Claim Missing Document
Check
Articles

Hubungan antara Lama Ketuban Pecah Dini dengan Skor Apgar Neonatus di RSUP dr. M. Djamil Padang Hanifa Hanif; Syahredi SA; Finny Fitry Yani
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 6, No 1 (2017)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v6i1.635

Abstract

Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan keadaan dimana pecahnya selaput  ketuban setiap saat  sebelum ada tanda persalinan. KPD merupakan salah  kehamilan beresiko tinggi, karena semakin lama  KPD akan semakin meningkatkan resiko morbiditas pada bayi. Skor Apgar merupakan metode yang digunakan untuk menilai bayi baru lahir. Tujuan penelitian ini adalah menentukan hubungan antara lama KPD dan skor apgar neonatus. Penelitian analitik ini menggunakan desain penelitian cross sectional study. Populasi penelitian adalah seluruh rekam medik RSUP Dr. M. Djamil Padang yang didiagnosis sebagai kasus ketuban pecah dini selama periode Januari 2010 sampai Desember 2011. Sampel diambil dari seluruh populasi yang memenuhi kriteria restriksi secara total sampling, sehingga didapatkan 164 sampel yang memenuhi kriteria. Hasil penelitian ini menemukan insiden KPD di RSUP Dr. M. Djamil Padang yaitu 8,1%. Pasien dengan KPD kurang dari 6 jam didapatkan skor Apgar baik 95 kasus (57,9%) dan skor apgar buruk 4 kasus (2,4%), sedangkan KPD lebih dari 6 jam didapatkan skor apgar baik 5 kasus (3%) dan skor Apgar buruk 60 kasus (36,6%). Analisis bivariat menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p = 0.485 (p > 0.05). Simpulan penelitian ini adalah tidak terdapat hubungan antara lama KPD dengan skor Apgar neonatus di RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Hubungan Kejadian Pneumonia Neonatus dengan Beberapa Faktor Risiko di RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode 2010-2012 Rizki Meizikri; Finny Fitry Yani; Yusrawati Yusrawati
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 5, No 3 (2016)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v5i3.585

Abstract

AbstrakPneumonia merupakan salah satu penyebab mortalitas utama pada neonatus. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), kelahiran preterm, ketuban pecah dini (KPD), dan demam intrapartum merupakan faktor risiko yang dapat berpengaruh terhadap kejadian pneumonia neonatus. Tujuan penelitian ini adalah menentukan hubungan antara faktor risiko tersebut dengan kejadian pneumonia neonatus di RSUP M. Djamil. Penelitian ini bersifat analitik dengan desain cross-sectional dengan mengumpulkan data rekam medis pneumonia neonatus di RSUP M. Djamil Padang periode 2010 –  2012.  Kontrol diambil data neonatus yang dirawat dengan diagnosis selain pneumonia pada periode yang sama. Neonatus dengan diagnosis sindrom gawat nafas, sepsis, meningitis, asfiksia, dan aspirasi telah dieksklusi terlebih dahulu. Sejumlah 49 sampel yang memenuhi kriteria terdapat temuan; KPD sebanyak 22,4%, demam intrapartum 20,4%, BBLR 18,4%, dan kelahiran preterm 10,2%. Sebanyak 24 sampel tidak memiliki faktor risiko. Analisis bivariat chi-square menunjukkan bahwa BBLR (p=0,46), kelahiran preterm (p=0,372), KPD (p=0,616), dan demam intrapartum (p=0,083) tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian pneumonia neonatus di RSUP M. Djamil periode 2010-2012.Kata kunci: pneumonia neonatus, BBLR, kelahiran preterm, KPD, demam intrapartum.  AbstractPneumonia is one of leading mortality causes among neonates. Low Birth Weight (LBW), preterm birth, Premature Rupture Of Membranes (PROM) and intrapartum maternal fever are known as risk factors that might contribute to neonatal pneumonia occurence. The objective of this study was to determine relationship  the risk factors  to  neonatal pneumonia in M. Djamil hospital. This analytic research with cross-sectional design compiled neonatal pneumonia data from 2010-2012 medical record M. Djamil hospital. Controls were taken from neonates hospitalized in M. Djamil within the same period. Neonates with respiratory distress syndrome, sepsis, meningitis, asphyxia, and aspiration were excluded. The 49 subjects that meet research criteria, PROM were found in 22,4% of neonates,intrapartum fever 20,4%, LBW 18,4%, and preterm birth 10,2%. Twenty four of them do not have any of those risk factors. Bivariate analysis with chi-square shows that none of those risk factors are significantly related to neonatal pneumonia in M. Djamil hospital period 2010-2012 (LBW p=0,46; preterm birth p=0,372; PROM p=0,616; intrapartum fever p=0,083).Keywords: neonatal pneumonia, LBW, preterm birth, PROM, intrapartum fever
Kadar Interferon Gamma Kultur Sel Limfosit pada Anak yang Mendapat Vaksinasi BCG Liza Fitria; Andani Eka Putra; Finny Fitry Yani; Darfioes Basir
Sari Pediatri Vol 18, No 1 (2016)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp18.1.2016.21-26

Abstract

Latar belakang. Vaksinasi BCG mempunyai efek proteksi yang bervariasi, menurun dengan bertambahnya umur anak. Perkembangan pengetahuan di bidang biologi molekuler telah mengembangkan pemeriksaan IFN-γ untuk mendeteksi respon vaksinasi.Tujuan. Mengetahui lamanya efek proteksi BCG dan hubungan kadar IFN-γ dengan umur, status gizi, umur mendapatkan vaksinasi BCG dan sarana kesehatan tempat vaksinasi.Metode. Suatu studi cross sectional, stratified random sampling, pada anak yang telah mendapat vaksinasi BCG. Kadar IFN-γ diukur dari sel limfosit yang telah dikultur. Analisis statistik menggunakan uji Anova dan Independent sample t tes.Hasil. Kadar IFN-γ tertinggi pada kelompok umur 4-11 bulan. Terdapat perbedaan bermakna kadar IFN-γ antara kelompok umur 4-11 bulan dengan 1-4 tahun dan 1-4 tahun dengan 5-9 tahun. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara status gizi, umur mendapatkan vaksinasi BCG, sarana kesehatan tempat vaksinasi BCG dengan kadar IFN-γ.Kesimpulan. Kadar IFN-γ yang tinggi menunjukkan vaksinasi BCG efektif pada anak, tetapi efektifitasnya menurun seiring dengan pertambahan umur. Sari
Hubungan Asupan Nutrisi dengan Kadar Vitamin D pada Tuberkulosis Anak Roza Erisma; Gustina Lubis; Finny Fitry Yani
Sari Pediatri Vol 18, No 1 (2016)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp18.1.2016.40-44

Abstract

Latar belakang. Vitamin D dapat meningkatkan aktivitas antimikrobial makrofag terhadap Mycobacterium tuberculosis. Defisiensi vitamin D diindikasikan sebagai salah satu faktor risiko penyakit tuberkulosis (TB). Kekurangan asupan nutrisi yang mengandung vitamin D dapat memengaruhi kadar vitamin D dalam darah sehingga akan memengaruhi imunitas terhadap infeksi TB. Tujuan. Mengetahui hubungan asupan nutrisi yang mengandung vitamin D dengan kadar vitamin D darah pada anak yang terinfeksi TB. Metode. Penelitian cross sectional pada bulan Oktober 2014 sampai Maret 2015 di Poliklinik Anak RS Dr M Djamil dan Puskesmas kota Padang. Subyek penelitian anak usia 1-14 tahun yang kontak serumah dengan TB dewasa BTA positif, dengan hasil tuberculin skin test positif. Asupan vitamin D diperoleh melalui food recall 2x24 jam dengan standar normal > 600 International Unit menurut Recommended Dietary Allowance (RDA) dan diolah menggunakan program Nutri-Survey Indonesia. Kadar vitamin D darah berupa 25(OH)D diukur dengan metode Cheluminescent Immunoassay, kategori nilai normal >30-50 ng/mL, insufisiensi >10-30 ng/mL, dan defisiensi <10 ng/mL. Hasil. Total subjek penelitian 57 anak. Asupan vitamin D di bawah RDA 54 (94,7%), 45 (83,3%) di antaranya mengalami insufisiensi vitamin D dan 9 (16,7%) memiliki kadar vitamin D cukup. Anak dengan asupan vitamin D sesuai RDA 3 (5,3%), tetapi hanya 1 (33,3%) di antaranya memiliki kadar vitamin D darah normal (p=0,446). Kesimpulan. Sebagian besar anak yang terinfeksi TB mengalami insufisiensi vitamin D meskipun secara statistik tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan asupan nutrisi.
Penyakit Respiratorik pada Anak dengan HIV Finny Fitry Yani; Arwin AP Akib; Bambang Supriyatno; Darmawan B. Setyanto; Nia Kurniati; Nastiti Kaswandani
Sari Pediatri Vol 8, No 3 (2006)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (105.355 KB) | DOI: 10.14238/sp8.3.2006.188-94

Abstract

Latar belakang. Kejadian AIDS pada anak meningkat seiring dengan peningkatan kasusdewasa. Gejala dan manifestasi klinis sering tidak khas, sehingga menyebabkanunderdiagnosis. Anak HIV sering datang dengan keluhan yang berasal dari infeksioportunistik, bahkan infeksi oportunistik banyak ditemukan sebagai penyebab kematian.Salah satu infeksi oportunistik yang sering terjadi adalah infeksi respiratorik.Tujuan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pola penyakit respiratorikpada anak HIV yang dirawat di Bagian Ilmu Kesehatan RS Dr. Cipto Mangunkusumo(RSCM), Jakarta.Metoda. Data berasal dari rekam medis anak HIV tahun 2002-2005. Penelitiandilakukan dengan desain potong lintang. Kriteria inklusi adalah anak usia 0-13 tahun,dengan HIV positif dan menderita penyakit respiratorik. Data yang dicatat meliputiumur, jenis kelamin, faktor risiko, status gizi, parut BCG, diameter uji tuberkulin, riwayatkontak dengan pasien tuberkolosis, kategori HIV, diagnosis penyakit respiratorik,outcome. Data klinis khusus meliputi batuk kronik berulang, demam lama, sesak nafas,laboratorium rutin, foto torak, dan kadar CD4, PCR.Hasil. Sejak Januari 2002-Desember 2005, telah dirawat 85 anak yang terinfeksi HIV,dengan 13 orang (15,2%) di antaranya meninggal. Tiga belas orang (13/35) didiagnosisHIV berdasarkan serologi dan PCR, 24/35 hanya dengan serologi, dan 1/35 orang denganPCR. Sebanyak 38 (44,7%) orang menderita infeksi respiratorik dengan pola penyakit: TB47,3%, pneumonia 44,7%, pneumocytis corinii pneumonia (PCP) 13,1%. Pada penelitianini, didapatkan bahwa 3/38 (7,8%) anak HIV dengan penyakit paru meninggal karenapneumonia berat, dengan 2/3 di antaranya pada kelompok umur 1-5 tahun. Penyebabkematian lainnya adalah PCP 2/38 pasien (5,2%), dan tersangka sepsis pada 2 pasien (5,2%).Kesimpulan. Pada anak HIV, TB merupakan penyakit respiratorik terbanyak, diikutipneumonia, sedangkan penyebab kematian terbanyak adalah pneumonia. Penyakitrespiratorik pada anak HIV dapat menjadi pembuka jalan untuk diagnosis anak HIV.
Perbandingan Uji Tuberkulin dengan Kadar Interferon Gamma pada Kultur Sel Limfosit Anak Tersangka TB Lita Farlina; Finny Fitry Yani; Darfioes Basir; Hafni Bachtiar
Sari Pediatri Vol 16, No 4 (2014)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp16.4.2014.260-5

Abstract

Latar belakang. Tuberkulosis (TB) pada anak masih merupakan penyakit utama yang menyebabkan kesakitandan kematian. Sampai saat ini, diagnosis TB anak masih menjadi masalah. Uji tuberkulin atau tuberculinskin test (TST) merupakan metode yang masih dijadikan pedoman, tetapi mempunyai sensitivitas yangrendah. Uji interferon-􀁊 (IFN-􀁊) merupakan pemeriksaan yang lebih spesifik untuk mendukung diagnosisinfeksi TB anak.Tujuan. Mengetahui kesesuaian TST dengan IFN-􀁊 pada kultur sel limfosit anak tersangka TB.Metode. Penelitian cross sectional pada anak berusia 3 bulan-14 tahun tersangka TB atau memiliki kontakerat dengan penderita TB paru BTA(+) dewasa yang datang ke poliklinik anak RS dr. M. Djamil Padangpada bulan Februari-November 2012. Semua sampel dilakukan pemeriksaan TST dan IFN-􀁊 kemudiandilakukan uji kesesuaian (kappa=K).Hasil. didapatkan 34 9 (26,5%) sampel memiliki TST positif dan 16 (47,1%) memiliki uji IFN-􀁊 positif.Didapatkan uji kesesuaian 38,2%(􀁎=0,27).Kesimpulan. Pemeriksaan uji IFN-􀁊 memiliki angka kesesuaian cukup dibandingkan TST sehingga belumperlu digunakan sebagai uji diagnostik infeksi TB pada anak tersangka TB.
Uji Diagnostik C-Reactive Protein pada Pneumonia Bakteri Komunitas Anak Ikhsan Marzony; Finny Fitry Yani; Efrida Efrida
Sari Pediatri Vol 17, No 5 (2016)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp17.5.2016.391-395

Abstract

Latar belakang. Polymerase chain reaction (PCR) merupakan teknik untuk menentukan agen penyebab pneumonia dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi, tetapi harganya mahal dan tidak tersedia di semua tempat. C-reactive protein (CRP) juga dapat digunakan untuk memprediksi infeksi bakteri dan memiliki keunggulan yang lain, yakni harganya yang murah dan hampir tersedia di semua laboratorium.Tujuan. Mengetahui sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, dan nilai prediksi negatif CRP pada pneumonia bakteri komunitas anak.Metode. Penelitian cross sectional pada 62 subjek di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS. Dr. M. Djamil Padang dari Desember 2013 sampai Oktober 2014. Subjek dipilih dengan teknik konsekutif. Dilakukan uji CRP dan teknik PCR sebagai baku emas. Duapuluh tiga sampel diekslusi karena menderita penyakit jantung bawaan (7), sepsis (6), telah mendapatkan antibiotik (4), dan orang tua menolak pemeriksaan (6) sehingga total sampel menjadi 39 anak.Hasil. Sebagian besar subjek penelitian adalah laki-laki (59%) dan kelompok umur terbanyak 2-11 bulan (48,7%). Sensitivitas CRP dengan cut off point 8 mg/L adalah 51,6%, spesifisitas 75%, nilai prediksi positif 88,8%, nilai prediksi negatif 28,6%. Pada cut off point 10 mg/L, sensitivitas CRP adalah 41,9%, spesifisitas 87,5%, nilai prediksi positif 92,9%, nilai prediksi negatif 28%.Kesimpulan. C-reactive protein tidak dapat digunakan sebagai uji tapis terhadap pneumonia bakteri komunitas anak.
Uji Tuberkulin pada Bayi BBLR yang Mendapat BCG Segera Setelah Lahir dan yang Menunggu Berat Badan > 2500 Gram Darfioes Basir; Finny Fitry Yani; Triyanto Triyanto
Sari Pediatri Vol 9, No 4 (2007)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp9.4.2007.293-8

Abstract

Latar belakang. Vaksinasi BCG pada bayi BBLR (berat badan lahir rendah) belum menjadi kesepakatandalam program imunisasi nasional di Indonesia. Beberapa penelitian sebelumnya melaporkan efektifitasBCG pada bayi BBLR/preterm dengan menggunakan uji tuberkulin 27% sampai 83%.Tujuan. Menilai efektifitas BCG pada bayi BBLR dengan uji tuberkulin di RS.Dr. M. Djamil PadangMetode. Penelitian bersifat randomized clinical trial pada bayi BBLR 2000gram-<2500gram yang lahirdan/atau dirawat di Sub Bagian Perinatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak, dari bulan Juni sampaiNovember 2006. Setiap subjek yang masuk penelitian, diberikan informed concent, dikelompokkan dalam2 kelompok dengan simple random sampling. Kelompok 1 diberikan BCG segera setelah lahir, maksimal3 hari. Sedangkan kelompok 2 ditunda pemberian BCG sampai berat badan >2500 gram. Kedua kelompokdi dilakukan uji tuberkulin dan pemeriksaan parut 12 minggu setelah vaksinasi BCG serta mengisi kuisioner.Data penelitian diolah dengan SPSS 13.0 for Windows dan di analisis dengan t-test, X2 test (kai-kuadrat)dan uji mutlak Fischer dengan α= 0,05.Hasil. Selama 6 bulan, telah lahir dan/atau dirawat 107 bayi BBLR berat 2000gram - <2500gram. 60 bayimemenuhi kriteria inklusi dan 44 bayi menyelesaikan penelitian. Rerata diameter indurasi tuberkulinpada kelompok 1 4,91 ± 2884 mm dan kelompok 2 5,41 ± 2,085 mm yang secara statistik tidak berbedabermakna dengan p=0,510. Nilai konversi uji tuberkulin pada kelompok 1 sebesar 63,6% dan kelompok 281,8% tidak menunjukan perbedaan p=0,310.Kesimpulan. Vaksinasi BCG bayi BBLR berat 2000gram-<2500gram segera setelah lahir memberikanefektifitas sama dengan yang ditunda.
Intraventricular Hemorrhage in Children with COVID-19 Confirmed Utari Gustiany G; Rahmi Lestari; Finny Fitry Yani
Bioscientia Medicina : Journal of Biomedicine and Translational Research Vol. 6 No. 6 (2022): Bioscientia Medicina: Journal of Biomedicine & Translational Research
Publisher : HM Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37275/bsm.v6i6.526

Abstract

Background. The most common symptom of Coronavirus disease 2019 (COVID-19) caused by SARS-CoV-2 is respiratory symptoms. However, neurological symptoms in adult patients are increasingly being reported. In children, neurological symptoms of COVID-19 are still underreported. This case report was aimed to describe intraventricular hemorrhage in a child with Covid-19 infection. Case presentation. We report a case of a 15-year-old girl with intraventricular bleeding, which is one of the COVID-19 infection symptoms or a possible symptom of a multisystem inflammatory syndrome in children (MIS-C). Laboratory tests on the first day of treatment showed an increase in leukocytes and decreased lymphocytes. On the 6th day of treatment, the patient had worsening symptoms of consciousness and high fever. The results of laboratory examination showed a decrease in kidney function and an increase in D-dimer. Conclusion. Severe clinical manifestations of COVID-19 can be in the form of neurological manifestations, one of which is intraventricular hemorrhage.
The Association between 25-(OH)D Level and Metabolic Control Status in Children with Type 1 Diabetes Mellitus at Dr. M. Djamil General Hospital Padang Dini Anggini; Eka Agustia Rini; Finny Fitry Yani
Bioscientia Medicina : Journal of Biomedicine and Translational Research Vol. 6 No. 6 (2022): Bioscientia Medicina: Journal of Biomedicine & Translational Research
Publisher : HM Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37275/bsm.v6i6.530

Abstract

Background. Type 1 diabetes mellitus (T1DM) is an autoimmune disease causing the destruction of pancreatic beta cells. This is an incurable condition, but with good metabolic control, an optimal quality of life can be achieved. Glycated hemoglobin (HbA1C) is still considered a reliable parameter of metabolic control. Studies showed vitamin D has a role in controlling glycemic homeostasis in children with T1DM. Calcidiol or 25-(OH)D is the best parameter to determine the level of vitamin D in the blood. This study aimed to evaluate the association between 25-(OH)D with metabolic control status in T1DM children at Dr. M. Djamil General Hospital Padang. Methods. A cross-sectional study was conducted on 43 pediatric patients with T1DM from July 2019-January 2021. Serum levels of 25-(OH)D were measured by direct CLIA method and classified into deficiency (≤ 20 ng/mL) and insufficiency (21–30 ng/mL). The HbA1C levels were calculated using the HPLC method and classified into good (<7%), adequate (7-8%), and poor (>8%) control. The Chi-square test and ANOVA were used for data analysis. The P-value of < 0.05 was considered statistically significant. Results. The majority of respondents were girls (53.5%), with 90.7% having a good nutritional status. The mean age at diagnosis was 11.25±2.85 years, and had been known to suffer from T1DM for 2.95±1.74 years. All respondents had abnormal levels of 25-(OH)D (100%), i.e., insufficiency (28%), deficiency (72%), poor (65.1%) metabolic control, and 96.4% of respondents with poor metabolic control had a deficiency of 25-(OH)D. (P-value <0.001). Conclusion. T1DM patients who have poor metabolic control have very low levels of 25-(OH)D.
Co-Authors Abi Andayu Adang Bachtiar Adefri Wahyudi Afdal Afdal Afdal Ahmad Junaidi Ahmad Kurniawan Akbar Aidil Rahman Novesar Alfi Maido Alius Amelin, Fitrisia Amirah Zatil Izzah Andani Eka Putra Ariescha, Putri Ayu Yessy Arni Amir Arwin AP Akib Asrawati Asrawati Aumas Pabuti Aumas Pabuti Bachti Alisjahbana Bambang Supriyatno Br Ginting Munthe, Novita Chicy WIdya Morfi Chika Aulia Husna Darfioes Basir Darfioes Basir Darfioes Basir Darfioes Basir Darfioes Basir Darfious Basir Darmawan B. Setyanto Dasman, Hardisman Denas Symond Desmawati Destri Linjani Devi Gusmaiyanto Devita, Retno Dhyna Lidya Lestari Diana Nur Asrini Didik Hariyanto Didik Hariyanto Didik Hariyanto Dini Anggini Diska Yulia Trisiana Diska Yulia Trisiana Dita Maharani Dwiana Ocviyanti Dwiana Ocviyanti Dwihardiani, Bintari Dya Mulya Lestari Edison Edison Efrida Efrida Efrida Eka Agustia Rini Elsesmita Elsesmita Emeraldy Chatra Erkadius Erkadius Erli Meichory Viorika Eryati Darwin Fauzar Fauzar Felisia . Firman Arbi Gustina Lubis Gustina Lubis Gustina Lubis Hafifatul A Rahmy Hafni Bachtiar Hanifa Hanif Hardisman Dasman Harun Harnavi Helmizar Hervita Yeni Hirowati Ali, Hirowati Husna Yetti Husna Yetti Ied Imilda Ikhsan Marzony Ilmiawati Ilmiawati, Ilmiawati Imil Irsal Imran Indra Ihsan Indrapriyatna, Ahmad Syafruddin Indri Permata Rani Irhamna Yusra Irvan Medison Irvan Medison Irvan Medison Iskandar Fitri, Iskandar Joserizal Serudji Koesoemadinata, Raspati Cundarani Laura Zeffira Lita Farlina Liza Fitria Lydia Aswati, Lydia Machdawaty Masri Masri Marhefdison Marhefdison Muhammad Hendri Nastiti Kaswandani Nelwati Nelwati Nelwati, Nelwati Nia Kurniati Nice Rachmawati Nina Dwi Putri Nisa Haska Maulina Novi Violona Edwar Novita Br Ginting Munthe Nur Afrainin Syah Nur Indrawaty Lipoeto Nurul Noviarisa Osharinanda Monita Rahmi Lestari Rapida Saragih Revi Riliani Riana Youri Ricco Azali Riki Alkamdani Rima Semiarty Rina Triasih Rinang Mariko Rizanda Machmoed Rizanda Machmoed Rizanda Machmud Rizki Meizikri Roni Eka Sahputra Roza Erisma Roza Kurniati Russilawati, Russilawati Sahputra, Roni Eka Sari, Maharani Permata Shinta Ayudhia Stephen M. Graham, Stephen M. Susmiati Susmiati Syahredi SA Trisasi Lestari, Trisasi Triyanto Triyanto Utari Gustiany G Viorika, Erli Meichory Yuhandri Yuhandri, Yuhandri Yuniar Lestari Yuniar Lestari Yusrawati Yusrawati Yusri Dianne Jurnalis