Claim Missing Document
Check
Articles

PERCERAIAN SEBAGAI UPAYA EMERGENCY EXIT DALAM TINJAUAN SADD AL DZARIAH Teresa, Teresa; Zaelani, Abdul Qodir; Hermanto, Agus
ADHKI: JOURNAL OF ISLAMIC FAMILY LAW Vol. 4 No. 1 (2022): ADHKI: Journal of Islamic Family Law
Publisher : Indonesian Association of Islamic Family Law Lecturers

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37876/adhki.v4i1.105

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor apa saja yang melatarbelakangi terjadinya perceraian, dampak dari percerain tersebut kemudian upaya apa saja yang dilakukan  untuk mencegah terjadinya perceraian sehingga angka perceraian tidak meningkat. Tujuan perkawinan dalam UU Perkawinan adalah membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal, sehingga seharusnya rumah tangga tersebut bisa seterusnya hingga maut yang memisahkan, jika perselisihan di dalam rumah tangga tidak dapat diselsaikan maka akan menjadi pemicu dalam percerain, Penelitian ini merupakan kajian pustaka, jenis penelitian kualitatif menggunakan pendekatan sadd al dzariah. Hasil penelitian ini adalah faktor yang melatarbelakangi perceraian ada 13 faktor terdapat pasal 116 Kompilasi Hukum Islam (KHI), banyak dampak dari perceraian bukan hanya pada suami dan isteri tetapi kepada anak-anak dari hasil pernikahan mulai dari perkembangan juga pendidikan anak, berbagai upaya yang dilakukan mulai dari keluarga, peran pemerintah, serta masyarakat yang harus mendukung untuk mengurangi terjadinya perceraian sehingga cerai bener-benar menjadi alternatif terakhir dalam permasalahan rumah tangga apabila tidak ditemukannya jalan lagi.
LARANGAN PERNIKAHAN BEDA AGAMA DI INDONESIA DAN RELEVANSINYA DENGAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Zaelani, Abdul Qodir; Rinaldo, Edward
ADHKI: JOURNAL OF ISLAMIC FAMILY LAW Vol. 4 No. 2 (2022): ADHKI: Journal of Islamic Family Law
Publisher : Indonesian Association of Islamic Family Law Lecturers

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37876/adhki.v4i2.106

Abstract

Diskursus tentang perkawinan beda agama masih saja menjadi topik yang selalu diperbincangkan oleh para pemikir Islam sampai saat ini seiring masih banyaknya umat Islam di Indonesia yang melaksanakannya. Tulisan ini akan mencoba meneliti tentang bagaimana status larangan nikah kepada non muslim dalam hal ini yang dimaksud adalah beda agama serta relevansinya dengan Fatwa MUI di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan sumber data pustaka (library reseaach). Hasil penelitian menunjukkan bahwa para ulama tafsir dan fuqaha sepakat tentang dilarangnya bagi laki-laki muslim menikahi wanita musyrik dan kafir dan begitu pula wanita muslimah dilarang dikawini oleh lelaki musyrik dan kafir. Untuk konteks Indonesia sendiri MUI telah mengeluarkan Fatwa tentang keharaman bagi umat Islam baik laki-laki dan perempuan untuk menikahi wanita dan laki-laki non-muslim baik mereka yang Ahli Kitab maupun tidak. Fatwa MUI No.4/Munas/VII/MUI/8/2005 tentang Perkawinan Beda Agama menyatakan setelah mempertimbangkan bahwa perkawinan beda agama sering menimbulkan keresahan di tengah masyarakat dan mengundang perdebatan diantara sesama umat Islam. Fatwa MUI ini masih sejalan dengan sumber hukum keluarga Islam di Indonesia UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam yang melarang perkawinan beda agama.
The Integrated Model of Religious Moderation: Quantifying the Impact of Religiosity, Academic Culture, and Learning Environment among Indonesian Muslim Graduate Students Akmansyah, Muhammad; Faisal, Agus; Zaelani, Abdul Qodir; Mujahid, Amin
Madania: Jurnal Kajian Keislaman Vol 29, No 1 (2025): JUNE
Publisher : Universitas Islam Negeri (UIN) Fatmawati Sukarno Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/madania.v29i1.7770

Abstract

This study addresses the urgent need to counter religious radicalization by examining how religiosity, academic culture, and learning environments shape moderate Muslim character among Indonesian graduate students, aligning with national and global peacebuilding goals. Using a quantitative approach, data from 147 postgraduate students at UIN Raden Intan Lampung were analyzed via Structural Equation Modeling (SEM-PLS). Results revealed significant positive effects of religiosity (β = 0.41, p < 0.001), academic culture (β = 0.34, p = 0.001), and learning environment (β = 0.22, p = 0.003) on fostering moderation, collectively explaining 53.9% of its variance. Religiosity emerged as the strongest predictor, underscoring its role in cultivating inclusive attitudes, while academic practices (e.g., critical discourse) and supportive learning settings reinforced tolerance and anti-violence values. The findings propose an integrated model where spiritual, intellectual, and environmental dimensions synergize to nurture moderation, offering actionable insights for educators and policymakers to design holistic strategies against extremism. However, the single-institution sample limits generalizability, necessitating future studies across diverse universities and, qualitative explorations of contextual factors like socio-economic dynamics or media influence. By bridging theoretical and practical gaps, this research advocates harmonizing higher education systems to empower moderate Muslim leaders, advancing Indonesia’s multicultural harmony and contributing to Sustainable Development Goals (SDGs) on peace. The study underscores the imperative of embedding inclusive pedagogies and values-driven academic cultures to sustain social cohesion in pluralistic societies. Penelitian ini merespons kebutuhan mendesak dalam mengatasi radikalisasi agama dengan menelaah kontribusi religiusitas, budaya akademik, dan lingkungan pembelajaran dalam pembentukan karakter Muslim moderat di kalangan mahasiswa pascasarjana, sejalan dengan upaya perdamaian nasional dan global. Menggunakan pendekatan kuantitatif, data dari 147 mahasiswa UIN Raden Intan Lampung dianalisis melalui Structural Equation Modeling (SEM-PLS). Hasil menunjukkan pengaruh signifikan religiusitas (β = 0,41, p < 0,001), budaya akademik (β = 0,34, p = 0,001), dan lingkungan pembelajaran (β = 0,22, p = 0,003) terhadap pembentukan sikap moderat, secara kolektif menjelaskan 53,9% varian. Religiusitas menjadi prediktor terkuat, menegaskan perannya dalam menumbuhkan inklusivitas, sementara praktik akademik (misal: diskursus kritis) dan lingkungan belajar kolaboratif memperkuat nilai toleransi dan anti-kekerasan. Temuan ini menyajikan model terintegrasi yang mensinergikan dimensi spiritual, intelektual, dan lingkungan untuk mendorong moderasi, memberikan rekomendasi praktis bagi pendidik dan pembuat kebijakan dalam merancang strategi holistik melawan ekstremisme. Namun, sampel terbatas pada satu institusi mengurangi generalisasi, sehingga penelitian lanjutan perlu mencakup universitas beragam dan mengeksplorasi faktor kontekstual (seperti dinamika sosio-ekonomi atau pengaruh media) secara kualitatif. Dengan menjembatani kesenjangan teoritis dan praktis, penelitian ini mendorong harmonisasi sistem pendidikan tinggi untuk memberdayakan pemimpin Muslim moderat, mendukung harmoni multikultural Indonesia dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) tentang perdamaian. Studi ini menegaskan pentingnya mengintegrasikan pedagogi inklusif dan budaya akademik berbasis nilai guna memelihara kohesi sosial di masyarakat majemuk.
Dekonstruksi Citra Keluarga Sakinah Dalam Pernikahan Dengan Pasangan Narcissistic Personality Disorder Dalam Sudut Pandang Hukum Islam Wati, Dewi Setio; Nurnazli, Nurnazli; Zaelani, Abdul Qodir
JUSTICIA SAINS - Jurnal Ilmu Hukum Vol 10, No 1 (2025): JUSTICIA SAINS: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24967/jcs.v10i1.4009

Abstract

This study examines the impact of Narcissistic Personality Disorder (NPD) on achieving a harmonious family in marriage, and reviews the approach of Islamic family law and psychology in dealing with the problem. This study uses a library study method, This study describes how NPD characteristics, such as egoism and lack of empathy, can disrupt household harmony. In addition, this study also discusses the role of Islamic family law in providing protection for couples involved in marriages with individuals who have NPD characteristic disorders. The results of the study show that marriage with an NPD partner often creates emotional and psychological imbalances that hinder the achievement of a harmonious family, so it requires a multidisciplinary approach to resolve it
Pandangan Hukum Islam Terhadap Komunikasi Interpersonal Pasangan Suami Dan Istri Dalam Menentukan Jumlah Anak Adawiyah, Robiatin; Zaelani, Abdul Qodir; Nurnazli, Nurnazli; Pujianti, Etika
JUSTICIA SAINS - Jurnal Ilmu Hukum Vol 10, No 1 (2025): JUSTICIA SAINS: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24967/jcs.v10i1.4008

Abstract

This study aims to examine how interpersonal communication between husband and wife plays a role in decision-making regarding the number of children, viewed from the perspective of Mubādalah. This study uses a qualitative descriptive method with a library research approach, which examines various literature such as books, journal articles, and other relevant references. The results of the study indicate that effective interpersonal communication is characterized by openness, empathy, the ability to listen actively, honesty in expressing opinions, and emotional support has a major influence on the negotiation process and joint decision-making regarding the number of children. The Mubādalah perspective provides a theological and ethical framework in building equal partnerships, as well as correcting hierarchical relationship patterns that often place women's voices in a less prioritized position. By using the principle of Mubādalah, the decision on the number of children is not only understood as a technical issue, but also as a spiritual and moral discourse, where husband and wife have equal responsibility and authority in conveying their hopes, concerns, and limitations. This mutually respectful communication is the foundation for the formation of a harmonious and democratic family.]