Claim Missing Document
Check
Articles

Kajian Pustaka: Radang Rahim Menular pada Kuda Anindya, Ainaya Luthfi; Islamiati, Feren Salsabila; Dharmawan, I Wayan Chandra; Berutu, Fazral Anshari; Batan, I Wayan
Indonesia Medicus Veterinus Vol 12 (5) 2023
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19087/imv.2023.12.5.766

Abstract

Kuda yang terinfeksi bakteri Taylorella equigenitalis dapat mengalami penyakit Contagious Equine Metritis (CEM). Penyakit CEM adalah kondisi medis yang umumnya dikenal penyakit menular seksual pada kuda. Penyebab CEM pada mulanya disebut Contagious Equine Metritis Organism (CEMO), kemudian Haemophilus equigenitalis dan terakhir T. equigenitalis. Bakteri ini memiliki karakteristik Gram negatif dan berbentuk bacillus microaerophiliccocco. Pertumbuhan T. equigenitalis membutuhkan waktu minimal 48 jam hingga 13 hari, tetapi biasanya tidak lebih dari enam hari pada suhu 37°C pada media darah yang dipanasi dan diinkubasi dalam inkubator karbondioksida (CO2) 5-10%. Ukuran koloni bakteri T. equigenitalis sangat kecil, berdiameter 2-3 mm, berwarna abu-abu kekuningan, halus, dan tepinya rata. Bakteri T. equigenitalis tumbuh baik pada media peptone chocolate agar. Penularan T. equigenitalis pada umumnya menyerang kuda betina karena tertular oleh kuda jantan yang terinfeksi selama kawin alami. Namun, penularan T. equigenitalis juga dapat terjadi melalui perkawinan inseminasi buatan yang menggunakan cairan semen yang terinfeksi bakteri tersebut. Penularan bakteri ini juga dapat terjadi melalui transmisi fomites, yaitu melalui permukaan benda-benda yang tidak disengaja tertular selama penanganan kuda sehingga menjadi kontaminan. Pada kuda jantan, penyakit CEM tidak menunjukkan adanya tanda-tanda klinis, hal ini karena T. equigenitalis hanya mengkolonisasi alat kelamin luar hewan jantan, sehingga tidak menimbulkan respons imun pada tubuh hewan. Namun, berbeda pada kuda betina, bentuk akut penyakit ini memiliki gejala klinis yang ditandai dengan timbulnya keputihan mukopurulen dan peradangan yang dapat menyebabkan vaginitis, endometritis, servisitis, dan kemajiran (infertilitas) sementara atau kematian embrio dini. Penanganan pada hewan pembawa penyakit dapat dilakukan dengan membersihkan alat kelamin menggunakan disinfektan dan dikombinasikan menggunakan antimikroba lokal. Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengetahui perjalanan dan penanganan penyakit CEM berdasarkan berbagai sumber literasi.
Laporan Kasus: Penanganan Koinfeksi Skabiosis serta Toksokariosis dengan Sabun Belerang dan Pyrantel Pamoat pada Anak Kucing baskaradwaja, i gede mardawa; Batan, I Wayan; Erawan, I Gusti Made Krisna
Indonesia Medicus Veterinus Vol 12 (3) 2023
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19087/imv.2023.12.3.462

Abstract

Koinfeksi skabiosis dan toksokariosis terjadi pada anak kucing. Skabiosis merupakan penyakit kulit menular yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei atau Notoedres cati pada kucing. Toksokariosis yang terjadi pada kucing disebabkan oleh infeksi cacing Toxocara cati. Cacing T. cati adalah kelompok cacing nematoda yang sering ditemukan pada usus kucing. Hewan kasus adalah kucing lokal betina, berumur 2,5 bulan, dengan berat 0,73 kg. Kucing kasus mengalami perut membuncit (distensi abdomen), telinga teramati ada keropeng, kucing pasif, dan konsistensi fesesnya seperti pasta berwarna kuning kecoklatan. Pemeriksaan kerokan kulit (skin scrapping) pada telinga yang mengalami keropeng menunjukkan adanya tungau S. scabiei. Pada pemeriksaan feses dengan metode natif ditemukan telur cacing T. cati. Pemeriksaan penunjanng berupa hematologi rutin menunjukkan hewan kasus mengalami leukositosis dan anemia makrositik hipokromik ditandai dengan penurunan hemoglobin 8,3 (9,5-15,3 g/dL), penurunan MCHC 27,3 (13-21 g/dL), dan peningkatan MCV 54,2 (39-55 fL). Berdasarkan serangkaian pemeriksaan yang telah dilakukan, hewan kasus didiagnosis menderita penyakit skabiosis dan toksokariosis. Terapi yang diberikan adalah pengobatan antihelmitik menggunakan pyrantel pamoat dengan dosis 5 mg/kg bb secaraPO. Pengobatan suportif menggunakan vitamin B12 dan zat besi (Livron B-Plex® PT. Phapros Semarang, Indonesia) dengan dosis 1 tablet/ekor satu kali sehari secara peroral (PO). Pengobatan suportif menggunakan vitamin B12 dan zat besi dengan dosis 1 tablet/ekor satu kali sehari secara peroral (PO) selama 10 hari. Kucing kasus dimandikan tiga hari sekali dengan menggunakan sabun belerang. Setelah 14 hari pengobatan kucing kasus dinyatakan sembuh secara klinis.
Laporan Kasus: Keberhasilan Penanganan Mencret yang Positif Terinfeksi Virus Panleukopenia pada Kucing Kampung Dhika, I Gede Abijana Satya; Erawan, I Gusti Made Krisna; Batan, I Wayan
Indonesia Medicus Veterinus Vol 12 (4) 2023
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19087/imv.2023.12.4.576

Abstract

Seekor kucing kampung, berjenis kelamin betina, berumur tiga tahun, memiliki bobot badan 3 kg, dengan warna rambut abu-abu bercampur hitam, dibawa ke Klinik Sunset Vet Kuta dengan keluhan diare, muntah, dan nafsu makan menurun sejak dua hari sebelum datang berobat. Keadaan umum tampak lemas dan tidak aktif. Hasil pemeriksaan klinis menunjukkan suhu tubuh kucing kasus 40°C, Capillary Refill Time (CRT) >2 detik. Hasil pemeriksaan hematologi menunjukkan sel darah putih, limfosit, dan neutrofil menurun, diikuti dengan penurunan pada trombosit. Pemeriksaan test kit menunjukkan positif antigen Feline Panleukopenia Virus (FPV). Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, maka kucing kasus didiagnosis menderita FPV. Pengobatan yang diberikan adalah terapi suportif berupa infus Ringer Lactate (RL) sejumlah 370 mL/24jam lalu dilanjutkan dengan cairan RL manitenance 50 mL/kg BB/hari secara intravena (IV), antibiotik berupa metronidazole dengan dosis 15 mg/kg BB (IV) dua kali sehari selama satu minggu, ranitidine dengan dosis 2 mg/kg BB (IV) dua kali sehari selama satu minggu, maropitant dengan dosis 1 mg/kg BB (IV) satu kali sehari selama satu minggu, tolfenamic acid dengan dosis 4 mg/kg BB (IM) dua kali sehari selama satu minggu. Setelah pemberian pengobatan selama satu minggu menunjukkan perkembangan yang baik dengan adanya perbaikan keadaan umum yaitu kucing mulai aktif kembali dan nafsu makan kembali normal serta suhu tubuh 38,5°C dan CRT <2 detik.
Kajian Pustaka: Mendiagnosis Kejadian Stenosis Pilorus pada Anjing Maranata, Pieter Mbolo; R, Ni Wayan Ayu; Christiani, Zefanya; Br Sembiring, Irene Cristina; Batan, I Wayan
Indonesia Medicus Veterinus Vol 12 (2) 2023
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19087/imv.2023.12.2.335

Abstract

Penyakit stenosis pilorus atau disebut juga gastropati pilorus hipertrofik kronis merupakan kejadian menyempitnya bagian lumen pilorus yang dikarenakan penebalan pada lapisan mukosa atau lapisan otot. Tanda klinis yang muncul pada anjing yang mengalami penyakit ini adalah muntah projektil, lemas, dan dehidrasi. Pada kasus kronis sering terjadi penurunan berat badan dan muntah yang berulang. Diagnosis penyakit ini dapat dilakukan dengan menggunakan radiografi dan ultrasonografi. Salah satu hal yang menciri pada kejadian pilorus stenosis adalah ditemukannya massa radiopak dengan ukuran bervariasi pada lambung anjing yang disebut dengan tanda gravel. Pemeriksaan menggunakan ultrasonografi lebih sensitif dikarenakan dapat mengamati kontraktibilitas antrum gastrik, pengosongan gastrik, aliran transpilorik, adanya benda asing, serta mengukur ketebalan dinding gastrik. Penanganan stenosis pilorus biasanya dilakukan tindak pembedahan dengan metode piloroplasti dan piloromiotomi. Prognosis kasus ini tergantung pada penyebab yang mendasarinya, tetapi hasil operasi pada anjing dapat dikatakan baik dan tidak menimbulkan gejala muntah dan distensi abdomen pascaoperasi.
Laporan Kasus: Pneumonia Disertai Infiltrasi Interstisial Noduler Non-Efusif pada Kucing Peliharaan Menyerupai Feline Infectious Peritonitis Nurmayani, Seli; Batan, I Wayan; Krisna Erawan, I Gusti Made
Indonesia Medicus Veterinus Vol 12 (5) 2023
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19087/imv.2023.12.5.722

Abstract

Pneumonia adalah peradangan pada paru-paru dan saluran udara yang menyebabkan terjadinya kesulitan bernapas dan kekurangan oksigen dalam darah. Beragam penyebab pneumonia telah dilaporkan, tetapi penyebab paling umum adalah infeksi virus pada saluran pernapasan bagian bawah. Salah satu virus penyebab pneumonia adalah Feline infectious peritonitis virus (FIPV) yang merupakan mutasi dari Feline Corona Virus (FeCoV). Pada kasus FIP, pyogranulomatous pneumonia tampak secara radiografis sebagai infiltrat paru interstisial yang menyebar, tidak jelas, tidak merata atau noduler. Seekor kucing jantan berumur lima bulan dengan bobot badan 2,35 kg bernama Dana diperiksa di klinik Estimo karena mengalami muntah, diare, anoreksia, dan kelemahan. Pemeriksaan fisik menunjukkan kucing mengalami demam, dehidrasi sedang, dan takipnea dengan tipe pernapasan abdominal dan suara napas abnormal. Pemeriksaan radiografi toraks menunjukkan adanya infiltrat paru interstitial yang menyebar di seluruh bagian paru secara tidak merata atau berbentuk noduler. Hasil pemeriksaan darah lengkap menunjukkan semua parameter masih dalam nilai normal. Hasil pemeriksaan kimia serum menunjukkan kucing kasus mengalami hiperglikemia, Blood Urea Nitrogen, kreatinin rendah, dan penurunan rasio serum albumin-to-globulin (A/G<0,8). Berdasarkan anamnesis, tanda klinis, dan pemeriksaan penunjang, kucing kasus didiagnosis mengalami pneumonia yang mirip dengan pyogranulomatous pneumonia pada FIPV. Penanganan yang dilakukan pada kucing kasus yaitu pemberian oksigen dengan oxygen concentrator, terapi cairan intravena untuk mengatasi dehidrasi, pemberian hematodin (1 mL/hari, IV) dan vitamin C (1 mL/hari, IM) sebagai terapi suportif. Prednisolone (1 mg/kg BB, q24h, IM) diberikan pada hari pertama perawatan. Antibiotik Cefotaxime (35 mg/kg BB, q8h, IV) diberikan untuk mengatasi infeksi sekunder. Aminophylline (4 mg/kg BB, q8h, IV) sebagai bronkodilatator. Kucing kasus mengalami perbaikan kondisi setelah empat hari dirawat di klinik dan pemilik memutuskan untuk membawa pulang.
Laporan Kasus: Kolitis Hemoragik pada Kucing Ras Sphinx Akibat Infeksi Protozoa dan Bakteri Qutrotu ain, Salsabila; Batan, I Wayan; Erawan, I Gusti Made Krisna
Indonesia Medicus Veterinus Vol 12 (3) 2023
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19087/imv.2023.12.3.387

Abstract

Infeksi kolon oleh bakteri dan parasit merupakan penyebab sebagian besar kasus diare tipe inflamasi dengan gejala klinis buang air besar yang purulen, berdarah, dan berlendir. Seekor kucing ras Sphinx berjenis kelamin jantan umur satu tahun, berat badan 4 kg mengalami diare selama tiga bulan, konsistensi feses sangat lembek, serta adanya darah dan cairan mukus seperti lendir. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan Capillary Refill Time (CRT) normal, dan suhu 38,6°C. Hasil pemeriksaan feses menunjukkan adanya infeksi protozoa dan bakteri. Pemeriksaan Complete Blood Count (CBC) menunjukkan nilai White Blood Cell (WBC) meningkat jauh dari nilai normal. Kucing didiagnosis mengalami infeksi protozoa dan bakteri. Terapi yang diberikan pada kucing kasus adalah pemberian amoxicillin (10 mg/kg BB setiap 12 jam selama 7 hari), metronidazole (25 mg/kg BB setiap 12 jam selama 7 hari), vitamin B12 (25 mcg/ekor setiap 24 jam selama 7 hari), dan penggantian pakan dengan wet food khusus gastrointestinal. Pada hari keempat pasca-pengobatan feses kucing kasus mulai memadat, sedikit lembek, tidak disertai darah dan mukus. Pada hari ketujuh, kondisi kucing kasus semakin membaik ditandai dengan konsistensi feses yang padat, tidak disertai darah dan mukus. Pemeriksaan lebih lanjut penting dilakukan untuk mengidentifikasi protozoa yang menyerang kucing kasus dan untuk mengetahui sub-kelompok E. coli yang menyerang kucing kasus jika penyakit tersebut terulang kembali.
Laporan Kasus: Infeksi Anaplasma pada Anjing Dachshund Betina dengan Gejala Muntah-Muntah dan Pembesaran Abdomen di Kota Denpasar, Bali Mesquita, Nelviana; Erawan, I Gusti Made Krisna; Batan, I Wayan
Indonesia Medicus Veterinus Vol 12 (4) 2023
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19087/imv.2023.12.4.525

Abstract

Anaplasmosis adalah penyakit yang ditularkan melalui vektor yang disebabkan oleh bakteri obligat intraseluler Gram negatif, genus Anaplasma spp., famili Anaplasmataceae. Seekor anjing ras dachshund, telinga panjang menggantung, kaki pendek, dada dan abdomen relatif panjang, memiliki warna rambut hitam, berjenis kelamin betina, bernama Bacco, berumur dua tahun dengan bobot badan 2 kg memiliki riwayat mengalami muntah air berkali-kali, dan nafsu makan menurun. Hasil pemeriksaan klinisnya anjing lemas, mukosa mulut pucat, dan perut membesar. Pemeriksaan hematologi rutin menunjukkan anjing kasus mengalami leukositosis anemia normositik hipokromik, trombositopenia, neutrofilia, dan limfositosis. Pemeriksaan dengan test kit menunjukkan pada darah anjing kasus terdeteksi antibodi Anaplasma spp. sehingga anjing kasus didiagnosis menderita anaplasmosis dengan prognosis fausta. Hasil radiografi menunjukkan adanya gas di bagian usus besar. Anjing kasus dirawat inap selama empat hari. Terapi yang diberikan berupa cairan fisiologis sodium chloride 120 mL/hari, doxycycline 10 mg/kg BB SID PO selama 4 hari, ampicillin sodium 20 mg/kg BB BID IM selama 4 hari, ondansetron 0,4 mg/kg BB BID IM selama 4 hari, ranitidine 2 mg/kg BB BID IV, hematodin 1 mL/kg BB SID IV selama 4 hari, transfer factor 1 tablet SID PO selama 4 hari, cephalexin 15 mg/kg BB BID PO selama 7 hari, cimetidine 10 mg/kg BB BID PO selama 7 hari. Pada hari kedua, anjing kasus mulai menunjukkan hasil yang memuaskan yang ditandai dengan ukuran abdomen sudah normal, nafsu makan baik, dan mulai aktif.
Laporan Kasus : Penyakit Saluran Kemih Bagian Bawah Disertai Kristal Struvit pada Urin Anjing Basset Hound Betina Coornelia, Gledys; Batan, I Wayan; Erawan, I Gusti Made Krisna
Indonesia Medicus Veterinus Vol 12 (3) 2023
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19087/imv.2023.12.3.474

Abstract

Penyakit saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinary Tract Disease (LUTD) pada anjing merupakan kejadian yang sering terjadi. Hewan kasus adalah seekor anjing ras basset hound betina, berumur sembilan tahun. Nafsu makan anjing kasus menurun (anoreksia), aktivitas berkurang (pasif), terjadi pembesaran abdomen (distensi abdomen), mengejan saat urinasi (stranguria), mengalami kencing berdarah (hematuria) sejak empat hari sebelumnya, dan tidak ada urinasi setelahnya (anuria). Pada pemeriksaan fisik menunjukkan anjing masih responsif, suhu tubuh anjing 39,5ºC, detak jantung 128 kali/menit, pulsus 128 kali/menit, frekuensi napas 32 kali/menit, memberan mukosa mulut berwarna merah muda, Capillary Refill Time (CRT) kurang dari dua detik, dan turgor kulit normal. Anjing kasus tampak lesu, terlihat membungkuk, adanya pembesaran pada abdomen dan saat dilakukan palpasi terasa kencang pada daerah vesika urinaria, anjing tidak merasakan nyeri. Hasil pemeriksaan hematologi rutin menunjukkan terjadi leukositosis dengan hasil 22,9 10^3/?L (nilai rujukan 6-17) dan anemia normositik normokromik dengan nilai Red Blood Cell 4,27 10^6/?L (nilai rujukan 5,5-8,5), Hemoglobin 8,5 g/dl (nilai rujukan 11-19), MCH 19,9 Pg (nilai rujukan 20-25) pada anjing kasus. Pemeriksaan uji dipstik menunjukkan tingkat keasaman (pH) urin adalah 8, leukosit (-), protein (+++), darah/blood (+), dan berat jenis (1.040). Pada pemeriksaan sedimen urin ditemukan adanya kristal struvit. Hasil pemeriksaan ultrasonografi (USG) menunjukkan adanya partikel–partikel benda asing yang diduga kalkuli pada vesika urinaria. Berdasarkan serangkaian pemeriksaan yang telah dilakukan, hewan kasus didiagnosis menderita penyakit saluran kemih bagian bawah. Terapi yang diberikan adalah antibiotik (cefotaxime dengan dosis terapi 22 mg/kg bb, cefadroxil monohydrate dengan dosis terapi 22 mg/kg bb), pemberian antiradang (dexamethasone dengan dosis 0,25 mg/kg bb), dan pemberian obat herbal kejibeling. Anjing mengalami perbaikan kondisi setelah diberikan terapi selama tujuh hari ditandai dengan urinasi menjadi lancar tanpa hematuria dan tidak ada tanda-tanda nyeri pada saat urinasi.
Laporan Kasus: Dermatofitosis pada Anjing Peranakan Scottish Terrier di Kota Denpasar, Baliatofitosis pada Anjing Peranakan Scottish Terrier Distira, Luh Ayu Yasendra; Batan, I Wayan; Erawan, I Gusti Made Krisna; Putriningsih, Putu Ayu Sisyawati
Indonesia Medicus Veterinus Vol 12 (5) 2023
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19087/imv.2023.12.5.678

Abstract

Dermatofitosis pada anjing adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh kapang dermatofita yang terdiri atas genus Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton. Dermatofitosis dapat menyerang anjing semua umur. Biasanya agen kapang muncul karena tempat yang lembab. Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk dapat meneguhkan diagnosis dari pemeriksaan klinis dan penunjang, serta untuk dapat memberikan terapi yang tepat sesuai penyakit yang ditemukan. Seekor anjing jantan peranakan scottish terrier berumur satu tahun dengan bobot badan 12 kg dibawa ke Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, dengan keadaan alopesia dan eritema hampir di sekujur tubuhnya. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya krusta, pustula pada bagian ekstremitas kranial dan kaudal, papula pada bagian dorsal, hiperpigmentasi pada dorsal tubuh, dan sisik. Anjing kasus menunjukkan tingkat pruritus yang tinggi. Hasil pemeriksaan hematologi menunjukkan tidak adanya perubahan yang berarti pada parameter darah. Pemeriksaan histopatologi biopsi kulit menunjukkan adanya infiltrasi sel radang. Pada pemeriksaan dengan wood’s lamp terlihat adanya pendaran berwarna hijau kekuningan pada hampir seluruh bagian tubuh. Anjing kasus didiagnosis menderita dermatofitosis dan diterapi dengan menggunakan oclacitinib (5,6 mg/ekor, PO, q12h), amoxicillin trihydrate (10 mg/kg BB, PO, q24h) dan dexaharsen (0,2 mg/kg BB, IM, q24h) diberikan selama lima hari. Ketoconazole 2% diberikan dua kali sehari dengan cara dioles secara langsung pada bagian spot-spot yang terlihat. Pasca terapi hari ke-14, anjing kasus menunjukkan hasil yang baik, eritema sudah mulai berkurang dan rambut sudah mulai tumbuh dengan baik. Hal ini juga diamati dengan adanya perubahan lesi makroskopik dan pengamatan dari histopatologi biopsi kulit yang dilakukan pasca terapi.
Kajian Pustaka : Kasus Megacolon pada Anjing Narendri, Kadek Anggita Puspa; Suprabha, Kadek Dewi; Ruslie, Sabella Ivana; Akbar, Muhammad Wilmar; Batan, I Wayan
Indonesia Medicus Veterinus Vol 12 (2) 2023
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19087/imv.2023.12.2.324

Abstract

Salah satu hewan kesayangan yang perlu mendapat perhatian untuk dipelihara dan dikembangbiakkan adalah anjing. Anjing merupakan salah satu hewan kesayangan yang perlu mendapatkan perhatian dalam pemeliharaan dan perkembangbiakannya. Sebagai hewan kesayangan, anjing mempunyai daya tarik tersendiri karena bentuk tubuh, mata, dan warna rambut yang beranekaragam. Dengan kelebihan-kelebihan tersebut, maka anjing dapat dikembangkan dan dibudidayakan. Banyak pula pemilik anjing yang kekurangan informasi mengenai penyakit-penyakit anjing, padahal banyak penyakit yang jika tidak segera ditangani oleh pihak medis bisa menimbulkan komplikasi penyakit salah satunya penyakit megacolon. Megacolon adalah adanya benda asing yang bercampur dengan kotoran atau yang menyumbat bagian usus besar. Hal ini terjadi akibat kurang gerak, adanya perubahan pada litter box (kotor, perubahan letak, dan ganti dengan yang baru), stres, fraktur (patah) atau dislokasi tulang panggul, abses daerah perineal, tumor, atresia rektal, spinal cord disease,congenital spinal anomaly, paraplegia (paralisis/lumpuh bagian tubuh belakang), central nervous system dysfunction, gangguan sistem saraf otonom, idiopathic megacolon, hipokalemia, dehidrasi, kelemahan otot yang ada kaitannya dengan penyakit lain, dan pemberian obat-obatan seperti antikolinergik, antihistamin, diuretik, dan barium sulphate. Dapat dilihat dari 6 kasus megacolon pada anjing menunjukkan gejala klinis yang hampir sama, yaitu nafsu makan menurun, penurunan bobot badan, dan sering muntah. Pencegahan dan pengobatan yang dapat dilakukan dengan obat pencahar (Bisacodyl), prokinetika (Cisapride) dan katarsis (laktulosa) harus dimulai. Pengobatan pascaoperasi, terapi antibiotik, dan vitamin secara parenteral juga dilakukan.
Co-Authors - HERBERT Abdul Azis Nasution Abdul Azis Nasution Abdul Azis Nasution Abriansyah, Mohammad Ghaiz Adrian Hasan Rahmatullah Adryani Ris Agung, Mochamad Bale Aida Lousie Tenden Rompis Ainaya Luthfi Anindya Aisjiah Girinda Akbar, Muhammad Wilmar Al Ma'arif, M. Farhan Amar Wira Anindya, Ainaya Luthfi Annas Farhani Apsari, Ni Wayan Diah Archie Leander Maslim Ariandoko, Ariandoko Arief Boediono Azizah, Hidayatul Baiti, Nur baskaradwaja, i gede mardawa Berutu, Fazral Anshari Betharia Criselda Fanggidae Bhala, Anastasia BIBIANA W LAY Bibiana W Lay Bili, Maria Dolorosa Leta Bolla, Nelci Elisabeth Br Sembiring, Irene Cristina Bravanasta Glory Rahmadyasti Utomo Budiartawan, I Komang Alit Burhan, Haris Calvin Iffandi Calvin Iffandi Calvin Iffandi Caroline, Grace Christiani, Zefanya Coornelia, Gledys Daud, Richard Christian Dayanti, Marissa Divia Dharmawan, I Wayan Chandra Dhayanti, Ni Luh Evy Dhika, I Gede Abijana Satya Diana Mustikawati Diana, Kadek Leni Martha Distira, Luh Ayu Yasendra Ekowati Handayani Eldarya Envisari Depari Elpira Sukaratha, Elpira Emy Sapta Budiari Ene, Theresia Eustokia Yulisa Madu, Eustokia Yulisa FERDANIAR FAKHIDATUL ILMI Findri Andriani, Findri Firdaus, Muchammad Wildan Florensia, Dheadora Freitas, Merlinde da Costa Ginting, Regina Bonifasia Br Harvani, Bq. Harvani, Bq. Harvani Herbert . Herbert . Hernomoadi Hoeminto Humaira, Sarah Hutagaol, Wanda Della Oktarin I Gede Soma I Gusti Agung Gede Putra Pemayun I Gusti Made Krisna Erawan I Ketut Gunata I Ketut Suada I Ketut Suatha I Made Kardena I Made Suma Anthara i Nengah Wandia I Nyoman Suarsana I Nyoman Suartha I Putu Cahyadi Putra, I Putu Cahyadi I Putu Gede Yudhi Arjentinia I Putu Sampurna I Wayan Syartama Hadi Nugraha I Wayan Wirata Ida Bagus Ketut Indra Permana Ihtifazhuddini, Fiqi Manaya Tibyana imam sobari Imam Sobari Indrawan, Hieronimus INNA RAKHMAWATI Islamiati, Feren Salsabila Ita Djuwita Juniartini, Wieke Sri Kadek Karang Agustina Kakang, Dorteany Mayani Ketut Adnyane Mudite Kusumaning Arumsari Wimbavitrati Lailia, Milda Lase, Linus Putra Jaya Lestari, Devi Latifah Puji Luh Putu Listriani Wistawan Made Suma Anthara Maha Arta, I Komang Wira Kusuma Maha Putra, Anak Agung Gede Wahyu Mahaputra, I Made Mahasanti, I Gusti Puji Ayu Mahindra, Aditya Try Makrina Weni Misa Maranata, Pieter Mbolo Margaretha, Aloysiana Mas ruroh, Mas Mesquita, Nelviana Minda Nealma Mochammad Imron Awalludin Mu'ayyanah, Siti Muazdzam Lil Abrori Narendri, Kadek Anggita Puspa Natalia, Grace Kristin Nazara, Agustina Lesmauli Ni Nyoman Sutiati Ni Nyoman Widiasih Ni Wayan Listyawati Palgunadi Ni Wayan Listyawati Palgunadi Ni Wayan Sri Wiyanti Nicolas Yarisetouw, Nicolas Ningrum, Ni Made Adinda Arya Nining Handayani Nining Handhayani Novianti, Syinthia Arya Nugraha, Elisabeth Yulia Nurmayani, Seli Nurrohman, Fahmi Galuh NURUL FAIZAH Nurul Faiziah Nurul Faiziah Nurul Masyita, Nurul Oktaviviani, Syafiana Fairizca Paramita, Putu Wahyuni Patabang, Denselina Lilis Permatasari, Serly Nur Indah PRANSIKA EKSY YONITA Pratama, Rendi Tegar Priharyanthi, Luh Komang Ayu Puteri Puri Prihatiningsih, Nur Liliana Purwitasari, Made Santi Pusparini, Ni Putu Dyah Prashanti Putera, I Gusti Ngurah Dwipayana Putra, Widihantoro Gunawan Putri, Dwi Aprilia Putu Ayu Sisyawati Putriningsih Putu Devi Jayanti Putu Wirat Qutrotu ain, Salsabila R, Ni Wayan Ayu Rasdi yanah Rasdiyanah . Rasdiyanah . Rastiti, Ni Made Remontara, Al Afuw Niha Resman, Martin Pedro Krisenda Ridwan, Isabella Anjari Riesta, Baiq Deby Aprila Riza, Devand Ainur Robi, I Made Ruslie, Sabella Ivana Sadipun, Elizabeth Liliane Sari, Yeni Ratna Sayu Raka Padma Wulan Sari Septianingsih, Rayni Septianira, Firnanda Silaban, Root Elisa Sousa, Rojelio Dias Trindade Sri Kayati Widiastuti, Sri Kayati Sri Kayati Widyastuti Sri Milfa Sri Milfa Sukoco, Hendro Supar - Supar . Suprabha, Kadek Dewi Suwartama, Beny Takariyanti, Dzikri Nurma'rifah Tama, Kevin Tri Tjokorda Sari Nindhia Umi Reston Utami, IGA Monica Rizki Utomo, Bravanasta Glory Rahmadyasti Utomo, Kurniawan Cahyo Wahono Esti Prasetyaningtyas Wahono Esti PrasetyoningtyaserB Wardani, Putu Intan Kusuma Wirawan, I Gede Yogiana, Wayan Yundari, Yundari Yunita Lestyorini Yunita Lestyorini