Perang Aceh (1873–1912) merupakan salah satu konflik kolonial terpanjang dalam sejarah Indonesia yang berakar pada pengkhianatan Belanda terhadap Perjanjian Sumatera 1871. Pelanggaran perjanjian tersebut memicu reaksi keras dari Kesultanan Aceh yang menafsirkan tindakan Belanda sebagai deklarasi perang terbuka. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji latar belakang politik dan keagamaan perang, peran ulama dalam mobilisasi rakyat melalui ideologi perang sabil, serta dampaknya terhadap kehidupan sosial-ekonomi masyarakat Aceh. Penelitian ini menggunakan metode sejarah dengan empat tahapan: heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Sumber data diperoleh dari literatur primer dan sekunder berupa buku, karya ilmiah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perang Aceh bukan semata-mata perlawanan terhadap kolonialisme Belanda, melainkan juga manifestasi dari keyakinan agama Islam yang telah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat Aceh. Ulama memainkan peran sentral dalam menyatukan rakyat melalui dakwah jihad, karya sastra religius, dan seruan. Hikayat Perang Sabil menjadi instrumen ideologis yang menumbuhkan semangat kolektif untuk mempertahankan tanah air dan iman. Secara sosial-ekonomi, perang berkepanjangan ini menimbulkan runtuhnya perekonomian, menurunnya kesejahteraan, serta disintegrasi struktur pemerintahan tradisional. Lahirnya keteguhan moral dan spiritual yang menjadikan Islam sebagai kekuatan pemersatu. Dengan demikian, Perang Aceh dapat dimaknai sebagai bentuk jihad sosial dan politik masyarakat Aceh dalam mempertahankan martabat, kedaulatan.