Claim Missing Document
Check
Articles

Found 20 Documents
Search

Balaghah-Informed Examination of Dilalah Jumlah Ismiyyah and Filiyyah for Holistic Quranic Understanding Farraz Haecal, Mohammad Irfan; Komarudin, Edi; Taufiq, Wildan
Journal of Islamic Heritage and Civilization Vol. 1 No. 3 (2025): Islamic Heritage and Civilization
Publisher : Tunas Harapan Ummat Foundation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.0501/senarai.2025.1.3.103-113

Abstract

This article explores the critical role of Dilalah Jumlah Ismiyyah (implications of nominal quantity) and Dilalah Jumlah Fi'liyyah (implications of verbal quantity) in the profound interpretation of the Holy Qur'an. As the foundational text of Islam, the Qur'an necessitates a comprehensive linguistic and rhetorical understanding to fully grasp its spiritual and practical guidance. We argue that analyzing the quantitative nuances within nominal (ism) and verbal (fi'il) structures is indispensable for unveiling the divine messages. The study delves into how the singular or plural usage of nouns and verbs influences meaning, conveying concepts ranging from God's absolute oneness to the collective responsibilities of humanity. Furthermore, it highlights the intricate relationship between Ismiyyah and Fi'liyyah, demonstrating how they mutually reinforce semantic depth and rhetorical impact within Qur'anic discourse. By integrating Balaghah (Arabic rhetoric) and considering the broader historical, cultural, and spiritual contexts of revelation, this research proposes a refined approach to Qur'anic exegesis. Ultimately, a meticulous examination of quantitative dilalah enriches our comprehension of the Qur'an's multifaceted meanings and its timeless ethical and moral teachings.
Tinjauan Linguistik atas Istifhām dan Tasybīh sebagai Strategi Retoris dalam Al-Qur’an Azmi, Pendi Nurul; Fillaili, Fikri; Taufiq, Wildan; Komarudin, Edi
Journal of Islamic Heritage and Civilization Vol. 1 No. 3 (2025): Islamic Heritage and Civilization
Publisher : Tunas Harapan Ummat Foundation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.0501/senarai.2025.1.3.127-138

Abstract

Al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam tidak hanya memuat petunjuk kehidupan, tetapi juga menyimpan kekayaan gaya bahasa yang tinggi. Dua di antara perangkat balāghah yang banyak ditemukan dalam al-Qur’an adalah istifhām (interogasi) dan tasybīh (perumpamaan). Kajian ini bertujuan untuk menganalisis penggunaan istifhām dan tasybīh dalam al-Qur’an dari sudut pandang ilmu balāghah, serta menyingkap keindahan makna dan efek retoris yang ditimbulkannya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif dengan metode analisis isi terhadap ayat-ayat yang mengandung istifhām dan tasybīh. Hasil kajian menunjukkan bahwa istifhām dalam al-Qur’an tidak selalu bermakna pertanyaan, tetapi seringkali digunakan untuk pengingkaran, penegasan, pengajaran, dan pengalihan perhatian, sesuai konteks ayat. Sementara tasybīh digunakan untuk mengkonkretkan makna abstrak, memperkuat pesan moral, dan membentuk imajinasi estetis yang kuat dalam benak pembaca. Penelitian ini menegaskan bahwa pemahaman mendalam terhadap perangkat balāghah seperti istifhām dan tasybīh sangat penting untuk menangkap makna dan pesan ilahi yang lebih utuh dalam al-Qur’an.  
Estetika Makna dalam Komunikasi Al-Qur’an: Studi Stilistika atas Muhassinat Ma‘nawiyyah dalam Ayat-Ayat Sosial Fitriansyah, Muhammad Bayu; Imam, Jahira Salsabila Nurul; Komarudin, Edi; Taufiq, Wildan
JURNAL SYNTAX IMPERATIF : Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan Vol. 6 No. 3 (2025): Jurnal Syntax Imperatif: Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan
Publisher : CV RIFAINSTITUT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54543/syntaximperatif.v6i3.742

Abstract

Penelitian ini mengkaji peran keindahan makna (muhassināt ma‘nawiyyah) dalam ayat-ayat sosial Al-Qur’an sebagai strategi komunikasi yang etis, persuasif, dan berdampak transformatif. Kajian ini dilatarbelakangi oleh masih terbatasnya penelitian yang menyoroti dimensi makna estetis dalam ilmu balāghah, yang selama ini lebih banyak berfokus pada aspek bentuk atau gaya bahasa semata. Dengan menggunakan pendekatan deskriptif-analitis dan metode studi teks, penelitian ini menganalisis empat ayat sosial, yaitu QS. Al-Muṭaffifīn: 1–3, Al-Ḥujurāt: 11, An-Nisā’: 36, dan Al-Baqarah: 177. Data diperoleh melalui dokumentasi teks Al-Qur’an serta penafsiran dari ulama klasik dan kontemporer, seperti al-Ṭabarī, al-Rāzī, Quraish Shihab, dan Nasr Abu Zayd. Hasil analisis menunjukkan bahwa unsur-unsur retoris seperti muṭābaqah, jinās, dan taḥbīb tidak hanya memperindah bahasa, tetapi juga memperkuat penyampaian pesan moral dengan efek emosional yang kuat dan resistensi yang rendah dari audiens. Temuan ini memperluas pemahaman stilistika dalam tafsir Al-Qur’an dan menawarkan model komunikasi dakwah yang lebih humanis serta relevan dengan kebutuhan masyarakat kontemporer. Penelitian ini juga merekomendasikan pentingnya revitalisasi pembelajaran ilmu balāghah dan pengembangan pendekatan tafsir berbasis fungsi retoris di lembaga-lembaga pendidikan Islam.
The Luxury Culture in Arab Film: Route 10 by Omar Naim (A Semiotic Analysis of Roland Barthes) Nur Afiffah, Syifa; Komarudin, Edi; Mardiansyah, Yadi
ELS Journal on Interdisciplinary Studies in Humanities Vol. 8 No. 3 (2025): SEPTEMBER
Publisher : Hasanuddin University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34050/els-jish.v8i3.47424

Abstract

This study examines the representation of luxury culture in Omar Naim’s film Route 10 using Roland Barthes’ semiotic approach. The research aims to reveal how luxury objects and fashion function not merely as literal signs but as symbols of social hierarchy, prestige, and cultural adaptation. Employing a qualitative descriptive method with content analysis, selected dialogues and scenes are analyzed to uncover denotative and connotative meanings embedded in both narrative and visual elements. The findings indicate that luxury is depicted through icons such as branded cars, high-heeled shoes, and premium bags, representing elite status and global prestige. Indexes, including personal assistants, palatial residences, and exclusive privileges, highlight social hierarchies and structural inequalities. Symbols, such as formal attire, wedding gowns, and the fusion of religious tradition with modernity, reflect both aspirational and contradictory aspects of elite culture, including elitism, hypocrisy, and social distinction. Overall, the film presents luxury as a phenomenon that functions both as a marker of prestige and a source of social tension, illustrating how material and symbolic representations of wealth influence perceptions of identity, status, and cultural values in contemporary Arab society.
FRASA NOMINA DALAM BAHASA INDONESIA DAN TARKIB ISMI DALAM BAHASA ARAB (KAJIAN KONTRASTIF) Salsabila, Syifa Satia; Komarudin, Edi; Dayudin, Dayudin
Hijai - Journal on Arabic Language and Literature Vol 4 No 1 (2021): Hijai - Journal on Arabic Language and Literature
Publisher : Bahasa dan Sastra Arab, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Sunan Gunung Djati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/hijai.v4i1.13519

Abstract

Peneltian ini berjudul “Analisis Kontrastif Kajian Frase Nominal dalam Bahasia Indonesia dan Tarkib Ismi dalam Bahasa Arab”. Dengan tujuan untuk menemukan perbedaan dan persamaan pada FN dalam bahasa Indonesia (BI) dan tarkib Ismi dalam Bahasa Arab (BA). Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kontrastif dengan pendekatan linguistik. Data dalam penelitian ini diambil dari dua jenis sumber data yaitu (1) sumber data primer diantaranya kitab Tijan Addarari, durusul fiqih, cerpen daulatul ‘ashafir beserta ketiga tarjamahnya, (2) sumber data sekunder yaitu jumlatul ‘arabiyah, Jami’ud Durus, TBBI dan Linguistik Umum. Dan untuk tehnik pengumpulan data penelitian ini adalah tehnik studi kepustakaan dengan jenis data, data purposive. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Persamaan antara FN BI dan tarkib ismi terdapat pada Unsur pusatnya, dan perbedaanya terdapat pada setiap jenisnya. (a) Tidak semua tarkib idhafi termasuk kedalam kategori frasa yaitu jika mudhafnya mengandung makna predikatif, sedangkan frasa nomina pewatas nomina semuanya masuk kedalam kategori frasa.(b) frasa nomina penentu numeralia tidak memiliki aturan gender sedangkan tarkib ‘adadi memiliki aturan gender dan dibagi kedalam dua kategori yaitu tarkib idhafi dan tarkib tamyiz.(c) Frasa nomina dengan atribut ketakrifan, semua tanda ketakrifan masuk kedalam kategori frase, sedangkan tanda ketakrifan dalam BA yang masuk kedalam kategori frasa hanya dua yaitu, idhafat dan isyarah. (d) Tarkib ismi na’ti mempunyai syarat tertentu antara unsur pusat dan atribut, yaitu gender, jumlah dan umum-khusus, sedangkan dalam frasa nomina pewatas adjektiv tidak ada syarat pembentuk apapun. Terakhir (e) Tarkib ismi mempunyai tarkib tamyiz sedangkan FN BI tidak, namun setelah diteliti padanan dari tarkib ismi tamyizi dalam BI ada pada kategori FN dengan pewatas numeralia dan FN dengan pewatas nomina. Dan juga, Pada tataran jenis FN BI memiliki pewatas penggolong sedangkan tarkib ismi tidak. Untuk perbedaan secara keseluruhan FN dengan tarkib ismi adalah syarat pembentuknya, baik dalam jumlah, gender ataupun jenis.
Types and Purposes of Kinayah in the Qur’an Syam, Ishmatul Karimah; Komarudin, Edi; Taufiq, Wildan
Mashadiruna Jurnal Ilmu Al-Qurân dan Tafsir Vol. 1 No. 1 (2022): Mashadiruna Jurnal Ilmu Al-Qurân dan Tafsir
Publisher : UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/mjiat.v1i1.19394

Abstract

This study aims to examine and explain kinayah, including the meaning, types, function, and purpose in the Qur'an. This research is qualitative by going through library research and research. This study concludes that kinayah is included in one of the balaghah sciences which discusses the meaning of a word not only from the prevalence of its meaning, but also its meaning can be understood with its true meaning. Kinayah also has several types and the distribution of each type. The purpose of the existence of kinayah in the Qur'an, among others, is to remember the greatness of God, beautify words, avoid taboo sentences, and the like. This simple research is expected to benefit and add insight to religious studies, especially in the language field.
Methodology of the Book of the Holy Qur'an and The Massage of Qur'an: A Comparative Study of the Book of Tafsir by A. Yusuf Ali and Muhammad Asad Nursidik, Ihsan; Komarudin, Edi
Mashadiruna Jurnal Ilmu Al-Qurân dan Tafsir Vol. 2 No. 1 (2023): Mashadiruna Jurnal Ilmu Al-Qurân dan Tafsir
Publisher : UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/mjiat.v2i1.20129

Abstract

The study of the methodology of interpreting the Qur'an is one of the disciplinary studies in the field of Qur'anic Science and Tafsir. His studies have always been literature that animates the discourse of interpretation. The more mushrooming the development of scientific Tafsir of Tafsir among the public, the more widespread the products of this interpretation are developing. Even not only in the original language—namely Arabic, but the development of the science of interpretation of the Qur'an has met its new reality, where variants of the interpretation of books from various languages have begun to appear. One of them is an English commentary, such as the one initiated by Abdullah Yusuf Ali and Muhammad Asad. This study aims to analyze the methodology of the book of Tafsir The Holy Qur'an by A. Yusuf Ali and The Massage of the Qur'an by Muhammad Asad. This research is a qualitative research with descriptive analysis approach. The results of this study show that the interpretation methods of Ali and Asad have similarities, including in: first, sources based on ra'i; second, methods of interpretation of ijmali and third, display of interpretations using footnotes. The difference between the two lies in the style of interpretation, then the features of the template in the interpretation.
Analisis Kalam Khabari pada Surah Al-‘Ashr Hidayah, Asep Taopik; Komarudin, Edi
Mashadiruna Jurnal Ilmu Al-Qurân dan Tafsir Vol. 2 No. 3 (2023): Mashadiruna Jurnal Ilmu Al-Qurân dan Tafsir
Publisher : UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/mjiat.v2i3.27104

Abstract

Al-Qur’an adalah kalamullah yang di dalamnya terdapat unsur kalam khabari yang merupakan  bagian dari ilmu ma’ani salah satu bagian dalam disiplin ilmu balaghah.  Objek bahasan kalam khabari terfokus pada makna lafazh yang muthobaqah dengan muqtadhol-halnya atau sesuai faktual dan mengandung kemungkinan kalam tersebut benar atau sebaliknya. Riset ini bertujuan untuk mendeskripsikan kalam khabari dari berbagai aspeknya mulai dari definisi hingga analisis kalam khabari pada surah Al-‘Ashr dengan pendekatan metodologi kualitatif melalui library research. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara definisi kalam khabari adalah kalam yang validitas kebenaran dan kesalahannya ditentukan oleh kondisi faktualnya. Memiliki tujuan utama sebagai faidah khabar dan lazimul faidah dan beberapa tujuan turunannya. Uslub kalam khabari berdasarkan mukhatabnya terdiri dari kalam khabari ibtida’I, thalabi dan inkari. Hasil analisis kalam khabari terhadap surah Al-‘Ashr ditemukan bahwa seluruh uslub kalam khabari terdapat dalam surah Al-‘Ashr. Hal ini menjadikan bukti nyata bahwa Al-Qur’an adalah kalam yang memiliki nilai bahasa yang kuat dan fasih dalam menyampaikan pesan kepada para pembacanya.
Perkembangan Tafsir Al-Qur’an Pada Abad Pertengahan Nurhayat, Tasya Putri; Komarudin, Edi
Mashadiruna Jurnal Ilmu Al-Qurân dan Tafsir Vol. 3 No. 2 (2024): Mashadiruna Jurnal Ilmu Al-Qurân dan Tafsir
Publisher : UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/mjiat.v3i2.30381

Abstract

Tafsir Al-Qur’an selalu berkembang dan ia adalah anak zamanyya. Namun orientalis mengatakan bahwa lahirnya tafsir dengan metode baru bukanlah perkembangan, melainkan adalah peperangan dan permusuhan atas tafsir sebelumnya. Akan tetapi, menurut intelektual muslim perbedaan dengan keunikannya masing-masing adalah tanda dari perkembangan tafsir itu sendiri. Oleh karena itu, tulisan ini bertujuan untuk membahas mengenai bagaimana hakikat perkembangan tafsir, khususnya perkembangan pada periode pertengahan. Karena pada periode tersebut telah terjadi pergeseran epistemologi yang sangat mendasar. Pedekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan menggunakan kajian pustaka dalam pengumpulan datanya. Adapun dari penelitian ini didapatkan beberapa hasil diantaranya: Pertama, periode pertengahan terjadi pada abad ke 9 sampai abad ke 19 M dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang pesat dan maraknya forum diskusi sehingga memunculkan sikap fanatisme. Selain itu, juga terjadi perluasan wilayah sehingga banyak orang non Islam dan non Arab yang masuk kedalam agama Islam. Kedua, kemajuan abad pertengahan berimplikasi pada perkembangan tafsir Al-Qur’an sehingga memunculkan corak-corak tafsir yaitu corak bahasa, filsafat, teologi, ilmiah, fiqih, dan tasawuf. Ketiga, corak-corak tafsir tersebut memiliki karakteristik dan ciri masing-masing sebagai bukti nyata implikasi abad pertengahan.
Abu Thanâ' Shihâbuddîn Al-Alûsî's Interpretation of the Self-Harm (Ẓālim Li Nafsih) Verses Amalia, Ilma; Komarudin, Edi
Mashadiruna Jurnal Ilmu Al-Qurân dan Tafsir Vol. 4 No. 1 (2025): Mashadiruna Jurnal Ilmu Al-Qurân dan Tafsir
Publisher : UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/mjiat.v4i1.43832

Abstract

This study explores Abu Thanâ' Shihâbuddîn Al-Alûsî's interpretation of Qur'anic verses addressing self-harm (ẓālim li nafsih) and its relevance to the modern phenomenon of self-inflicted harm. Using a qualitative, descriptive-analytical method, the research examines Al-Alûsî's tafsir in Rūh al-Ma'ānī, particularly regarding verses such as Qs. Al-Baqarah: 195, Qs. Ali-Imran: 117, and others. Al-Alûsî interprets ẓālim li nafsih as actions violating divine commands, encompassing spiritual, moral, and physical dimensions. He emphasizes that such acts result in self-inflicted harm both in this world and the hereafter. The research draws parallels between ẓālim li nafsih and self-harm, illustrating how the latter reflects a crisis of spirituality and morality. Al-Alûsî highlights the importance of repentance, spiritual reflection, and maintaining a strong relationship with Allah SWT to heal spiritual wounds caused by self-harm. His interpretation underscores the Qur'an's guidance for addressing internal struggles through a holistic approach combining spiritual, social, and moral support. The study concludes that Al-Alûsî's insights provide a meaningful framework for understanding and addressing self-harm within an Islamic context, offering hope and a path to redemption for individuals affected by this issue.