Claim Missing Document
Check
Articles

Found 34 Documents
Search

ASSOCIATION BETWEEN SEXUAL ORIENTATION AND CONDYLOMA ACUMINATA IN HIV PATIENTS AT TERTIARY REFFERAL HOSPITAL IN LAMPUNG PROVINCE Dwi Indria Anggraini; Muhammad Syafei Hamzah; Hendra Tarigan Subero; Yulisna Yulisna; Yustisya Khoirunnisa
JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN Vol 9, No 2 (2022)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32539/JKK.V9I2.17439

Abstract

Condyloma acuminata is one of the most common sexually transmitted infections caused by the Human Papilloma Virus. Condyloma acuminata has been reported in many patients with Human Immunodeficiency Virus (HIV). Several studies have reported the factors associated with the incidence of condyloma acuminata in HIV, but it has never been reported the factors affected condyloma acuminata in Lampung Province. This study aimed to determine the relationship between sexual orientation and condyloma acuminata in HIV patients at RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Lampung Province. The design of this study was an observational study with a case control design with a sample of 112 HIV patients. The sample of the study was new patients diagnosed with HIV who were treated at RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Lampung Province in the period 2017 to 2019. Data were obtained from patient medical records. The results showed that 36 (64.3%) HIV/AIDS patients with condyloma acuminata had a homosexual orientation. Data analysis using Chi-square test showed the p value was 0.01. The conclusions of this study indicate that there is an association between sexual orientation and condyloma acuminata in HIV/AIDS patients.
PREVENTION AND EARLY DETECTION OF CONDYLOMA ACUMINATA IN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS/ACQUIRED IMMUNODEFICIENCY SYNDROME Dwi Indria Anggraini; Hendra Tarigan Sibero; Muhammad Yusran; Ahmad Fauzi
Jambura Journal of Health Sciences and Research Vol 3, No 2 (2021): JULI: JAMBURA JOURNAL OF HEALTH SCIENCES AND RESEARCH
Publisher : Universitas Negeri Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35971/jjhsr.v3i2.9922

Abstract

Abstract Human Immunodeficiency Virus infection/Acquired Immunodeficiency Syndrome in Indonesia continues to increase. HIV is a sexually transmitted infection that is often accompanied by condyloma acuminata or genital warts. The incidence of condyloma acuminata in HIV/AIDS patients is reported to vary from 10 to 30% and is associated with low CD4+ levels or at an advanced stage of HIV/AIDS. Condyloma acuminata is caused by the Human Papilloma virus which can develop into malignancy. The purpose of this activity were to increase knowledge about the disease, risk factors, and efforts to prevent condyloma acuminata, as well as to conduct early detection of condyloma acuminate disease in HIV/AIDS patients. The service was carried out through direct education to HIV/AIDS patients who went to the VCT polyclinic at dr. H. Abdul Moeloek. Early detection was done by screening new cases of HIV/AIDS patients. This activity was held for three months and was attended by 112 participants. The results of the activity showed that education could increase the knowledge about the disease, risk factors, and efforts to prevent condyloma acuminata and found 14.3% of condyloma acuminata diseases in the screening program for early detection of disease. The continuity of education and screening program for condyloma
Uji Efektivitas Antibakteri Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.) terhadap Pertumbuhan Propionibacterium acnes In Vitro Annisa Cahyani; Dwi Indria Anggraini; Tri Umiana Soleha; Agustyas Tjiptaningrum
Jurnal Kesehatan Vol 11, No 3 (2020): Jurnal Kesehatan
Publisher : Politeknik Kesehatan Tanjung Karang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26630/jk.v11i3.2241

Abstract

One of the treatments for acne vulgaris therapy is antibiotics, it can be applied topically and systemically. However, long-term and inappropriate use of antibiotics can increase the incidence of antibiotic drug resistance. Some medicinal plants are known to have antimicrobial properties, one of them is turmeric rhizome. Turmeric rhizome is known to contain essential oils and curcumin so that it can be useful as an antibacterial, antiviral, anti protozoa, anti-inflammatory, antioxidant, and antineoplasm. This study aims to determine the effectiveness of the antibacterial turmeric extract against the growth of Propionibacterium acnes. The type of this research is an experimental laboratory with disc diffusion method on Mueller Hinton Agar media. Turmeric extract was obtained from the Laboratory of Organic Chemistry at the University of Lampung with maceration techniques using 96% ethanol. Turmeric rhizome extract is divided into several concentrations namely 15%, 30%, 50%, 75%, and 100%. As negative control is aquades and positive control is clindamycin. Data was obtained based on the result of measurement Diameter of inhibition zone made through paper discs and measured by calipers. The data were analyzed by using One Way ANOVA. The result of this study indicated that the diameter of the inhibits zone at a concentration of 15%, 30%, 50%, 75%, and 100%. Sequentially is 11,35mm, 15,65mm, 17,575mm, 18,85mm, and 20,8mm. in the negative control is 0 mm and positive control is 28,1 mm (score p-value=0,000). There is antibacterial effectiveness of turmeric extract against the growth of Propionibacterium acnes in vitro, but it is no superior compared with clindamycin phosphate.
Diagnosis dan Tatalaksana Skrofuloderma pada Anak dengan Infeksi Human Immunodeficiency Virus dan Gizi Buruk Dwi Indria Anggraini; Roro Rukmini Windi Perdani; Piesta Prima Beta Pairul
Jurnal Kedokteran Universitas Lampung Vol 3, No 2 (2019): JK Unila
Publisher : Fakultas Kedokteran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23960/jk unila.v3i2.2518

Abstract

Latar belakang: Skrofuloderma merupakan tuberkulosis (TB) kulit sekunder yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis dan terjadi perkontinuitatum. Skrofuloderma merupakan kasus yang jarang dan sering mengalami keterlambatan dalam diagnosis. Gambaran klinis skrofuloderma dapat menyerupai penyakit infeksi kulit lainnya. Skrofuloderma diawali dengan timbul benjolan di area kelenjar limfe yang makin membesar dan pecah membentuk ulkus dengan pinggir merah kebiru-biruan dan dinding bergaung. Pengobatan yang tidak tepat dan ketidakpatuhan dapat menyebabkan resistensi kuman tuberkulosis sehingga tidak memberikan respon terapi yang baik. Tujuan: melaporkan satu kasus pada seorang pasien anak dengan skrofuloderma dan Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) serta gizi buruk. Kasus: seorang anak perempuan berusia 6 tahun dengan keluhan timbul benjolan-benjolan dan menjadi luka pada area pinggang, perut bawah, dan lipat paha sejak 4 bulan yang lalu. Keluhan tidak nyeri atau gatal. Pada regio flank, suprapubik dan inguinal sinistra tampak ulkus multipel, dangkal, bentuk iregular, tepi livide, dinding bergaung dan dasar bersih. Pada inguinal dextra tampak nodul soliter, ukuran 3x4 cm, bewarna livide. Pada pemeriksaan rontgen thoraks terdapat gambaran TB paru dengan skoring TB diperoleh skor 7. Pemeriksaan HIV diperoleh hasil reaktif. pasien menderita gizi buruk dengan berat badan/umur pasien kurang dari 80%. Pasien didiagnosis dengan skrofuloderma, TB paru, HIV, dan gizi buruk. Penatalaksanaan: pemberian obat oral antituberkulosis (OAT) pada anak berupa rifampisin, isoniazid, pirazinamid, etambutol selama 2 bulan dan dilanjutkan dengan rifampisin dan Isoniazid selama 4 bulan. Hasil terapi memberikan hasil baik. Kesimpulan: Skrofuloderma terjadi secara perkontinuitatum pada pasien anak dengan TB paru dan dapat sembuh dengan pengobatan oral OAT. Kata kunci: gizi buruk, HIV, skrofuloderma, tuberkulosis, obat antituberkulosis
Prevalensi dan Gambaran Epidemiologi Akne Vulgaris di Provinsi Lampung Hendra Tarigan Sibero; Ahmad Sirajudin; Dwi Indria Anggraini
Jurnal Kedokteran Universitas Lampung Vol 3, No 2 (2019): JK Unila
Publisher : Fakultas Kedokteran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23960/jk unila.v3i2.2519

Abstract

Akne vulgaris (AV) adalah penyakit kulit kronis yang multifaktorialditandai adanya peradangan pada unit pilosebasea seperti komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan predileksi di wajah, leher, bahu, dada, punggung dan lengan atas. Akne vulgaris terjadi pada 85% orang dewasa muda berusia 12–25 tahun. Insidensi akne vulgaris di kawasan Asia Tenggara terdapat 40-80% kasus sedangkan menurut catatan dari dermatologi kosmetika Indonesia terus terjadi peningkatan yaitu 60% penderita akne vulgaris pada tahun 2006, 80% pada tahun 2007 dan mencapai 90% pada tahun 2009.Etiologi akne vugaris belum diketahui secara pasti, diperkirakanproduksi sebum yang meningkat, hiperkeratinisasi folikel rambut, koloni bakteri Propionibacterium acnes (P. acnes) dan inflamasi. Patogenesis akne vulgaris ini diperkirakan berhubungan dengan beberapa faktor pemicu seperti faktor makanan, kosmetik, dan stress psikologis. Gambaran klinis AV ditandai dengan lesi klinis yang beragam yang letaknya terutama berada di wajah, punggung, dada dan bahu. Lesi dapat bersifat non-inflamasi maupun inflamasi. Lesi non-inflamasi berupa komedo, baik terbuka (blackhead) atau tertutup (whitehead). Lesi inflamasi berupa papul, pustul, nodul dan kista. Data penelitian mengenai akne vulgaris ini untuk daerah Lampung masih terbatas. Oleh karena itu, artikel ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran epidemiologi dan data prevalensi akne vulgaris di Provinsi Lampung.Kata Kunci:Akne Vulgaris, Epidemiologi, Prevalensi
Erupsi Obat Alergi: Tinjauan Kasus Sindrom Hipersensitivitas Obat pada Pasien dalam Pengobatan Morbus Hansen Dwi Indria Anggraini
Jurnal Kedokteran Universitas Lampung Vol 1, No 3 (2017): JK UNILA
Publisher : Fakultas Kedokteran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23960/jk unila.v1i3.1722

Abstract

Reaksi simpang obat bervariasi, dapat terjadi hanya pada kulit atau sistemik. Sindrom hipersensitivitas obat (SHO) jarang terjadi namun merupakan salah satu reaksi simpang obat berat. Tinjauan kasus ini bertujuan mengetahui diagnosis dan tata laksana erupsi obat alergi, terutama SHO. Kasus, seorang perempuan 37 tahun timbul bercakbercak kemerahan seluruh tubuh disertai mata kuning dan demam, buang air kecil berwarna teh gelap, mual, dan sengkelan di kedua lipat paha. Sejak enam minggu sebelumnya pasien minum obat dapson, rifampisin, klofazimin untuk pengobatan penyakit Morbus Hansen. Berdasarkan pemeriksaan fisik dan penunjang, ditegakkan diagnosis Erupsi Obat Alergi tipe Sindrom Hipersensitivitas Obat dan Morbus Hansen tipe Borderline Tuberculoid. Tatalaksana medikamentosa berupa metilprednisolon 16-16-8 mg, loratadin 1x10 mg, ranitidin 2x150 mg. Simpulan, SHOditandai dengan erupsi kulit, demam, dan keterlibatan organ dalam. Tata laksana SHO berupa identifikasi dan menghentikan obat penyebab serta direkomendasikanpemberian kortikosteroid sistemik.Kata kunci: Erupsi obat alergi, Morbus Hansen, Sindrom Hipersensitivitas Obat
Edukasi dan Pelayanan Kesehatan Kerja Pada Pengrajin Tapis di Desa Negeri Katon Fitria Saftarina; Dian Isti Angraini; Dwi Indria Anggraini; Nisa Karimah
Jurnal Abdimas ADPI Sains dan Teknologi Vol. 2 No. 2 (2021): Jurnal Abdimas ADPI Sains dan Teknologi
Publisher : Asosiasi Dosen Pengabdian kepada Masyarakat Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47841/saintek.v2i2.137

Abstract

Informal sector workers are workers who are most vulnerable to various risks that cause health problems. Health and safety issues related to their work can interfere with their productivity. Tapis craftsmen in the Negeri Katon Village,Pesawaran Regency, Lampung is part of the Tapis Jejama UMKM. Based on interviews with the UMKM coordinator, it was found that the craftsmen complained of back, neck, arm, and hand pain and symptoms of anemia. This interferes with the productivity of Tapis craftsmen. This service aims to improve the occupational health status of filter craftsmen in Negeri Katon Village to support work productivity in both health and economic aspects. The benefits of this activity are to reduce the incidence of anemia, musculoskeletal pain and help strengthen Negeri Katon Village as a Creative Tourism Village. The activity was carried out with a target of 30 tapis craftsmen. The solutions offered are occupational health services for tapis craftsmen, health education about ergonomics, occupational nutrition, and the stretching benefits. The results obtained that 100% of workers complained of musculoskeletal pain, as many as 5 people (8.3%) got hypertension and as many as 12 people (40%) got anemia. Before education, the knowledge of filter craftsmen about health risks in their work was 68% and after education is carried out, there is an increase of 97%. This activity needs to be carried out with the establishment of the Pos Upaya Kesehatan Kerja (UKK) as an effort to maintain the health of tapis craftsmen in Negeri Katon Village, Pesawaran Regency, Lampung.
Diagnosis dan Tatalaksana Psoriasis Muhammad Rafi Eka Putra; Dwi Indria Anggraini; Syahrul Hamidi Nasution; Hendra Tarigan Sibero
Medula Vol 13 No 2 (2023): Medula
Publisher : CV. Jasa Sukses Abadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53089/medula.v13i2.656

Abstract

Psoriasis is a chronic skin inflammation characterized by clear erythematous plaques, rough scales, and layered silvery white plaques, especially on the elbows, knees, scalp, back, umbilicus, and lumbar region. 125 million people worldwide have psoriasis, with prevalence varying in different countries. Psoriasis has a prevalence of 1% to 3% in Europe and the United States. Psoriasis is a disease caused by an autoimmune condition. The diagnosis of psoriasis can be made based on the clinical picture. The physical examination should include examination of the primary lesion and other common areas affected by psoriasis including the scalp. A family history should be asked to support the diagnosis. The diagnosis can also be established by the presence of candle drip phenomenon, auspitz and kobner (isomorphic) which are symptoms of psoriasis. In addition, a histopathological examination can also be performed with a picture of hyperkeratosis, parakeratosis, acanthosis, Munro's abscess, papillomatosis and vasodilatation subepidermis. Psoriasis therapy is given topically in mild degrees and systemic therapy and phototherapy are given in moderate to severe psoriasis. Topical therapy that can be given is corticosteroids, vitamin D analogues, retinoids, TAR (LCD 3-10%), keratolytics (salicylic acid), and emollients. Systemic therapy used in moderate to severe cases includes acitretin, methotrexate, cyclosporin. Commonly used autotherapy in the treatment of psoriasis are narrowband ultraviolet B (NB-UVB), broadband ultraviolet B (BB-UVB), and topical 8-methoxypsoralen and UVA (PUVA).
Hubungan Kejadian Pedikulosis Kapitis dengan Karakteristik Rambut, Tipe Rambut serta Frekuensi Keramas pada Santriwati Pesantren Al-Hikmah, Bandar Lampung Emantis Rosa; Amira Zhafira; Muhammad Yusran; Dwi Indria Anggraini
Kesmas Indonesia Vol 13 No 2 (2021): Jurnal Kesmas Indonesia
Publisher : Jurusan Kesehatan Masyarakat dan Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.ki.2021.13.2.4182

Abstract

Infeksi pada rambut dan kulit kepala yang disebabkan Pediculus humanus var. Capitis disebut dengan Pedikulosis. Pedikulosis sering ditemukan pada anak-anak usia sekolah khususnya di tempat yang sering dipakai bersamaan seperti di asrama, pesantren dan lain sebagainya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah kasus pedikulosis antara lain karakteristik rambut, tipe rambut dan kebersihan rambut atau frekuensi keramas. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan kejadian Pedikuolosis kapitis dengan karakteristik rambut, tipe rambut serta frekuensi keramas pada santriwati di Pesantren Al-Hikmah, Bandar Lampung. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara kasus pedikulosis kapitis dengan panjang rambut denga nilai sebesar (p =0,026). Namun tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kasus pedikulosis dengan tipe rambut dan frekuensi keramas dengan nilai p masing-masing sebesar (p= 0,388) dan (p=0,620). Kata Kunci: pedikulosis kapitis, tipe rambut, karakteristik rambut, frekuensi keramas
Faktor-faktor yang Memengaruhi Kejadian Sifilis Umniya Umniya; Dwi Indria Anggraini; Suharmanto Suharmanto
Jurnal Penelitian Perawat Profesional Vol 5 No 4 (2023): November 2023, Jurnal Penelitian Perawat Profesional
Publisher : Global Health Science Group

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37287/jppp.v5i4.1858

Abstract

Sifilis disebabkan oleh Treponemapallidum yang merupakan golongan spiroseta. Sifilis dapat ditularkan secara vertikal dan seksual. Penularan infeksi tersering melalui aktivitas seksual. Sifilis merupakan penyakit yang dapat diobati secara tuntas menggunakan antibiotik dan dicegah dengan perilaku seksual yang sehat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang mempengaruhi kejadian sifilis. Penelitian ini merupakan jenis penelitian analisis observasional dengan menggunakan metode case control. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2023 di RSUD H. Abdul Moeloek, Lampung. Teknik sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Sampel yang diperlukan dalam penelitian didapatkan melalui perhitungan sampel analitik kategorik tidak berpasangan yaitu 83 orang kelompok kontrol (negatif sifilis) dan 83 orang kelompok kasus (positif sifilis). Alat ukur yang digunakan pada semua variabel yaitu data rekam medis. Analisis data meliputi univariat dan bivariat menggunakan Chi-Square. Hasil menunjukkan adanya hubungan faktor jenis kelamin (p=0,001) dan jenis pekerjaan (p=0,027) dengan kejadian sifilis serta tidak terdapat hubungan faktor usia (p=0,639), tingkat pendidikan (p=1,000) dan status pernikahan (p=0,213) dengan kejadian sifilis di RSUD Dr. H. Abdul Moloek Bandar Lampung. Faktor yang paling berhubungan dengan kejadian sifilis di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung adalah faktor jenis kelamin dengan nilai OR yang paling tinggi yaitu 3,441. Faktor-faktor risiko yang mempengaruhi kejadian sifilis yaitu jenis kelamin dan jenis pekerjaan dimana jenis kelamin merupakan faktor yang paling berpegaruh di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.