Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 menetapkan usia minimal menikah bagi pria dan wanita adalah 19 tahun, sebuah langkah penting dalam perlindungan keturunan (Hifdzul al-Nasl) sesuai dengan Maqashid al-Syariah. Penelitian ini mengeksplorasi tantangan dan peluang dalam implementasi kebijakan ini dari perspektif Hifdzul al-Nasl. Berdasarkan analisis kebijakan dan tinjauan literatur, tantangan utama meliputi resistensi budaya, keterbatasan akses pendidikan, dan masalah ekonomi. Namun, kebijakan ini juga menawarkan peluang signifikan untuk meningkatkan kesehatan reproduksi, kesejahteraan anak, dan stabilitas keluarga, serta mengurangi angka pernikahan anak. Implementasi yang efektif memerlukan pendekatan holistik yang mencakup sosialisasi nilai-nilai islami, penguatan regulasi, dan peningkatan akses layanan kesehatan serta pendidikan. Dengan demikian, penyamaan usia perkawinan diharapkan dapat mendukung terciptanya generasi yang sehat dan keluarga yang sejahtera, sejalan dengan tujuan syariah untuk melindungi keturunan.