. The patient is prepared for hemodialysis, which was performed in the isolation room. After hemodialysis, the patient's condition improved with decreased shortness of breath and increased of consciousness. The patient comes out from the isolation room and discharges home in good condition. Antiviral therapy in CKD patients with Covid-19 infection requires dose adjustment. Immediate hemodialysis is required in patients with CKD and coexisting COVID-19 infection to improve the patient's condition. Prompt management for patients with CKD and COVID-19 will reduce the risk of mortality.Keywords:  COVID-19, chronic kidney disease, hemodialysis
Gitelman Syndrome in a 32-Years-Old Female Patient Andikha Putra; Harnavi Harun
Bioscientia Medicina : Journal of Biomedicine and Translational Research Vol. 6 No. 3 (2022): Bioscientia Medicina: Journal of Biomedicine & Translational Research
Publisher : HM Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37275/bsm.v6i3.464

Abstract

Introduction. Gitelman syndrome is an autosomal recessive disorder that is milder than Bartter syndrome and is often not diagnosed until late childhood or even adulthood. However, this syndrome is usually symptomatic and can result in serious clinical manifestations, such as muscle spasms that can be severe and involve the hands and feet. These symptoms are frequently observed in almost all patients, partly due to hypokalemia and hypomagnesemia. Case presentation. A 32-year-old female patient is being treated in the Internal Medicine ward of Dr. M. Djamil Padang General Hospital with the main complaint of cramping of the left hand, which has gotten worse since 1 day ago. The patient also complained that both legs were prone to cramping that went on and on since 1 month ago. The patient had been hospitalized with the same complaint and is currently taking slow release potassium (KSR) medication. Examination of the patient's limbs revealed a positive trousseau sign and carpopedal spasms. Laboratory examination of the patient showed potassium levels of 1.8 mmol/L, calcium levels of 5.7 mg/dl, Magnesium levels of 0.8 mg/dl, and electrolyte disturbances in the patient's urine. ECG results revealed a prolonged QT interval. Conclusion. Gitelman syndrome is an autosomal recessive disorder and often goes undiagnosed. However, this syndrome is usually symptomatic and can lead to serious clinical manifestations. Most patients require oral potassium and magnesium supplementation, as drug therapy is usually not fully effective.
Renal tubular asidosis tipe I dengan anemia hemolitik stomatositosis Rizkianto Imannual; Harnavi Harun
Majalah Kedokteran Andalas Vol 42, No 3S (2019): Published in November 2019
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/mka.v42.i3S.p66-74.2019

Abstract

Renal tubular acidosis (RTA) tipe I adalah sindrom klinik akibat kegagalan pengasaman urine oleh tubuli distal yang ditandai oleh asidosis metabolik, hipokalemia, hiperkloremia, sedangkan anion gap serum dan fungsi glomerulus normal. Anemia stomatositosis adalah tipe anemia hemolitik non-autoimun yang diakibatkan kelainan pada membran eritrosit yang ditandai dengan ditemukannya stomatosit pada gambaran darah tepi. Tujuan: melaporkan kasus RTA tipe I dengan anemia stomatositosis herediter. Kasus: Dilaporkan sebuah kasus, wanita 30 tahun dengan keluhan utama lemah pada keempat anggota gerak sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga merasakan sesak nafas, poliuri, polidipsi, pucat, lemah dan letih. Keluhan telah dirasakan berulang sejak 5 tahun yang lalu. Pemeriksaan fisik: pasien sadar, kusmaul, anemis, tetraparesis. Pemeriksaan penunjang: laboratorium Hb 8,8 gr/dL; normositik normokrom dengan sel target (+) sel stomatosit (+); Kalium 1,7 mmol/L; Khlorida 122 mmol/L.  Analisis gas darah: pH 7,05; HCO3- 6,9 mmol/L. Urinalisis: pH urine 6,5; elektrolit urine; kalium 18,2 mmol; TTKG 13; anion gap serum 11,4; anion gap urine 16,2. Diberikan substitusi kalium dan bikarbonat intravena. Pasien mengalami perbaikan gejala setelah di terapi. Simpulan: Perlu diberikan terapi substitusi kalium dan alkali seumur hidup pasien untuk mencegah kekambuhan.
Gitelman Syndrome in a 32-Years-Old Female Patient Andikha Putra; Harnavi Harun
Bioscientia Medicina : Journal of Biomedicine and Translational Research Vol. 6 No. 3 (2022): Bioscientia Medicina: Journal of Biomedicine & Translational Research
Publisher : HM Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37275/bsm.v6i3.464

Abstract

Introduction. Gitelman syndrome is an autosomal recessive disorder that is milder than Bartter syndrome and is often not diagnosed until late childhood or even adulthood. However, this syndrome is usually symptomatic and can result in serious clinical manifestations, such as muscle spasms that can be severe and involve the hands and feet. These symptoms are frequently observed in almost all patients, partly due to hypokalemia and hypomagnesemia. Case presentation. A 32-year-old female patient is being treated in the Internal Medicine ward of Dr. M. Djamil Padang General Hospital with the main complaint of cramping of the left hand, which has gotten worse since 1 day ago. The patient also complained that both legs were prone to cramping that went on and on since 1 month ago. The patient had been hospitalized with the same complaint and is currently taking slow release potassium (KSR) medication. Examination of the patient's limbs revealed a positive trousseau sign and carpopedal spasms. Laboratory examination of the patient showed potassium levels of 1.8 mmol/L, calcium levels of 5.7 mg/dl, Magnesium levels of 0.8 mg/dl, and electrolyte disturbances in the patient's urine. ECG results revealed a prolonged QT interval. Conclusion. Gitelman syndrome is an autosomal recessive disorder and often goes undiagnosed. However, this syndrome is usually symptomatic and can lead to serious clinical manifestations. Most patients require oral potassium and magnesium supplementation, as drug therapy is usually not fully effective.
PERAN APELIN PADA PENYAKIT GINJAL KRONIK gina ariani; Harnavi Harun
HUMAN CARE JOURNAL Vol 5, No 3 (2020): Human Care Journal
Publisher : Universitas Fort De Kock

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32883/hcj.v5i3.826

Abstract

Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan kelainan struktur atau fungsi ginjal yang berlangsung dalam waktu ≥ 3 bulan. Kelainan struktur atau fungsi ginjal ini ditandai dengan salah satu atau lebih kriteria yaitu terdeteksinya albuminuria > 30 mg/ 24 jam, kelainan sedimen urin, kelainan yang ditemukan dari pemeriksaan histologi, kelainan struktural yang terdeteksi melalui imaging, riwayat transplantasi ginjal dan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) < 60 ml/menit/1,73m. Komplikasi  utama dari penyakit ini tidak hanya mencakup perkembangan ke penyakit ginjal stadium akhir, tetapi juga peningkatan risiko komplikasi seperti penyakit kardiovaskular dan stroke yang merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pasien dengan PGK pada semua stadium. Sehingga dianjurkan untuk dilakukan deteksi dini dan terapi untuk mencegah prognosis yang buruk. Apelin merupakan peptida vasoaktif yang berperan sebagai ligan reseptor selektif, APJ, yang secara genetis diidentifikasi memiliki identitas terdekat dengan reseptor angiotensin II tipe 1 (AT-1). Terdapat berbagai peran sistem apelin-APJ dalam fisiologi manusia termasuk regulasi fungsi kardiovaskular dan homeostasis cairan. Terlepas dari homologi yang tinggi antara reseptor APJ dan reseptor AT-1, sistem apelin-APJ telah diketahui memiliki kerja yang berlawanan terhadap angiotensin II tipe 1. Peran apelin-APJ dalam fisiologi ginjal, termasuk dalam homeostasis cairan di ginjal. Selain itu, efek renoprotektif dari sistem apelin-APJ pada penyakit ginjal telah dilaporkan dalam kejadian fibrosis ginjal, cedera ginjal iskemik / reperfusi (I / R) dan nefropati diabetes, yang menunjukkan bahwa sistem apelin-APJ dapat menjadi target terapeutik yang baru untuk penyakit ginjal kronik.
ASIDOSIS TUBULAR RENAL DISTAL ayu pathya; Harnavi Harun
HUMAN CARE JOURNAL Vol 5, No 1 (2020): Human Care Journal
Publisher : Universitas Fort De Kock

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32883/hcj.v5i1.609

Abstract

Asidosis tubular renal (ATR) merupakan tubulopati ginjal yang jarang terjadi, dimana terdapat ketidakmampuan ginjal untuk menjaga perbedaan pH normal antara darah dan lumen tubulus ginjal. Pada kondisi ini terjadi gangguan pengasaman urin disebabkan gangguan reabsorbsi bikarbonat, gangguan ekskresi ion hidrogen, atau keduanya sehingga mengakibatkan asidosis metabolik. ATR ditandai dengan adanya asidosis metabolik dengan senjang anion plasma yang normal, hiperkloremik dan laju filtrasi glomerulus normal. ATR terbagi menjadi 3 tipe utama, yaitu ATR tipe 1 (ATR distal), tipe-2 (ATR proksimal), dan tipe 4 (ATR hiperkalemia). ATR distal merupakan ATR yang disebabkan oleh defek pada tubulus distal ginjal, dimana defek ini menyebabkan gangguan pada sekresi ion hidrogen. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ATR tipe 1 dikaitkan dengan mutasi genetik. Mutasi genetik herediter dapat autosomal dominan atau autosomal resesif. Gambaran klinis dapat mencakup kelainan pertumbuhan tulang, kelemahan atau kelumpuhan otot, deposit kalsium di ginjal, anoreksia, muntah, konstipasi, diare, dehidrasi, dan poliuria. Telah dilaporkan kasus pasien wanita usia 19 tahun dengan keluhan utama kelemahan di kedua tangan dan kaki. Dari penelusuran klinis dan laboratorium  didapatkan hipokalemia dan berdasarkan pendekatan hipokalemia dengan HCO3- rendah dan pH urine >5,5, diagnosis pada pasien ini ditegakkan sebagai asidosis tubulus renal distal (ATRd).Kata kunci: ATR, ATRd,  asidosis metabolik, hiperkloremik, hipokalemia AbstractRenal tubular acidosis (RTA) is a condition caused by the inability of the kidneys to maintain normal pH differences between the blood and tubules lumen of the kidney. Renal tubular acidosis is a rare kidney tubulopathy. In this condition, urine acidification is caused by bicarbonate reabsorption, disruption of hydrogen ion excretion, or both, resulting in metabolic acidosis. RTA is characterized by metabolic acidosis with normal plasma anion, hyperchloremic gaps and normal glomerular filtration rates. RTA is divided into 3 main types, namely type 1 RTA (distal RTA), type-2 (proximal RTA), and type 4 (hyperkalemia RTA). Distal RTA caused by defects in the distal tubules of the kidney, where these defects cause interference with the hydrogen ion secretion. Several studies have shown that type 1 RTA is associated with genetic mutations. Hereditary genetic mutations can be autosomal dominant or autosomal recessive. Clinical features can include bone growth disorders, muscle weakness or paralysis, calcium deposits in the kidneys, anorexia, vomiting, constipation, diarrhea, dehydration, and polyuria. There has been a reported case of a 19-year-old female patient with a chief complaint weakness in both hands and feet. From clinical and laboratory investigations, it was found that hypopotassium and based on the hypokalemia approach with low HCO3- and urine pH >5,5, the diagnosis in this patient was established as a distal renal tubular acidosis (RTAd)  Keywords: RTA, RTAd ,metabolic acidosis, hypopotassium, hiperchloremic 
GITELMAN SYNDROME Yulistia Asmi; Harnavi Harun
HUMAN CARE JOURNAL Vol 5, No 2 (2020): Human Care Journal Special Edition
Publisher : Universitas Fort De Kock

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32883/hcj.v5i2.731

Abstract

Sindroma Gitelman, dikenal sebagai hipokalemia-hipomagnesemia familial, merupakan kelainan tubular autosom resesif yang ditandai dengan alkalosis metabolik, hipokalemik dengan hipomagnesemia dan hipokalsiuria. Sindrom Gitelman muncul pada usia remaja atau dewasa muda namun sering tidak terdiagnosis sampai dewasa. Sindroma Gitelman merupakan penyakit tubular renal yang paling sering pada ras kaukasian, dengan prevalensi 1:40000. Gejala klinis berupa cepat lelah dan kelemahan umum, tetani, parestesia, poliuria, atau nokturia. Sindrom Gitelman berat dapat berupa perubahan status mental, kejang, rabdomiolisis, kondrokalsinosis, dan aritmia ventrikel.  Telah dilaporkan pasien laki-laki usia 19 tahun  dengan keluhan utama lemah pada keempat anggota gerak disertai kram dan kesemutan, poliuria, nokturia, sesak nafas, dan berdebar-debar. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kekuatan motorik keempat ekstremitas menurun. Pemeriksaan penunjang  ditemukan kadar kalium serum 1,9 mmol/L, magnesium serum 1,5 g/dL, analisa gas darah kesan alkalosis metabolik, kalium urin 270 mmol/24 jam, magnesium urin 99,84 g/24 jam, kalsium urin 54,7 mg/24 jam, serta hitung transtubular K gradient sebesar 53,02. Terapi pada pasien adalah terapi substitusi dengan pemberian kalium intravena
Co-Authors Abdul Alim Rahimi Abdul Alim Rahimi Ade Asyari Ade Asyari Ade Sukma Ade Teti Vani Afdhol Falah Ajat Sudrajat Alexander Kam Alexander Kam Alexander Kam Alvarino Amelia Fitria Dewi Anandia Putriyuni Andikha Putra Annesa Fadella Arief Rinaldy Athif Abyaz Khalil Putra Avit Suchitra ayu pathya Dasman, Hardisman Deddy Canceria Suka Rahmatsyah Deka Viotra Deka Viotra Deka Viotra Deka Viotra Deka Viotra Deka Viotra Deka Viotra Deka Viotra Dela Hangri Jalmas Dessy Abdullah Dian Puspita Diana Melida Dional Setiawan Drajad Priyono Drajad Priyono Drajad Priyono Drajad Priyono Drajad Priyono Drajad Priyono Drajad Priyono Eryati Darwin Evelin Veronike Fauzar Fauzar Fauzar Fauzar Fauzar, Fauzar Febrianti Ika Kurnia Finny Fitry Yani Genta Pradana gina ariani Hannie Qalbina Syaiful Hannie Qalbina Syaiful Hardisman Dasman Husna Yetti Husna Yetti Ilmiawati Ilmiawati, Ilmiawati Indra, Syarif Indrapriyatna, Ahmad Syafruddin Irena Fathin Amelia Jalmas, Dela Hangri Jersivindo Ranazeri Jersivindo Ranazeri Kam Alexander Kam, Alexander Khairat AS Khairil Faiz Amir Khairil Faiz Amir Miftah Irramah Muhammad Iqbal Rivai Nadia Purnama D Nur Indrawaty Lipoeto Priyono, Drajad Putra, Mindy Pasuma Putri Lisna Radias Zasra Radias Zasra Rangga Lunesia Rapida Saragih Restu Susanti Rezki Sadeli Rini Yulia Rinita Amelia Rinita Amelia Rinita Amelia Rizkianto Imannual Rose Dinda Martini Roslaini Roslaini Roza Kurniati Roza Kurniati Roza Kurniati Roza Kurniati Roza Mulyana Ruhsyahadati Ruhsyahadati Selfi Renita Rusjdi Sjaaf Fidiariani Sofiani, Dinda Putri Sri Puji Rahayuningsih Suratman, Rivani Sintia Syaiful Azmi Syaiful Azmi Syaiful Azmi Syaiful Azmi Veronike, Evelin Vesri Yoga Vidiansyah, Achmad Viotra, Deka Yanuar Surya Saputra Poedjijo Yanuar Surya Saputra Poedjijo Yerizal Karani Yoga, Vesri Yudha E. Pratama Yudha Endra Pratama Yuliarni Syafrita Yulistia Asmi Yusti Siana Yusti Siana Zaki Mahmudi Dasril Zaki Mahmudi Dasril Zaki Mahmudi Dasril