Articles
Perlindungan Hukum Pemidanaan Kebiri Perspektif Hukum Islam dan Hak Asasi Manusia
Fadyah Aqsari Yusri;
Abdul Syatar
Shautuna: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Perbandingan Mazhab dan Hukum MEI
Publisher : Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24252/shautuna.v2i2.18820
Penelitian ini bertujuan untuk mendekripsikan secara jelas terkait masalah Perlindungan Hukum Sanksi Kebiri Menurut Perspektif Hukum Islam Dan Hak Asasi Manusia (HAM). Penelitian ini mengkaji berdasarkan tinjauan hukum dengan tujuan untuk mengetahui faktor yang mendasari Hukum Islam dan HAM harus memberikan perlindungan bagi pelaku yang akan diberi hukuman kebiri. Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh beberapa hasil yaitu pemberian hukuman sanksi Kebiri kepada pelaku dapat melanggar HAM dan didalam hukum Islam juga menolak pemberian hukuman kebiri karna dianggap melanggar hak untuk tidak disiksa serta hukuman kebiri tidak terdapat didalam hukum Islam. Dengan adanya penerapan perlindungan hukuman bagi sanksi kebiri diharapkan agar berbagai pihak mempertimbangkan kembali agar sanksi kebiri tidak dilaksanakan dan diganti dengan hukuman yang lain.Kata Kunci : Kebiri; Hukum Pidana Islam; HAM
Penggunaan Item Fashion Berbahan Kulit Hewan Haram Konsumsi; Studi Perbandingan Ulama Mazhab
Sri Kartika Sari;
Abdul Syatar
Shautuna: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Perbandingan Mazhab dan Hukum SEPTEMBER
Publisher : Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24252/shautuna.v2i3.23732
Artikel ini bertujuan untuk menganalisis hukum penggunaan item fashion berbahan kulit hewan yang haram dikonsumsi menurut pandangan ulama mazhab. Jenis penelitian kualitatif yang berpedoman terhadap pengelolahan data yang didapatkan dari beberapa literatur. Adapun sumber data yang didapatkan diantaranya data sekunder dan data primer. Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan normatif syar’i. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mazhab al-Syafi’i berpandangan bahwa status hukum pemanfaatan bangkai dapat di bagi kepada dua bagian: yaitu kulit dan selain kulit. Pemanfaatan kulit apabila kulit itu selain kulit anjing dan babi maka setelah di samak kulit tersebut di hukumi suci dan boleh di manfaatkan sebagai item fashion sedangkan selain kulit seperti bulu tulang, tanduk, bulu dan lemak adalah najis dan tidak boleh dimanfaatkan. Mazhab Hanbali dan Mazhab Maliki memiliki persamaan pendapat mengenai status hukum penyamakan kulit hewan yaitu mereka menganggap bahwa penyamakan kulit hewan bukan merupakan sesuatu yang dapat menyucikan. Tetapi mereka memperbolehkan pemanfaatan dan penggunaan kulit hewan yang telah disamak. Menurut mazhab Zahiri semua kulit beserta bulunya adalah halal setelah di samak dan haram sebelum di samak. Sedangkan tulang, tanduk, kuku dan taring adalah suci tanpa di samak tetapi tidak halal di makan. Urat dan lemaknya tidak boleh dimanfaatkan karna ada larangan Nabi
Penggunaan Item Fashion Berbahan Kulit Hewan Haram Konsumsi; Studi Perbandingan Ulama Mazhab
Sri Kartika Sari;
Abdul Syatar
Shautuna: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Perbandingan Mazhab dan Hukum SEPTEMBER
Publisher : Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24252/shautuna.v2i3.23732
Artikel ini bertujuan untuk menganalisis hukum penggunaan item fashion berbahan kulit hewan yang haram dikonsumsi menurut pandangan ulama mazhab. Jenis penelitian kualitatif yang berpedoman terhadap pengelolahan data yang didapatkan dari beberapa literatur. Adapun sumber data yang didapatkan diantaranya data sekunder dan data primer. Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan normatif syar’i. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mazhab al-Syafi’i berpandangan bahwa status hukum pemanfaatan bangkai dapat di bagi kepada dua bagian: yaitu kulit dan selain kulit. Pemanfaatan kulit apabila kulit itu selain kulit anjing dan babi maka setelah di samak kulit tersebut di hukumi suci dan boleh di manfaatkan sebagai item fashion sedangkan selain kulit seperti bulu tulang, tanduk, bulu dan lemak adalah najis dan tidak boleh dimanfaatkan. Mazhab Hanbali dan Mazhab Maliki memiliki persamaan pendapat mengenai status hukum penyamakan kulit hewan yaitu mereka menganggap bahwa penyamakan kulit hewan bukan merupakan sesuatu yang dapat menyucikan. Tetapi mereka memperbolehkan pemanfaatan dan penggunaan kulit hewan yang telah disamak. Menurut mazhab Zahiri semua kulit beserta bulunya adalah halal setelah di samak dan haram sebelum di samak. Sedangkan tulang, tanduk, kuku dan taring adalah suci tanpa di samak tetapi tidak halal di makan. Urat dan lemaknya tidak boleh dimanfaatkan karna ada larangan Nabi
RESTORATIVE JUSTICE DALAM UPAYA PENYELESAIAN KEJAHATAN HAK ASASI MANUSIA PERSPEKTIFHUKUM ISLAM
Sofyan, Sofyan;
Syatar, Abdul
Shautuna: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Perbandingan Mazhab Vol. 1, No. 1, Januari 2020
Publisher : Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24252/shautuna.v1i1.12422
Penyelesaian kasus kejahatan mengalami perkembangan cukup pesat. Pasalnya, penyelesaianmelalui pengadilan dan non pengadilan menghiasi rana peradilan pidana diIndonesia. Secara subtantif, terjadi pergeseran pemidanaan yang semulanya menititikberatkan pada pembalasan (retributif) menjadi pemulihan (restoratif). Konsep keadilan restoratif (restorative justice) hadir sebagai jawaban atas kekhawatiran masyarakat utamanya korban yang mengalami kerugian secara materil maupun inmateril.Dalam perjalanannya, keadilan restoratif telah menjadi instrumen fundamentaldalam sistem peradilan nasional, misalnya tindak pidana anak melalui diversi. Bahkan tercatat dalam sejarah, keadilan restoratifmelalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi pernah diberlakukan sebagai jalan penuntasan kejahatan HAM. Akan tetapi, pada akhirnya Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dicabut atas Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6/PUU-IV/2006dan kembali menjadi Program Legislasi Nasional 2015-2019. Dengan demikian, restorative justice bagi kejahatan HAM mengalami pasang surut dan dimungkinkan adanya prospek keadilan restoratif pada praktik peradilan pidana di Indonesia.Kata Kunci: Keadilan Restoratif; Kejahatan; HAM; KKR.
Persepsi Masyarakat Terhadap Tradisi Massorong Baki Perspektif Hukum Islam
Hada, Heriya;
Syatar, Abdul
Shautuna: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Perbandingan Mazhab VOLUME 3 ISSUE 1, JANUARY 2022
Publisher : Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24252/shautuna.vi.24102
The main problem of this research is how the views of some people in Boki Village who still carry out the Massorong tradition. This type of research is classified as qualitative with the research approach used is normative. The data sources for this research are primary and secondary data. The results show that: 1) The Massorong Baki tradition is something that has been done for a long time and is part of a group, society, usually from the same culture and religion, the most basic thing about tradition is that information is passed on from generation to generation. both verbally and in writing, they bring down offerings on the edge of the rice fields as offerings or keep the promise of the Boki people for guarding their fields until harvest. 2) The people's view of the Massorong Baki tradition is that the tool used to honor something is mandatory and as an order of courtesy and respect for those who are older or higher than us and it has been passed down from generation to generation since our ancestors. The implication of this research is that the performance of the tradition regarding this tradition also refers to the performance of the Qur'an and the sunnah of the Prophet. In addition, it is hoped that all incidents of religion related to the community will provide guidance services for community performance passively in order to avoid the subject that leads to polytheism
Peranan dan Efektivitas Hakim di Persidangan Dalam Menekan Angka Perceraian: Studi Kasus Pengadilan Agama Kabupaten Soppeng
Safitri, Yuliani;
Syatar, Abdul
Shautuna: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Perbandingan Mazhab VOLUME 3 ISSUE 2, MAY 2022
Publisher : Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24252/shautuna.vi.26719
Penelitian ini bertujuan; 1) Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan perceraian pengadilan Agama di Kabupaten Soppeng. 2) Untuk mengetahui upaya hakim dalam menekan angka perceraian di Pengadilan Agama Kabupaten Soppeng. 3) Untuk mengatahui faktor pendukung dan penghambat upaya hakim dalam menekan angka perceraian di Pengadilan Agama Kabupaten Soppeng. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan pendekatan studi kasus. Lokasi penelitian di Kantor Pengadilan Agama Kabupaten Soppeng. Jadi, penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, yakni penulis menganalisis dan menggambarkan secara objektif dan akurat tentang kegiatan, peristiwa dan keadaan penelitian. Untuk pengumpulan data menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Adapun analisis data yang digunakan adalah reduksi data, penyajian data dan verifikasi data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; 1) Faktor yang menyebabkan perceraian di Pengadilan Agama Kabupaten Soppeng di dominasi diantaranya kareNa faktor Ekonomi,mabuk dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT.) 2) Secara yuridis-normatif, upaya perdamaian atau mediasi diatur dalam PERMA No. 2 tahun 2003 yang diganti dengan PERMA No. 1 Tahun 2008 dan diganti lagi dengan PERMA No, 1 Tahun 2016 tentang Mediasi.3) Faktor pendukung keberhasilan yang didapatkan hakim dalam upaya untuk mendamaikan para pihak yang berperkara disebabkan oleh faktor utama tidak lain adalah penerimaan dan keterbukaan para pihak untuk menceritakan masalahnya kepada Hakim. Sedangkan faktor penghambat keberhasilan upaya hakim menekan angka perceraian adalah: pihak yang tidak menerima sepenuhnya kaidah tentang mediasi, minimnya pengetahuan para pihak tentang mediasi, kurangnya kemampuan mediator dalam membantu para pihak menemukan solusi terbaik dan tidak adanya hakim mediator yang bersertifikasi.
Kebebasan Berekspresi di Media Sosial Perpektif Hukum Positif dan Ulama Mazhab: Studi Kasus di Polrestabes Makassar
Fahri, Ahmad Aidil;
Siti Aisyah;
Syatar, Abdul
Shautuna: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Perbandingan Mazhab VOLUME 3 ISSUE 3, SEPTEMBER 2022
Publisher : Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24252/shautuna.vi.26942
Pokok masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana kebebasan berekspresi di media sosial perpektif hukum positif dan ulama mazhab (studi kasus di polrestabes makassar). Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan penelitian yang digunakan yaitu: pendekatan yuridis normatif dan teologi normatif. Penelitian ini menggunakan tiga sumber data yaitu: sumber data primer, sumber data sekunder dan sumber data tersier. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan adalah melalui obsevervasi, wawancara dan dokumentasi, data yang dihasilkan kemudian diolah melalui penyuntingan, klarifikasi, dan sistematis, data yang telah dioleh kemudian dianalisis dengan metode analisis nonstatistika, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebebasan berekspresi di media sosial dalam tinjauan hukum positif telah diatur baik secara internasional maupun secara nasional. Secara internasional ini telah dideklarasikan oleh Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Kemudian, Ulama Mazhab dan Hukum Positif memandang bahwa kebebasan terkait masalah berekspresi di media sosial itu telah diatur didalam beberapa aturan, namun dalam pengimplementasian ada batasan-batasan yang harus dilihat secara seksama. Adapun pandangan hukum positif dan ulama mazhab dalam kebebasan berekspresi di media sosial di wilayah polrestabes, hal ini telah mengatur beberapa ketentuan dan telah menjalankan prosedur seperti apa yang dimaksud sesuai Undang-undang, proses penanganan penyidik menjerat pelaku menggunakan Pasal 27, Pasal 28 UU ITE dan juga menggunakan pendekatan Restorative Justice.
Kedurhakaan Anak Terhadap Orang Tua Sebagai Penghalang Warisan: Analisis Perbandingan Mazhab
Firdayanti, Fifi;
Syatar, Abdul;
Qayum, Abd. Rahman Hi;
Has, Nisaul Haq Bintu
Shautuna: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Perbandingan Mazhab VOLUME 3 ISSUE 3, SEPTEMBER 2022
Publisher : Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24252/shautuna.vi.28947
Penelitian ini membahas tentang banyaknya pergeseran nilai dalam berkeluarga salah satunya perlakuan anak terhadap orang tua, yang jauh dari kata berbakti. Seringnya ditemui orang tua yang tidak berdaya, terlantar, sakit-sakitan akibat dari Perilaku yang dilakukan oleh anak kandungnya sendiri. Padahal dalam Hukum Islam maupun dalam Peraturan Perundang-undangan yang berlaku melarang keras perbuatan tersebut. Karena pada dasarnya anak dan orang tua memiliki hak dan kewajiban yang saling berkaitan, bahkan ketika orang tua meninggal dunia hak yang otomatis terpindah kepada seseorang anak adalah hak kewarisan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang kedurhakaan seorang anak terhadap orang tua yang mengakibatkan pelukaan ataupun hilangnya nyawa dengan menganalogikannya kepada penghalang penghalang kewarisan yang ada dalam Kompilasi Hukum Islam. Penelitian ini dilakukan pada jurnal atau library research. Penelitian ini bersifat penelitian hukum empiris dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah: pada dasarnya yang dapat menghalangi kewarisan ialah yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 173 Huruf a dan b. Terkait kedurhakaan seperti tidak mengobati orang tua yang sakit, menyakiti dengan perbuatan dan perkataan dan menelantarkan, yang dapat mengakibatkan kematian dan pelukaan para hakim terbagi pada dua pendapat, empat orang hakim menyatakan bahwa kedurhakaan diatas tidak termasuk sebagai penghalang kewarisan karena dalam KHI dan Hukum Islam juga tidak ada teks yang jelas menyatakan demikian alasan selanjutnya ialah apabila orang tua tersebut meninggal dunia itu dikarenakan penyakitnya bukan karena tidak mengobatinya.
M.Ilham (10300116154) Pembebasan Bersyarat Kasus Narkotika dalam Upaya Pembinaan Narapidana: Studi Komparasi Mazhab Hanafi dan Hukum Nasional
M. Ilham;
Syatar, Abdul
Shautuna: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Perbandingan Mazhab VOLUME 4 ISSUE 1, JANUARY 2023
Publisher : Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24252/shautuna.vi.30168
Parole is the process of fostering convicts and criminal children outside the Correctional Institution after serving at least 2/3 (two thirds) of their minimum sentence of 9 (nine) months (Regulation of the Minister of Law and Human Rights of the Republic of Indonesia Number M.2.PK.04 -10 of 2007) article 1 paragraph 2. The granting of parole is one of the legal means in the context of realizing the goals of the correctional system. The right of inmates to obtain parole is regulated in the provisions of Article 14 letter k of the Correctional Law. Narkoba is an abbreviation of narcotics and drugs/dangerous substances. In addition to narcotics, another term introduced especially the Ministry of Health of the Republic of Indonesia is narcotics which stands for narcotics, psychotropics, and addictive. This type of research is library research. Broadly speaking, the approach used by the authors in this thesis is a sociological, historical, and anthropological approach. The data collection techniques used in obtaining the necessary information related to the problem under study are: Literature Study, is a data collection technique by reading literature books and literatures that can be used as guidelines or data sources in making this thesis. The literature study includes: 1.) Primary data, 2.) Secondary data. The purpose of this study is to analyze analytically how to parole narcotics convicts from both Positive Law and the Hanafi School of Law. Karen has now been shown how the life and fate of convicts in narcotics cases is uncertain, sometimes they are discriminated against by the social community. Become new insights and ideas about how to parole narcotics cases. The results of this study. If no qhoth'I arguments are found either in the Qur'an or in the Hadith whose validity is not in doubt, Imam Abu Hanafiah will determine the law based on Ra'yu. Imam Abu Hanafiah was influenced by legal developments in Kufa which was located far from Mandinah as the city where the Prophet Muhammad lived. So Imam Abu Hanafiah through his legal terms views narcotics as khamr or anything that is categorized as intoxicating and forbidden through the Qiyas approach.
Praktik Moderasi Beragama di Kecamatan Sukamaju Selatan Kabupaten Luwu Utara dalam Perspektif Hukum Islam
Nurfadillah;
Salenda, Kasjim;
Syatar, Abdul
Shautuna: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Perbandingan Mazhab VOLUME 4 ISSUE 2, MAY 2023
Publisher : Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24252/shautuna.vi.32126
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisa praktik moderasi beragama di desa Sukaharapan, kecamatan Sukamaju Selatan, kabupaten Luwu Utara. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif (fieldresearch) yang berusaha mendapatkan informasi tentang objek yang di teliti sesuai realitas yang ada di desa Sukaharapan. Dengan menggunakan metode wawancara, dan pengumpulan data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman masyarakat desa tentang moderasi beragama mereka sudah memahami dengan baik karena telah menerapkan dalam kehidupan sehari-hari, pelaksanaan moderasi beragama di desa Sukaharapan kecamatan Sukamaju Selatan, kabupaten Luwu Utara seperti dalam sikap moderasi beragama menurut kemenag RI yaitu; komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, akomodatif terhadap budaya lokal. Itu mereka telah terapkan baik dalam ritual keagamaan maupun dalam kehidupan sehari-hari. Faktor pendukung yaitu adanya dukungan dari kepala desa, adanya kegiatan yang melibatkan semua masyarakat dan faktor penghambat yaitu media sosial, lingkungan dari luar yang kurang baik serta upaya masyarakat dalam mewujudkan moderasi bergama yaitu selalu menyisipkan pesan moral untuk saling menghargai keyakinan orang lain.