Penelitian ini membahas konflik sosial yang terjadi di masyarakat yang disebabkan oleh perbedaan pendapat dan konflik. Maka memerlukan faktor/upaya untuk mengurangi persinggungan atas perbedaan, perbedaan dapat terjadi dan berkembang menjadi konflik. Menurut perspektif kontemporer tentang konflik, konflik adalah konsekuensi logis dari interaksi manusia dan merupakan salah satu konflik sosial yang menjadi isu nasional. Namun, masalahnya bukan sebatas meminimalkan atau menahan konflik, tetapi upaya-upaya menyelesaikannya dengan benar sehingga tidak merusak hubungan atau organisasi. Konflik dapat membahayakan atau justru menguntungkan suatu hubungan (relasi sosial), tergantung motif dan penyelesaiannya. Konflik menimbulkan emosi yang kuat, jadi harus menggunakan akal sehat untuk menyelesaikan masalah. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, memanfaatkan data sekunder, untuk menjawab rumusan masalah konflik sosial dalam undang-undang tentang penanganan konflik sosial di era internet. Potensi konflik lebih mudah dan lebih cepat tersebar di era internet. Unsur sosiologis dalam pembentukan undang-undang (norma) hanya sering kali bersifat artifisial atau hanya bersifat menempel untuk memenuhi syarat formil pembentukan peraturan perundang-undangannya. UU No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial belum tersosialisasi dengan baik atau bahkan terdapat masalah dalam penyusunannya, sehingga konflik sosial masih sporadis terjadi. Pemerintah maupun pejabat partai politik ke depannya perlu menghindari penggunaan dikotomi orang kaya dan orang miskin dalam kaitannya untuk menjalankan program/kebijakan.