Claim Missing Document
Check
Articles

MEMAKSIMALKAN PROLEGNAS DAN PROLEGDA DALAM POLITIK HUKUM NASIONAL (Politik Hukum Penanggulangan Kejahatan Perdagangan Orang di Era Globalisasi) Siswanto, Heni
FIAT JUSTISIA Vol 5, No 2: FIAT JUSTISIA
Publisher : Lampung University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Politik pembangunan hukum pemberantasan/pelarangan kejahatan perdagangan orang di era globalisasi melalui pembaharuan sistem hukum pidana (penal system reform) kejahatan perdagangan orang meliputi ruang lingkup yang sangat luas yang mencakup pembaharuan “substansi hukum pidana” meliputi pembaharuan hukum pidana materiel, hukum pidana formal, dan hukum pelaksanaan pidana kejahatan perdagangan orang. Pembaharuan “struktur hukum pidana” meliputi antara lain pembaharuan atau penataan institusi/lembaga, sistem manajemen/ tatalaksana dan mekanismenya serta sarana/prasarana pendukung  sistem penegakan hukum pidana (sistem peradilan pidana) kejahatan perdagangan orang; dan pembaharuan “budaya hukum pidana”, yang meliputi antara lain masalah kesadaran hukum, perilaku hukum, pendidikan hukum dan ilmu hukum pidana berkaitan dengan kejahatan atau tindak pidana perdagangan orang. Usaha pembaharuan sistem hukum pidana melalui kebijakan kriminal secara integral penanggulangan kejahatan perdagangan orang dengan memasukkan revisi pemberantasan/pelarangan kejahatan perdagangan dalam agenda Prolegnas dan Prolegda 2010-2014, meskipun sekarang ini revisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang  belum diagendakan oleh DPR dan Pemerintah.  Prolegnas dapat disisipi dengan materi RUU Pemberatasan/Pelarangan Kejahatan Perdagangan Orang, jika ada alasan-alasan yang kuat, yaitu karena adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang menyebabkan terjadinya kekosongan hukum Pemberatasan/Pelarangan Kejahatan Perdagangan Orang yang harus segera diisi.  Ada perjanjian internasional yang harus diratifikasi dalam waktu singkat. Alasan keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu RUU yang dapat disetujui bersama Badan Legislasi DPR dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
PEMBANGUNAN PENEGAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGEFEKTIFKAN KORPORASI SEBAGAI SUBJEK TINDAK PIDANA KORUPSI Siswanto, Heni
FIAT JUSTISIA Vol 9, No 1 (2015)
Publisher : Lampung University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The criminal law enforcement policy (PHP), currently associated, corporations as subject’s perpetrators of corruption (TPK) include PHP in the formulation stage, the application stage and the execution stage. PHP formulation stage (in abstracto) is based on Article 20 of Law on Corruption which should be a strong legal basis to hold corporations as subjects of TPK, TPK equivalent to the subject of TPK doers of civil servants and individuals. PHP application stage (in concreto) indicates that the corporation as the subject TPK doers very rarely applied / applied to account for the corporation as a principal TPK arguing that criminal sanctions can be imposed is limited; the difficulty of proving corporation fault; the difficulty of law enforcement officers discovered the theory / doctrine and legal basis of corporate errors. Development of PHP policy streamline   corporation as the subject doers of TPK in the future related to the renewal of substance, structure and legal culture of corruption and streamline the corporation as a subject the perpetrator TPK. Renewal terms of substance related to the formulation of criminal crime, fault / criminal liability as well as criminal and punishment (strafsoort, strafmat and strafmodus / modaliteit); Renewal in terms of the legal structure of corruption related to the need for law enforcement agencies that further enhance the insight to streamline the corporation as a subject TPK; the need to retain the presence of the Corruption Eradication Commission (KPK); corporate case handling is done by a special team; maximizing the expert testimony; maintain the Police Commission, the Prosecutorial Commission and the Judicial Commission of the role to supervise the conduct of law enforcement. Renewal in terms of legal culture of corruption, which need to be considered more attention to the educational curriculum of character education (mental reform); understanding to the public that corporations as well as TPK subject that needs to be optimized in PHP; anticipation of an attempt to thwart PHP with the corporation as TPK subject to foul play; the issue of jurisdiction, both to those who do and those who receive bribes / gratuities, because they both do TPK. Keywords: Development, The criminal law enforcement Policies, Corporations, Subject’s Perpetrators of Corruption.
ANALISIS PERAN IDENTIFIKASI SIDIK JARI DALAM PENGUNGKAPAN PELAKUTINDAK PIDANA Siswanto, Heni
FIAT JUSTISIA Vol 1, No 1
Publisher : Lampung University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The role of fingerprint identification in the disclosure of criminal divided into three stages, namely the initial stage of the investigation as evidence or clues to narrow prejudice and strengthen the confidence members of the police against suspected criminals. At this stage of the investigation as early very strong evidence to prove a person as a criminal suspect can be used against a suspects alibi and make it as a suspect of a crime he did. At the stage of evidence in court as evidence to convince the expert testimony and be considered judges to provide a court ruling against the defendant. Keywords: Fingerprint, Crime Actors Disclosure
ANALISIS PENANGANAN PERKARA PENJUALAN KRIM PEMUTIH MENGANDUNG ZAT BERBAHAYA BAGI KESEHATAN KONSUMEN (Studi di Wilayah Hukum Polresta Bandar Lampung) Firganefi, Adis Puspita Ningtyas, Heni Siswanto,
JURNAL POENALE Vol 6, No 1 (2018): Jurnal Poenale
Publisher : FAKULTAS HUKUM UNILA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Semakin majunya pengetahuan menyebabkan semakin banyak jenis kosmetik yang beredar dipasaran. Kondisi ini juga dijadikan peluang oleh beberapa pelaku usaha untuk memperoleh keuntungan dengan menyalahi aturan-aturan hukum misalnya dengan menjual krim pemutih mengandung zat berbahaya. Terhadap penjualan krim pemutih menggandung zat berbahaya ini terdapat aturan dan sanksi pidana dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pada BAB IV diatur mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha dan Sanksi Pidana pada BAB XIII bagian kedua. Permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah proses penanganan perkara penjualan krim pemutih menggandung zat berbahaya? dan 2. Apasajakah faktor penghambat penanganan perkara penjualan krim pemutih mengandung zat berbahaya? Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis empiris dan yuridis normatif. Data dalam penelitian ini diperoleh dengan studi kepustakaan, wawancara dengan pihak-pihak yang terkait secara langsung dengan penanganan perkara pejualan krim pemutih mengandung zat berbahaya, serta menggali informasi dari kuisioner yang berhubungan dengan permasalahan, dan studi lokasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa kebanyakan penanganan penjualan krim pemutih mengandung zat berbahaya hanya sebatas penyitaan saja. BBPOM di Bandar Lampung telah melakukan sidak tepatnya pada tanggal 7 November 2017 di Lorong King dan dari hasil pengawasan tersebut diamankan barang bukti berupa kosmetik mencapai kurang lebih Rp.90.000.000,- dan telah dimusnahkan oleh BBPOM di Bandar Lampung. Penanganan perkara penjualan krim pemutih mengandung zat berbahaya ini belum efektif.Kata kunci : penanganan perkara pidana, krim pemutih, bahan berbahaya DAFTAR PUSTAKAMarpaung, Leden. 1997. Proses Tuntutan Ganti Kerugian dan Rehabilitasi Dalam Hukum Pidana. Jakarta : PT Raja Grafindo PersadaNitibaskara, Tubagus Ronny Rahman. 2006. Tegakan Hukum Gunakan Hukum. Jakarta : Buku KompasSasongko, Wahyu. 2016. Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen. Bandar Lampung : Penerbit Universitas LampungSoekanto, Soerjono. 2012. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta : Rajawali PressWasitaatmadja, Sjarif M.1997.  Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta : Penerbit  Universitas Indonesia UI UNDANG – UNDANGKitab Undang-Undang Hukum Acara PidanaUndang-Undang Nomor Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen SUMBER LAINSelebaran BPOM “Efek dan Dampak Penggunaan Kosmetik Mengandung Bahan Berbahaya” yang dikeluarkan Direktorat Standarisasi Obat Tradisional, Komsetik, dan Produk Kompelemen pada 2010
ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU YANG LALAI MENYEBABKAN KEMATIAN ORANG LAIN (Studi Putusan No. 110/Pid.B/2015/PN.Met) Firganefi, Nisa Cornelya Pratiwi, Heni Siswanto,
JURNAL POENALE Vol 6, No 1 (2018): Jurnal Poenale
Publisher : FAKULTAS HUKUM UNILA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pertanggungjawaban pidana dapat dilihat dari bentuk kesengajaan dan kealpaan (culpa.) Dua jenis kealpaan yaitu kealpaan disadari (bewuste culpa) dan kealpaan yang tidak disadari (onbewuste culpa) peneliti menganalisa pertanggungjawaban pidana pelaku lalai yang menyebabkan kematian pada orang lain (Studi Putusan PN Nomor: 110/Pid.B/2015/PN.Met) dan dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku lalai yang menyebabkan kematian pada orang lain. Metode ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan metode induktif. Hasil penelitian dan pembahasan ini menunjukan bahwa Pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana lalai yang menyebabkan kematian orang lain, terdakwa dapat dimintai pertanggung­jawabannya, sebab terdakwa telah memenuhi unsur-unsur pertanggungjawaban pidana yaitu : perbuatan (manusia), diancam pidana, dilakukan dengan unsur kesalahan. Hakim menjatuhkan sanksi pidana terhadap terdakwa penjara selama 4 (empat) bulan penjara dan dakwaan penuntut umum 6 (enam) bulan penjara. Penjatuhan pidana terhadap terdakwa berpijak pada hal-hal yang bersifat yuridis dan non yurids, hal yang memberatkan dan meringankan dalam putusan. Hakim menggunakan dakwaan tunggal penuntut umum yaitu Pasal 310 Ayat 4 (empat) Undang-Undang No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tanpa melihat peraturan lain yang mengatur mengenai perbuataan tedakwa, yang jelas diatur di dalam Pasal 359 KUHP yaitu mengenai kealpaan yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. Putusan yang dijatuhkan oleh hakim jauh dari prinsip keadilan bagi keluarga korban. Saran dalam penelitian ini adalah hendaknya hakim dalam memutuskan perkara terlebih dahulu mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan dari perbuatan seseorang yang melakukan tindak pidana.Kata Kunci: Pertanggungjawaban Pidana, Kelalaian, Kecelakaan Lalu Lintas DAFTAR PUSTAKAAmrani, Hanafi dan Ali, Mahrus. 2015. Sistem Pertanggungjawaban Pidana: Perkembangan dan penerapan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.Arief, Barda Nawawi. 2001. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Bandung, Citra Aditya Bakti.Huda, Chairul. 2011. Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjaaban Pidana Tanpa Kesalaha: Tinjauan Kritis Terhadap Teori Pemisihan Tindak Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana. Kencana.Rahardjo, Satjipto. 1998. Bunga Rampai Permasalahan Dalam Sistem Peradilan Pidana. Jakarta. Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum.Saleh, Roeslan. 1983.  Perbuatan dan pertanggungjawaban Pidana. Jakarta, Aksara Bara.http://otomotif.kompas.com/read/2017/01/25/180500230/angka.kecelakaan.lalu.lintas.tahun.lalu.naik.http://humaspolresbantul.blogspot.co.id/2013/­05/faktor-penyebab-kecelakaan-lalu-lintas.html, Contact Person : 081318916710
ANALISIS IMPLEMENTASI ASAS EQUALITY BEFORE THE LAW DALAM PENEGAKAN HUKUM (Studi Kasus Hate Speech di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Tanjung Karang) Dona Raisa Monica, Fika Nadia, Heni Siswanto,
JURNAL POENALE Vol 6, No 3 (2018): Jurnal Poenale
Publisher : FAKULTAS HUKUM UNILA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Asas kesamaan warga negara di hadapan hukum  (equality before the law) sebagaimana diatur dalam Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945 secara ideal harus dilaksanakan dalam proses penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana, tetapi pada kenyataannya masih terdapat perbedaan perlakuan terhadap pelaku tindak pidana melontarkan ujaran kebencian (hate speech), sehingga berpotensi menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum. Permasalahan penelitian ini adalah: Bagaimanakah implementasi asas equality before the law dalam penegakan hukum dan apakah faktor penghambat implementasi asas equality before the law dalam penegakan hukum? Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Narasumber penelitian terdiri dari Penyidik Kepolisian Daerah Lampung, Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Hakim pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Implementasi asas equality before the law dalam penegakan hukum dilaksanakan oleh aparat penegak hukum yaitu Kepolisian dengan melaksanakan penyidikan, Kejaksaan dengan menyusun dakwaan dan penututan serta hakim pengadilan dengan menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana hate speech, dengan tidak membeda-bedakan latar belakang pelaku dan mengedepankan kesamaan warga negara di hadapan hukum, sehingga pemidanaan hanya diterapkan terhadap pelaku yang terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana hate speech. Faktor paling dominan yang menjadi penghambat implementasi asas equality before the law dalam penegakan hukum adalah faktor penegak hukum. Hal ini disebabkan karena tidak semua penegak hukum (penyidik) penguasaan yang baik terhadap perkembangan teknologi informasi dan belum adanya unit cyber dalam institusi penegak hukum. Saran dalam penelitian ini adalah: Aparat penegak hukum disarankan untuk secara konsisten menerapkan asas equality before the law terhadap pelaku tindak pidana hate speech. Masyarakat disarankan untuk tidak mudah terpancing untuk menyebarkan hate speech terhadap sesuatu yang tidak sesuai dengan pandangan atau pemahamannya, sebaiknya masyarakat lebih bijak dan lebih berhati-hati menggunakan media sosial.Kata Kunci: Implementasi, Equality Before the Law, Penegakan HukumDAFTAR PUSTAKAAsshiddiqie, Jimly. 2010.  Konstitusi dan Konstitusionalisme, Sinar Grafika, JakartaHamzah, Andi. 2001.  Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia Jakarta.Rahardjo, Satjipto. 1998.  Bunga Rampai Permasalahan Dalam Sistem Peradilan Pidana. Pusat    Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Jakartahttps://kumparan.com/rini-friastuti/polda-lampung-amankan-pengguna-facebook-yang-hina-kapolri/Diakses Selasa 1 Agustus 2017.https://tirto.id/kata-ndeso-yang-diucapkan-kaesang-bukan-ujaran-kebencian-cr7T/Diakses Jumat 27 Oktober 2017.
ANALISIS PERSPEKTIF VIKTIMOLOGIS TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN DOKUMEN TENAGA KERJA WANITA Tri Andrisman, Lieta Vina Tania, Heni Siswanto,
JURNAL POENALE Vol 6, No 4 (2018): Jurnal Poenale
Publisher : FAKULTAS HUKUM UNILA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Korban kejahatan yang pada dasarnya merupakan pihak yang paling menderita dalam suatu tindak pidana, belum memperoleh perlindungan memadai seperti yang diberikan oleh undang-undang kepada pelaku kejahatan. Akibatnya, pada saat pelaku kejahatan telah dijatuhi sanksi pidana oleh pengadilan, kondisi korban kejahatan seperti tidak dipedulikan sama sekali. Masalah keadilan dan penghormatan hak asasi manusia tidak hanya berlaku terhadap pelaku kejahatan saja, tetapi juga korban kejahatan. Permasalahannya adalah bagaimanakah perspektif viktimologis terhadap korban tindak pidana pemalsuan dokumen tenaga kerja wanita? Bagaimanakah perlindungan hukum bagi korban tindak pidana pemalsuan dokumen tenaga kerja wanita?Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan masalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu menggunakan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Analisis data menggunakan analisis data kualitatif.Hasil penelitian dan pembahasan ini menunjukan korban tindak pidana pemalsuan dokumen tenaga kerja wanitayaitu sering diabaikan hak-haknya korban, antara lain karena dakwaan lemah, tuntutan ringan, tidak mengetahui perkembangan penanganan perkara, tidak menerima ganti rugi dan tidak terpenuhinya hak-hak yang lain.Saat ini viktimologi sudah menjadi ilmu tersendiri, sehingga tidak tepat ketika kajian viktimologi hanya diarahkan kepada korban dalam proses terjadinya kejahatan. Perlindungan hukum terhadap korban pemalsuan dokumen tenaga kerja wanita dalam perkara ini korban mendapat ganti rugi sebesar Rp. 900.000,00 (sembilanratusribu rupiah).Saran yang didapat yaitu pemerintah wajib memperhatikan hak-hak korban suatu tindak pidana, selain sebagai saksi yang mengetahui terjadinya suatu kejahatan juga karena kedudukan korban sebagai subjek hukum yang memiliki kedudukan sederajat di depan hukum (equality before law). Selain itu, perlunya kerja sama antara Aparat penegak hukum dan dinas terkait untuk sering mengadakan penyuluhan kepada masyarakat tentang hak-hak korban dan tindakpidana pemalsuan dokumen oleh kepolisian setempat, serta prosedur yang tepat dilalui calon TKI oleh Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI).Kata Kunci: Viktimologi, Korban, Pemalsuan, Tenaga Kerja Wanita DAFTAR PUSTAKAA.     BukuAbdul, M. Kholiq. 2002. Buku Pedoman Kuliah Hukum Pidana.Yogyakarta.Fakultas HukumUniversitas Islam.Chaerudin dan Syarif Fadillah. 2004. Korban Kejahatan dalam Perspektif Viktimologi dan Hukum Pidana Islam. Jakarta. Ghalia Pers.Chazawi, Adami. 2001. Pelajaran Hukum Pidana. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.Gosita, Arif. 1989. Masalah Perlindungan Anak. Jakarta. CV Akademika Pressindo.________. 1993. Masalah Korban Kejahatan. Jakarta. CV Akademika Pressindo.Moch Anwar, H. A. K. 1990. Hukum Pidana di Bidang Ekonomi. Bandung. Citra Aditya Bakti.Lamintang, P.A.F. 2009. Delik-Delik Khusus: Kejahatan Membahayakan Kepercayaan Umum terhadap Surat, Alat Pembayaran, Alat Bukti, dan Peradila. Jakarta.Sinar Grafika.Mansur, Dikdik M. Arief dan Elisatris Gultom. 2007. Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.Muladi. 2005. Hak Asasi Manusia:Hakekat, Konsep dan Implikasinya dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat. Bandung. Refika Aditama.RM, Suharto. 1996. Hukum Pidana Materiil. Jakarta. Sinar Grafika.Topan, Muhammad. 2009. KejahatanKorporasi di BidangLingkunganHidupPerspektifViktimologidalamPembaharuanHukumPidana di Indonesia.Bandung. Nusamedia.Yulia, Rena. 2010. Victimologi, Perlindungan Hukum terhadap Korban Kejahatan. Bandung. Graha Ilmu. B.     Undang-UndangUndang-undang Nomor 13 Tahun 2006tentang Perlindungan Saksi dan Korban C.     Internethttp://www.taktiklampung.com/2016/11/polda-lampung-bekuk-pembuat-dokumen.html
IMPLEMENTASI PEMBERIAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (Studi Pasal 48 Undang-Undang Nomor. 21 Tahun 2007) Dona Raisa Monica, Mutia Ayu Trihastari, Heni Siswanto,
JURNAL POENALE Vol 6, No 4 (2018): Jurnal Poenale
Publisher : FAKULTAS HUKUM UNILA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tindak pidana perdagangan orang (human trafficking) semakin meningkat dari hari kehari dengan modus yang semakin berkembang. Dalam tindak pidana perdagangan orang mayoritas yang dijadikan korbannya adalah perempuan dan anak-anak. Permasalahan dalam skripsi ini untuk membahas bagaimana peran penegak hukum dalam mengatasi kasus pemberian hak restitusi terhadap korban tindak pidana perdagangan orang tersebut dan mengatahui faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam pemberian hak restitusi dalam tindak pidana perdagangan orang.Penelitian ini adalah penelitian hukum dengan cara pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer data yang didapat secara langsung dari sumber pertama seperti wawancara dan data sekunder pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi dokumen selanjutnya data diolah dan dianalisis secara kualitatif.Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa iplementasi pemberian hak restitusi terhadap korban tindak pidana perdagangan orang oleh penegak hukum tidak berjalan dengan optimal walau dalam kasus yang penulis ambil peran penegak hukum sudah berjalan hanya saja tidak dalam setiap kasus perdagangan orang semua korban mendapatkan haknya yaitu restitusi sehingga dapat dikatakan peran penegak hukum tidak berjalan dengan baik. Sebagaimana telah diatur dalam Pasal 48 UU No. 21 Tahun 2007 tentang hak restitusi korban tapi tidak ada UU yang mengatur tentang bagaimana pelaksanaannya restitusi tersebut. Selanjutnya akibat hukum restitusi terhadap korban tindak pidana perdagangan orang hanya sebatas putusan saja atau hanya di atas kertas saja. Saran dalam penelitian ini adalah para penegak hukum memberikan pemahanam kepada korban untuk menuntu haknya dalam memperoleh restitusi dan kepada hakim harus lebih tegas dalam memberikan hukuman terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang.Kata kunci: Korban, restitusi, tindak pidana DAFTAR PUSTAKAAmrullah, Rinaldy, dkk, 2015, Tindak Pidana Khusus Diluar KUHP, Bandar Lampung: Justice Publisher.Arif Mansyur, Dikdik, dan, Gultom Estaris, 2007, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan Antara Norma dan Realita, Jakarta, PT. Raja GrafindoDikdik Arif Mansyur dan Elistaris Gultom, op.cit, hlm. 46International Organization for Migration Mission in Indonesia, 2009.Modul Pelatihan, Penanganan Kasus-Kasus Trafiking Berspektif Gender Oleh Jaksadan Hakim, Pusat Pengembangan Hukum dan Gender, Universitas Brawijaya Malang, 2005, hlm.114.Muladi, 2000, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana, Semarang. Universitas DiponegoroShant, Dellyana. 1998. Konsep Penegakan Hukum, Yogyakarta. Liberty, 1998Syafaat, Rachmad, Dagang Manusia Kajian Trafficking terhadap Perempuan dan Anak di Jawa Timur, Yogyakarta, Lappera Pustaka Utama.Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak PidanaPerdagangan OrangUndang-undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan KorbanPasal 17 ayat 3 poin c Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan Ruang Pelayanan Khusus dan Tata Cara Pemeriksaan Saksi dan/atau Korban.http://www.jimly.com/makalah/namafile/56/Penegakan_Hukum.pdf
ANALISIS PENDEKATAN INTEGRAL DALAM UPAYA PENANGGULANGAN KEJAHATAN ILLEGAL LOGGING (Studi di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) Lampung Barat) Muhammad Farid, Abdilla Salim Al Rasyid, Heni Siswanto,
JURNAL POENALE Vol 6, No 5 (2018): Jurnal Poenale
Publisher : FAKULTAS HUKUM UNILA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Illegal logging sebagai satu bentuk kejahatan lingkungan telah menjadi salah satu kendala utama dalam mewujudkan sebuah sistem kelola hutan Indonesia bagi terwujudnya kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pendekatan integral dalam upaya penanggulangan kejahatan illegal logging di Kabupaten Lampung Barat dari aspek penal dan non penal serta apakah faktor penghambat pendekatan integral dalam upaya penanggulangan kejahatan illegal logging di Kabupaten Lampung Barat?.Pendekatan masalah dilakukan secara yuridis empiris yaitu dengan melakukan penelitian langsung di lokasi penelitian dengan melihat, bertanya dan mendengar dari pihak-pihak yang terkait. Sumber data yang di dapat dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan penelitian lapangan. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif.Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendekatan integral dalam upaya penanggulangan kejahatan illegal logging di Kabupaten Lampung Barat dari aspek penal berupa upaya represif (penegakan hukum) merupakan langkah terakhir yang diambil oleh balai besar TNBBS dalam menangani permasalahan illegal logging yang terjadi di kawasan TNBBS. Pendekatan integral dalam upaya penanggulangan kejahatan illegal logging di Kabupaten Lampung Barat dari aspek non penal yang dilakukan oleh Balai Besar TNBBS lebih difokuskan ke arah upaya pencegahan (preemtif dan preventif) sehingga kegiatan illegal logging tidak terjadi. Kegiatan patroli bersama masyarakat (MMP), sosialisasi/penyuluhan dan kegiatan penyadartahuan kepada masyarakat lainnya serta melakukan pemasangan papan-papan larangan di batas kawasan TNBBS.Kata Kunci: Pendekatan Integral, Penanggulangan Kejahatan, Illegal LoggingDAFTAR PUSTAKAAbdul Syani, 1989, Sosiologi Kriminalitas, Remadja Karya, Bandung.Arief A., 2001, Hutan dan Kehutanan, Yogyakarta: Penerbit Kanisius.Arief Barda Nawawi, 2007, Masalah penegakan hukum dan kebijakan penanggulangan kejahatan, Jakarta : Cet. Ke 2.Barda Nawawi Arief, Bungai Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Kencana, Jakarta, 2011.Iskandar, U., & Siran S. A., Pola Pengelolaan Hutan Tropika, Alternatif Pengelolaan Hutan yang Selaras            dengan Desentralisasi dan Otonomi Daerah, PT. Bayu Indra Grafika, Yogyakarta, 2014.Rahmi Hidayati D, dkk, Pemberatasan Illegal Logging dan Penyeludupan Kayu, Wana Aksara, Banten, 2012.Sudaryono & Natangsa Surbakti, Buku Pegangan Kuliah Hukum Pidana, Fakultas Hukum UMS, 2010.
FUNGSIONALISASI HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN PREMI ASURANSI (Studi Putusan Nomor 100/Pid.B/2017/PN.Tgl) Rini Fathonah, Ahmad Rizqi, Heni Siswanto,
JURNAL POENALE Vol 7, No 1 (2019): Jurnal Poenale
Publisher : FAKULTAS HUKUM UNILA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kompleksnya masalah dalam tindak pidana asuransi, mulai dari penggunaan modus operandi yang halus, pembuktian yang rumit, sampai masalah minimnya pengetahuan masyarakat dan aparat penegak hukum tentang usaha asuransi, menjadikan tindak pidana dibidang asuransi sebagai suatu tindak pidana yang memerlukan penanganan yang khusus. Permasalahan penelitian ini adalah: Bagaimanakan penerapan fungsionalisasi hukum pidana terhadap tindak pidana penggelapan premi asuransi dan apakah faktor yang menghambat dalam penerapan fungsionalisasi hukum pidana terhadap tindak pidana penggelapan premi asuransi. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Narasumber terdiri dari Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Hakim di Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan Dosen hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Pengumpulan data dilakukan secara kualitatif dan penarikan simpulan dilakukan dengan metode induktif. Berdasarkan penelitian dan pembahasan bahwa: (1) Penerapan fungsionalisasi hukum pidana terhadap tindak pidana penggelapan premi asuransi dalam putusan perkara (No.100/Pid.B/2017/PN.Tgl) majelis hakim yang menyatakan bahwa terdakwa memenuhi seluruh unsur-unsur dari dakwaan jaksa penuntut umum yaitu Pasal 374 KUHP. Berdasarkan uraian tersebut penulis berpendapat aparat penegak hukum dalam menerapkan fungsionalisasi hukum pidana terhadap tindak pidana penggelapan premi asuransi belum dioperasikan secara optimal, yang sebagaimana ketentuan tindak pidana dibidang usaha asuransi tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang perasuransian.(2) Faktor penghambat penerapan fungsionalisasi hukum pidana yang dialami oleh aparat penegak hukum dalam penanganan tindak pidana dibidang asuransi ialah, karena kurangnya profesionalisme dan kemampuan aparat penegak hukum dalam memahami tindak pidana dibidang asuransi sehingga mempengaruhi ketentuan pidana yang telah diatur dalam perundang-undangan yang berlaku. Saran dalam penelitian ini, diharapkan aparat penegak hukum lebih profesionalisme dalam mendakwa atau memutus suatu perkara yang didasarkan perundang-undangan yang berlaku sehingga lebih relevan dengan perkara tindak pidana yang diperkarakan. Diharapakan adanya upaya dari perusahaan asuransi maupun intansi terkait guna mencegah terulangnya tindak pidana dibidang asuransi.Kata Kunci : Fungsionalisasi, Hukum Pidana, Penggelapan DAFTAR PUSTAKAArief, Barda Nawawi. 1996. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Bandung: Citra Aditya.Atmasasmita, Romli. 1996. Sistem Peradilan Pidana. Bandung. Alumni.Chazawi, Adami. 2002. Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 1; Stelsel Pidana, Teori- Teori  Pemidanaan  & Batas  Berlakunya  Hukum  Pidana.  Jakarta.  PT  Raja Grafindo.Huda, Chairul & Lukman Hakim. 2006. Tindak Pidana dalam Bisnis Asuransi. Jakarta. Lembaga Pemberdayaan.Kansil, C.S.T. 2000. Kamus Istilah Aneka Hukum. Jakarta. Pustaka Sinar Harapan.Mashudi dan Ali, Moch Chidir. 1995. Hukum Asuransi. Bandung. Mandar Maju.Muhammad, Abdulkadir. 2006. Hukum Asuransi Indonesia. Bandung. Citra Aditya Bakti.Prasetya, Rudi. 1989. Perkembangan Korporasi dalam Proses Modernisasi. Semarang. UDIP.Prakoso, Djoko. 1985. Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum. Jakarta. CV Rajawali.Sudarto, 1981. Kapita Selekta Hukum Pidana, Jakarta. Sinar Baru.Soekanto, Soerjono. 1999. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, cet-9, Jakarta, Raja Grafindo Persada.Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Bab XXIV Penggelapan).Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Bab 3 Wewenang Penuntut Umum).Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Pasal 246 tentang Ketentuan Hukum Asuransi)Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Asuransi.