Claim Missing Document
Check
Articles

Found 25 Documents
Search

PENGARUH PEMBERIAN GLISEROL DALAM MEDIUM TRIS KUNING TELUR TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA SAPI ACEH SETELAH PEMBEKUAN (The Effect of Giving of Glycerol into Tris-Yolk Medium to the Aceh Cattle Spermatozoa after Freezing) silvia rizki; dasrul dasrul; hamdan hamdan; juli melia; ginta riady; mulyadi adam
JURNAL ILMIAH MAHASISWA VETERINER Vol 2, No 2 (2018): FEBRUARI - APRIL
Publisher : JURNAL ILMIAH MAHASISWA VETERINER

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (365.079 KB) | DOI: 10.21157/jim vet..v2i2.7063

Abstract

Spermatoza yang melalui proses pembekuan seringkali mengalami kerusakan karena terbentuknya kristal es. Pembentukan kristal es dapat menyebabkan penurunan kualitas spermatozoa pasca thawing terutama penurunan motilitas. Penambahan krioprotektan dalam pengencer dapat meminimalisir kerusakan sel. Salah satu jenis krioprotektan yang sering digunakan pada pembekuan semen adalah gliserol. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh penambahan gliserol dalam pengencer Tris Kuning Telur (TKT) terhadap kualitas spermatozoa (motilitas, spermatozoa hidup, dan MPU) sapi aceh  yang disimpan dalam nitrogen cair. Desain penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 3 perlakuan dan 6 pengulangan. Pengamatan kualitas spermatozoa dilakukan setelah pembekuan di dalam nitrogen cair. Data dianalisis dengan uji Analysis of Variance (ANOVA) pola satu arah. Hasil kualitas spermatozoa pada masing-masing konsentrasi gliserol (3%, 5%, dan 7%) berturut-turut untuk hasil motilitas sebesar: 17,17±12,17%, 51,17±11,13%, dan  33,33±8,76%; hasil spermatozoa hidup sebesar: 22,50±15,41%, 56,33±8,98%, dan 42,50±6,35%; hasil MPU sebesar: 31,42±17,90%, 61,50±10,82%, dan 42,50±12,14%. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penambahan gliserol dalam pengencer Tris Kuning Telur dapat mempertahankan kualitas spermatozoa (motilitas, spermatozoa hidup, dan MPU) sapi aceh setelah pembekuan. Penambahan gliserol dengan konsentrasi 5% dalam pengencer Tris Kuning Telur paling baik dalam mempertahankan kualitas spermatozoa sapi aceh dibandingkan dengan konsentrasi 3% dan 7% (Freezing spermatozoa are often experiencing the damage by the formation of ice crystal. The formation of ice crystal leads to the quality reduction of post-thawing spermatozoa especially reducing motility. The addition of cryoprotectant in the diluent can minimize cell damage. One of the most common cryoprotectant type that was used in sement freezing is glycerol. This research aims to examine the influence of the addition of glycerol in tris-yolk, or known as Tris Egg Yolk (TKT) to the quality of spermatozoa (motility, live spermatozoa, and MPU) of aceh cattles stored in liquid nitrogen. The research design used in this research is a completely randomized design, that consists of three treatments and six repetitions. Quality of spermatozoa observation were performed after freezing process in the liquid nitrogen. Data were analyzed by Analysis of Variance (ANOVA) with one tail pattern. The result of spermatozoa quality in each concentration of glycerol (3%, 5%, and 7%) respectively for the motitity as follows: 17.17±12.17%; 51.17±11.13%; and  33.33±8.76%; result of live spermatozoa as follows: 22.50±15.41%; 56.33±8.98%; and 42.50±6.35%; result of MPU as follows: 31.42±17.90%; 61.50±10.82%; and 42.50±12.14%. Based on the result, the conclusion is that the addition of glycerol in the tris-yolk can maintain the quality of spermatozoa (motility, live spermatozoa, and MPU) of aceh cattle after freezing. The addition of glycerol with 5% concentration in the tris-yolk dilator is the best concentration to maintain the quality of spermatozoa aceh cattle, compared to the 3% and 7% concentration)
ANALISIS KONSENTRASI HORMON IGF-1 CAIRAN FOLIKEL OVARIUM SAPI ACEH DARI LIMBAH RUMAH POTONG HEWAN (RPH) BANDA ACEH. (Analysis of IGF-1 Hormone Concentration in Ovary Follicular Fluid of Aceh Cow from Animal Slaughterhouse in Banda Aceh) Nabilah Putroe Agung; Mulyadi Adam; Gholib Gholib; Juli Melia; Ummu Balqis; Triva Murtina Lubis
JURNAL ILMIAH MAHASISWA VETERINER Vol 6, No 2 (2022): FEBRUARI-APRIL
Publisher : JURNAL ILMIAH MAHASISWA VETERINER

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21157/jim vet..v6i2.7873

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur konsentrasi hormon IGF-1 pada cairan folikel ovarium sapi aceh. Cairan folikel diaspirasi dari 30 pasang ovarium yang dikoleksi dari 30 ekor sapi aceh di Rumah Potong Hewan (RPH) Banda Aceh. Cairan ovarium dikoleksi berdasarkan ukuran folikel dan diidentifikasi ada tidaknya korpus luteum (CL). Ukuran folikel dikategorikan menjadi tiga (3) kategori yaitu folikel kecil (Ø1˗˗5 mm), folikel sedang (Ø5˗˗8,5 mm), dan folikel besar (Ø≥8,5 mm).  Pengukuran konsentrasi hormon IGF-1 dilakukan dengan metode Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Data dianalisis menggunakan uji Kruskal-Wallis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 12 ovarium (40%) memiliki CL dan 18 ovarium (60%) tidak memiliki CL. Konsentrasi hormon IGF-1 pada ovarium yang memiliki CL dengan kategori folikel kecil dan sedang masing-masing 17,39±7,24 ng/ml dan 0,1 ng/ml. Konsentrasi hormon IGF-1 pada ovarium tanpa CL dengan kategori folikel kecil, sedang, dan besar masing-masing 8,81±2,73 ng/ml, 2,09±0,27 ng/ml, 1,38±0,93 ng/ml. Rataan IGF-1 pada folikel kecil terlihat lebih tinggi baik pada ovarium yang memiliki CL maupun pada ovarium yang tidak memiliki CL, namun secara statistik tidak berbeda (p0,05). Dapat disimpulkan bahwa konsentrasi hormon IGF-1 pada semua kategori folikel tidak berbeda baik pada ovarium yang memiliki CL maupun ovarium yang tidak memiliki CL. (This study was conducted to measure concentration of IGF- hormone in ovary follicular fluid of aceh cow. Follicular fluid was aspired from 30 ovarian pairs collected from 30 aceh cows in Banda Aceh animal slaughterhouse. Ovarian fluids are collected based on the follicle size and identified by the presence of the corpus luteum (CL). The size of the follicle are categorized in three categories: small (Ø1˗˗5 mm), medium (Ø5˗˗8.5 mm), and large (Ø≥8.5 mm) follicles. Measurement of IGF-1 concentration using an Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA) method. Data were analyzed using a Kruskal-Wallis test. The results showed that 12 ovaries (40%) have CL and 18 ovaries (60%) have not CL. The concentrations of IGF-1 in the ovaries that have CL in small and medium follicles  were 17.39±7.24 ng/ml and 0.1ng/ml, respectively. The concentrations of IGF-1 in the ovaries without CL in small, medium, and large follicles were 8.81±2.73 ng/ml, 2.09±0.27 ng/ml, 1.38±0.93 ng/ml, respectively. The mean of IGF-1 concentration in small follicles was higher in both ovaries with CL or without CL, but it was not significantly different  (p0.05). It can be concluded that the concentration of IGF-1 in all categories of follicles did not differ either in ovaries with  CL and without CL.)
GAMBARAN HISTOPATOLOGI OTOT FEMUR KELINCI (LEPUS SP.) SETELAH IMPLAN PLAT LOGAM (Histopathology Of Rabbit’s (Lepus sp.)Femur Muscle After Metal Plate Implantation) Muhammad Fathur Ridho; Erwin Erwin; Ummu Balqis; Muhammad Hambal; Syafruddin Syafruddin; Mulyadi Adam
JURNAL ILMIAH MAHASISWA VETERINER Vol 5, No 3 (2021): MEI-JULI
Publisher : JURNAL ILMIAH MAHASISWA VETERINER

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21157/jim vet..v5i3.12878

Abstract

ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan gambaran histopatologi otot femur kelinci (Lepus sp.) setelah implan plat besi dan tantalum. Kelompok perlakuan 1 (K1) kelinci yang diimplantasi menggunakan plat tantalum dan kelompok perlakuan 2 (K2) kelinci yang diimplantasi menggunakan plat besi di antara Musculus Vastus Lateralis dan tulang femur selama 2 bulan. Perubahan histologi yang diamati adalah ada tidaknya nekrosis, fibrosis dan tissue cavities pada jaringan otot femur kelinci. Hasil pengamatan secara mikroskpois  ditemukan fibrosis, tetapi tidak ditemukan nekrosis dan tissue cavities. Terdapat perbedaan gambaran histopatologi otot kelinci (Lepus sp.) setelah penggunaan implan plat tantalum dan plat besi. Kata kunci : Kelinci, Tantalum, Besi, Histopatologi, Otot, Fibrosis, Nekrosis, Tissue Cavities. ABSTRACT                    The aim of this study was to determine the differences in the histopathology of the rabbit femur (Lepus sp.) Muscle after iron plate and tantalum implants. The first treatment group (K1) rabbits implanted using tantalum plates and treatment group 2 (K2) rabbits were implanted using an iron plate between the Musculus Vastus Lateralis and the femur bone for 2 months. The histological changes observed were the presence or absence of necrosis, fibrosis and tissue cavities in the muscle tissue of the rabbit femur. The results of the study showed that fibrosis was found, but necrosis and tissue cavities were not found. There are differences in the histopatological muscle of rabbit (Lepus sp.) after the use of tantalum plate and iron plate implants. Keywords: Rabbit, Tantalum, Iron, Histopathology, Muscle, Fibrosis, Nekrotic, Tissue Cavities.
pengaruh domestikasi terhadap jenis pakan pada biawak air (varanusa salvator) simeon uropdana; Mulyadi Adam; M Hasan
JURNAL ILMIAH MAHASISWA VETERINER Vol 1, No 3 (2017): MEI - JULI
Publisher : JURNAL ILMIAH MAHASISWA VETERINER

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (293.463 KB) | DOI: 10.21157/jim vet..v1i3.3438

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh domestikasi terhadap jenis pakan biawak air (Varanus salvator ) dengan pemberian jenis pakan jangkrik dan udang. Dalam penelitian ini digunakan 8 ekor biawak air yang telah didomestikasi (BD), dengan kisaran umur 2-6 bulan dengan berat badan 30-40 g, panjang 20-30 cm dan diberi perlakuan selama 30 hari. Biawak air dibagi ke dalam dua kelompok, kelompok pertama diberikan pakan jangkrik (K I) pada pagi dan sore hari sedangkan kelompok kedua diberikan pakan udang (K II) dengan waktu yang sama. Hasil dari penelitian ini dianalisis dengan menggunakan uji t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis pakan biawak air domestikasi yang dikonsumsi pakan jangkrik adalah 16,47±1,77 g dan pakan udang 11,08±1,18 g tidak berbeda nyata (P0,05). Dapat disimpulkan bahwa domestikasi dari biawak air tidak berpengaruh terhadap jenis pakan.ABSTRACT This study aims to determine the effect of domestication on feeding behavior of water monitor lizard (Varanus salvator) that fed with crickets and shrimps. This study used eight water monitor lizard aged range from 2-6 months, 20-30 cm in long and 30-40 g in weight. The water monitor lizard are divided into two groups, the first groups was given crickets (KI) and the second groups was given shrimps (KII)  in the morning and in the afternoon for 30 days. Data collected was analyzed using t-test. From this studied showed that water monitor lizard consumed crickets and shrimps 16,47±1,77 g and 11,08±1,18 g (P0,05). The result of the present study show that domestication did not effect types of feed of water monitor lizard
DIFERNSIAL LEUKOSIT BIAWAK AIR (Varanus salvator) YANG TELAH DIDOMESTIKASI DAN BIAWAK AIR LIAR Fauzan Fajri; Mulyadi Adam; Nuzul Asmilia
JURNAL ILMIAH MAHASISWA VETERINER Vol 1, No 3 (2017): MEI - JULI
Publisher : JURNAL ILMIAH MAHASISWA VETERINER

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (351.811 KB) | DOI: 10.21157/jim vet..v1i3.3396

Abstract

Penelitianinibertujuanmengetahuidiferensial leukositbiawak air (Varanussalvator) yang telahdidomestikasi dan biawak air liar. Dalampenelitianinidigunakan 16 ekor biawak air yang dibagi dalam dua kelompok, yaitu8 ekorbiawak airyang didomestikasi (BD) dan 8 ekorbiawak air liar hasiltangkapan (BT).KelompokBDdipeliharaselama60 haridandiberimakananikan, udangdanjangkrik.Untukpembuatanpreparatdarahhapus, darahdiambildari BD padaharike 60, sedangkanuntuk BT pengambilan darah dilakukansaatpenangkapan.Hasil penelitian nilaidiferensial leukositBD sebagai berikut:heterofil 36,7%, basofil 13,0%, limfosit 12,0%,eosinofil 15,3%, monosit 14,0%, dan azurofil 8,8%;sedangkan BTsebagai berikut: heterofil29,3%, basofil16,3%,limfosit 14,1%,eosinofil 9,1%,monosit 17,7% danazurofil 13,2%. Hasil analisis datadenganmenggunakanuji Tmenunjukkanbahwadiferensialleukosit BD tidakberbedanyata (P0.05) dengan BT. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwadiferensial leukosit biawak air yang didomestikasi tidak berbeda dengan biawak air liar.
PEMBERIAN EKSTRAK EPIDIDIMIS BERPOTENSI MENINGKATKAN KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING JANTAN LOKAL Muslim Akmal; Tongku Nizwan Siregar; Sri Wahyuni; Muhammad Hambal; Sugito S; Amiruddin A; Syafruddin S; Roslizawaty R; Zainuddin Z; Mulyadi Adam; Gholib G; Cut Dahlia Iskandar; Rinidar R; Nuzul Asmilia; Hamny H; Joharsyah J; Suriadi S
Jurnal Kedokteran Hewan Vol 9, No 2 (2015): September
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (239.3 KB) | DOI: 10.21157/j.ked.hewan.v9i2.2839

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemberian ekstrak epididimis (EE) terhadap peningkatan kualitas spermatozoa kambing jantan  lokal. Dalam penelitian ini digunakan 12 ekor kambing jantan lokal, berumur 1,5 tahun dengan bobot badan 10-15 kg dan dibagi atas empat kelompok (K0, KP1, KP2, dan KP3). Kelompok K0, hanya diinjeksi dengan NaCl fisiologis sedangkan kelompok KP1, KP2, dan KP3 diinjeksi EE masing-masing 1, 2, dan 3 ml/ekor selama 13 hari berturut-turut. Pada hari ke-14, dilakukan pengambilan semen kambing dengan elektroejakulator dan selanjutnya dilakukan pemeriksaan kualitas spermatozoa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian EE dengan dosis 1 dan 3 ml/ekor EE selama 13 hari berturut-turut menyebabkan peningkatan kualitas spermatozoa dibanding kelompok kontrol. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa EE berpotensi meningkatkan kualitas spermatozoa pada kambing jantan lokal.
INHIBIN B MENURUNKAN KONSENTRASI FOLLICLE STIMULATING HORMONE (FSH) PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus): UPAYA PENGEMBANGAN KONTRASEPSI HORMON PRIA BERBASIS PEPTIDA Muslim Akmal; Aulanni’am A; M. Aris Widodo; Sutiman B. Sumitro; Basuki B. Purnomo; Tongku Nizwan Siregar; Muhammad Hambal; Amiruddin A; Syafruddin S; Dwinna Aliza; Arman Sayuti; Mulyadi Adam; T. Armansyah; Erdiansyah Rahmi
Jurnal Kedokteran Hewan Vol 9, No 1 (2015): March
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (213.745 KB) | DOI: 10.21157/j.ked.hewan.v9i1.2788

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengetahui efek injeksi inhibin B terhadap penurunan konsentrasi follicle stimulating hormone (FSH) di dalamserum pada tikus putih (Rattus norvegicus). Dalam penelitian ini digunakan 24 ekor tikus putih berjenis kelamin jantan dengan strain Wistar berumur 4 bulan dengan bobot badan 150-200 g. Tikus-tikus dikelompokkan secara acak ke dalam 4 kelompok, yaitu KK0, KP1, KP2, dan KP3, masing-masing kelompok terdiri atas 6 ekor. Kelompok KK0 merupakan kelompok kontrol hanya diinjeksi dengan phosphate buffer saline (PBS), sedangkan kelompok KP1, KP2, dan KP3 diinjeksi dengan inhibin B dengan dosis berturut-turut 25, 50, dan 100 pg/ekor. Injeksi inhibin B dilakukan secara intraperitoneum sebanyak 5 kali selama 48 hari dengan interval waktu 12 hari. Injeksi pertama inhibin B dilarutkan dengan0,05 ml PBS dan 0,05 ml Freud’s complete adjuvant (FCA). Injeksi kedua sampai kelima, inhibin B dilarutkan dengan 0,05 ml PBS dan 0,05 ml Freud’s incomplete adjuvant (FICA). Pada hari ke-6 setelah injeksi inhibin B terakhir, tikus dikorbankan secara dislocatio cervicalis,lalu darah dikoleksi langsung dari jantung dan didiamkan hingga didapatkan serum untuk pemeriksaan konsentrasi FSH dengan menggunakan metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa injeksi inhibin B dengan dosis 100 pg/ekor menurunkan konsentrasi FSH secara nyata (P0,05) bila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Berdasarkan hal tersebut, inhibin B berpeluang untuk dikembangkan sebagai kandidat kontrasepsi pria hormon berbasis peptida.
Anatomi Komparatif Skeleton Appendiculare Pada Itik (Anas Platyrhynchos) dan Entok (Cairina Moschata) Fadli A. Gani; Chika Nahara Ramadhanty; Sri Wahyuni; Muhammad Jalaluddin; Mustafa Sabri; Hamny Sofyan; Lailia Dwi Kusuma Wardhani; Mulyadi Adam
JURNAL ILMIAH MAHASISWA VETERINER Vol 7, No 2 (2023): FEBRUARI-APRIL
Publisher : JURNAL ILMIAH MAHASISWA VETERINER

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21157/jim vet..v7i2.26102

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi karakteristik morfologi dan morfometri tulang-tulang pembentuk skeleton appendiculare antara itik (Anas platyrhynchos) dan entok (Cairina moschata). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berupa itik jantan (n=3) berumur 1 tahun dengan bobot badan 2-3 kg dan entok jantan (n=3) berumur 1 tahun dengan bobot badan 3-4 kg. Itik dan entok disembelih lalu dilakukan pemisahan (preparir) bulu, kulit, otot-otot dan organ-organ visceral. Setelah proses preparir, preparat direndam dalam larutan deterjen selama enam hari. Tulang-tulang penyusun skeleton appendiculare itik dan entok dipisahkan dari tulang tubuh lainnya. Proses pengawetan tulang dilakukan dengan merendam tulang-tulang dalam larutan formalin 5 % selama tiga hari kemudian dikeringkan pada suhu ruang. Setelah kering dilakukan pengamatan secara morfologi dan morfometri. Data morfologi dianalisis secara deskriptif sedangkan data morfometri dianalisis dengan uji t (P0,05). Berdasarkan pengamatan tulang-tulang pembentuk skeleton appendiculare terbagi atas dua kelompok tulang, yaitu ossa membri thoracici dan ossa membri pelvinae. Secara morfologi tulang-tulang pembentuk skeleton appendiculare itik dan entok memiliki bentuk yang sama, akan tetapi beberapa tulang entok lebih besar dibandingkan tulang-tulang itik. Secara morfometri ukuran beberapa tulang entok berbeda nyata dengan tulang-tulang itik (P0,05). Kesimpulan dari penelitian ini adalah tulang-tulang pembentuk skeleton appendiculare itik dan entok memiliki bentuk yang sama namun beberapa tulang berbeda ukurannya.  Kata kunci:  Itik, entok, skeleton appendiculare, morfologi dan morfometri. ABSTRACT This study aims to identify the morphological characteristics and morphometry of skeleton appendiculare ducks (Anas platyrhynchos) and muscovy ducks (Cairina moschata). The sample used in this study was drakers (n = 3) aged 1 year with a body weight of 2-3 kg and male muscovy (n = 3) aged 1 year with a body weight of 3-4 kg. Each of duck was slaughtered and then separated (for preparir section) to removed feathers, muscles, and visceral organs. After the preparation process the sample was soaked in detergent solution for six days. The skeletal bones that form ducks and muscovy ducks skeleton appendiculare were separated from other bones and subsquently. Soaked in 5% formalin solution for three days then drying it at room temperature. After drying, morphology and morphometry of bones were observed. Morphological data were analyzed descriptively while morphometric data were analyzed by student t test. Based on observations, the bones forming the appendicular skeleton were divided into two groups of bones, namely the thoracic bones and the pelvinae membrane. Morphologically the bones forming the appendiculare skeleton of ducks and Muscovy ducks have the same shape, but some Muscovy duck bones were larger than the bones of ducks. Morphometrically, the sizes of some Muscovy duck bones were significantly different from those of ducks (P0.05). The conclusion of this study is that the bones forming the appendiculare skeleton of ducks and Muscovy ducks have the same shape but several bones differ in size.Keyword:  Ducks, muscovy duck, skeleton appendiculare, morphology, and morphometry.  
PEMBERIAN EKSTRAK EPIDIDIMIS BERPOTENSI MENINGKATKAN KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING JANTAN LOKAL Muslim Akmal; Tongku Nizwan Siregar; Sri Wahyuni; Muhammad Hambal; Sugito S; Amiruddin A; Syafruddin S; Roslizawaty R; Zainuddin Z; Mulyadi Adam; Gholib G; Cut Dahlia Iskandar; Rinidar R; Nuzul Asmilia; Hamny H; Joharsyah J; Suriadi S
Jurnal Kedokteran Hewan Vol 9, No 2 (2015): September
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21157/j.ked.hewan.v9i2.2839

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemberian ekstrak epididimis (EE) terhadap peningkatan kualitas spermatozoa kambing jantan  lokal. Dalam penelitian ini digunakan 12 ekor kambing jantan lokal, berumur 1,5 tahun dengan bobot badan 10-15 kg dan dibagi atas empat kelompok (K0, KP1, KP2, dan KP3). Kelompok K0, hanya diinjeksi dengan NaCl fisiologis sedangkan kelompok KP1, KP2, dan KP3 diinjeksi EE masing-masing 1, 2, dan 3 ml/ekor selama 13 hari berturut-turut. Pada hari ke-14, dilakukan pengambilan semen kambing dengan elektroejakulator dan selanjutnya dilakukan pemeriksaan kualitas spermatozoa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian EE dengan dosis 1 dan 3 ml/ekor EE selama 13 hari berturut-turut menyebabkan peningkatan kualitas spermatozoa dibanding kelompok kontrol. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa EE berpotensi meningkatkan kualitas spermatozoa pada kambing jantan lokal.
INHIBIN B MENURUNKAN KONSENTRASI FOLLICLE STIMULATING HORMONE (FSH) PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus): UPAYA PENGEMBANGAN KONTRASEPSI HORMON PRIA BERBASIS PEPTIDA Muslim Akmal; Aulanni’am A; M. Aris Widodo; Sutiman B. Sumitro; Basuki B. Purnomo; Tongku Nizwan Siregar; Muhammad Hambal; Amiruddin A; Syafruddin S; Dwinna Aliza; Arman Sayuti; Mulyadi Adam; T. Armansyah; Erdiansyah Rahmi
Jurnal Kedokteran Hewan Vol 9, No 1 (2015): March
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21157/j.ked.hewan.v9i1.2788

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengetahui efek injeksi inhibin B terhadap penurunan konsentrasi follicle stimulating hormone (FSH) di dalamserum pada tikus putih (Rattus norvegicus). Dalam penelitian ini digunakan 24 ekor tikus putih berjenis kelamin jantan dengan strain Wistar berumur 4 bulan dengan bobot badan 150-200 g. Tikus-tikus dikelompokkan secara acak ke dalam 4 kelompok, yaitu KK0, KP1, KP2, dan KP3, masing-masing kelompok terdiri atas 6 ekor. Kelompok KK0 merupakan kelompok kontrol hanya diinjeksi dengan phosphate buffer saline (PBS), sedangkan kelompok KP1, KP2, dan KP3 diinjeksi dengan inhibin B dengan dosis berturut-turut 25, 50, dan 100 pg/ekor. Injeksi inhibin B dilakukan secara intraperitoneum sebanyak 5 kali selama 48 hari dengan interval waktu 12 hari. Injeksi pertama inhibin B dilarutkan dengan0,05 ml PBS dan 0,05 ml Freud’s complete adjuvant (FCA). Injeksi kedua sampai kelima, inhibin B dilarutkan dengan 0,05 ml PBS dan 0,05 ml Freud’s incomplete adjuvant (FICA). Pada hari ke-6 setelah injeksi inhibin B terakhir, tikus dikorbankan secara dislocatio cervicalis,lalu darah dikoleksi langsung dari jantung dan didiamkan hingga didapatkan serum untuk pemeriksaan konsentrasi FSH dengan menggunakan metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa injeksi inhibin B dengan dosis 100 pg/ekor menurunkan konsentrasi FSH secara nyata (P0,05) bila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Berdasarkan hal tersebut, inhibin B berpeluang untuk dikembangkan sebagai kandidat kontrasepsi pria hormon berbasis peptida.
Co-Authors Abd. Rasyid Syamsuri Al Azhar Amalia Fatma Zahra Amalia Sutriana Amiruddin A Arman Sayuti Asri Rizky Asri Rizky Aulanni'am, Aulanni'am Baradillah Abdyad Basuki B. Purnomo Budianto Panjaitan Chika Nahara Ramadhanty Cut Dahlia Iskandar Cut Nila Thasmi Darmawi Darmawi Dasrul Dasrul Dasrul Dasrul Dian Masyitha Dwinna Aliza Erdiansyah Rahmi Erdiansyah Rahmi Erwin Erwin Fadli A. Gani Fakhrurrazi Fakhrurrazi Fauzan Fajri Firda Muharrami Fitriani - Gholib Gholib Ginta Riady Hafizuddin Hafizuddin Hamdan Hamdan Hamny Sofyan Herrialfian Herrialfian Idawati Nasution Indra Saputra Simbolon Ismail Ismail Joharsyah J Juli Melia Lailia Dwi Kusuma Wardhani Listin Handayani M Hasan M Isa M. Aris Widodo M. Nur Salim Mahdi Abrar Mahdi Abrar Maryulia Dewi Muhammad Fathur Ridho Muhammad Hambal Muhammad Hambal Muhammad Hasan Muhammad Jalaluddin Muhammad Toras Muslim Akmal Muslim Akmal Mustafa Sabri Muttaqien Muttaqien Nabilah Putroe Agung Nazaruddin Nazaruddin Nofri Alfi Nova Lianda Nurliana - Nuzul Asmilia R Roslizawaty Razali Daud Ridho Akbar Yuandi Rinidar - Rinidar R Roslizawaty - Roslizawaty R Rusli - Rusli Rusli S Syafrudddin S Syafruddin silvia rizki simeon uropdana Sri Wahyuni Sugito Sugito Suriadi S Sutiman B. Sumitro Syafruddin S Syafruddin Syafruddin T. Armansyah Teuku Armansyah Teuku Reza Ferasyi Teuku Reza Ferasyi Tongku Nizwan Siregar Tongku Nizwan Siregar, MP Triva Murtina Lubis Ummu Balqis Wahyuni, Sri Yohanna Putri Yudha Bhaskara Yudha Fahrimal Zainuddin - Zainuddin Z Zoerul Fahlevi Zuhrawati Zuhrawati Zuraidawati Zuraidawati