Articles
Pengaruh Work Motivation Terhadap Work Performance Di Rutan Kelas IIb Purworejo
Dhimas Calandra Anggita;
Padmono Wibowo
Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK) Vol. 4 No. 5 (2022): Jurnal Pendidikan dan Konseling
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.31004/jpdk.v4i5.7921
Target dari penelitian ini adalah untuk mencari tahu keterkaitan antara work motivation dengan work performance di Rutan Kelas IIB Purworejo. Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui nilai keeratan suatu hubungan dalam setiap variabel. Penelitian ini memanfaatkan penelitian kuantitatif statistik deskriptif sebagai metode penelitian dimana sumber datanya nerasar dari angket pernyataan yang diberikan kepada 30 sampel penelitian. Pegawai merupakan populasi yang digunakan dengan mengambil sampel melalui teknik sampling probabilitas degan kategori random sampling. Hasil memperlihatkan adanya hubungan antara work motivation dan work performance.
Pelaksanaan Pembinaan terhadap Tahanan dan Narapidana di Rutan Kelas IIB Kudus dalam Sistem Pemasyarakatan
Muchammad Izzal Wildan;
Padmono Wibowo
Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK) Vol. 4 No. 6 (2022): Jurnal Pendidikan dan Konseling
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.31004/jpdk.v4i6.8163
Selain memiliki tujuan untuk memulihkan narapidana dan tahanan kembali menjadi manusia yang baik. Dalam sistem pemasyarakatan juga bertujuan untuk mencegah dan melindungi masyarakat dari tindak kejahatan berulang yang dilakukan oleh narapidana, suatu penerapan dan merupakan bagian integral dari nilai-nilai dasar Pancasila. Kajian pembinaan narapidana di Rutan Kelas IIB Kudus bertujuan untuk mengetahui proses pembinaan narapidana dan mengetahui permasalah yang menjadi penghambat dalam proses pelaksanaan pembinaan narapidana di Rutan Kelas IIB Kudus. Dalam penelitian ini, di Rutan Kelas IIB Kudus telah melaksanakan pembinaan terhadap narapidana dengan pembinaan keagamaan, kesadaran hukum, pembinaan kesehatan jasmani dan rohani, keterampilan intelektual dan profesional, dari tahap pengetahuan lingkungan, hal ini dapat menunjukkan pelaksanaan pembinaan. Pembangunan belum maksimal. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pembinaan tahanan dan narapidana di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Kudus antara lain kurangnya sarana dan prasarana, kurangnya satpam, jumlah narapidana yang melebihi kapasitas Lapas, dan terbatasnya jumlah guru dan narapidana termasuk minat yang rendah.
Analisis Belum Terlaksana Program Pembinaan Narapidana Pada Lembaga Pemasyarakatan Indonesia
Hikmahanvazio Hikmahanvazo;
Padmono Wibowo
Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK) Vol. 4 No. 6 (2022): Jurnal Pendidikan dan Konseling
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.31004/jpdk.v4i6.8230
Pelaksanaan hukuman pidana pada seorang pelaggar hukum dalam Lembaga Pemasyarakatan dilakukan agar mereka dapat menyadari kesalahan atas perbuatan yang telah mereka lakukan serta dapat menjadi manusia yang berguna ketika kembali pada masyarakat. Oleh sebab itu, suatu program pembinaan narapidana diciptakan sebagai media untuk melatih, mengasah dan mengajarkan mereka berbagai kemampuan dan ilmu sehingga tujuan dari pemidanaan dapat terwujud. Pada pelaksanaannya, beberapa permasalahan muncul pada proses pembinaan yang tidak berjalan sehingga terhambatnya proses pembinaan pada Lembaga pemasyarakatan sering terjadi. Permasalahan seperti SDM yang kurang berkualitas, kelengkapan sarana dan prasarana, kelebihan kapasitas hingga alokasi anggaran yang tidak sepadan dengan kegiatan yang dilakukan mengakibatkan proses pembinaan ini tidak berjalan sesuai dengan apa yang direncanakan. Maka dari itu, dalam penelitian ini membahas mengenai permasalahan yang ada dalam proses pelaksanaan program pembinaan melalui Diagram Fishbone. Setelah mengidentifikasi penyebab yang terjadi permasalahan pada causal faktor, tahap selanjutnya yaitu membuat rencana atau rekomendasi dari akar penyebab yang ada agar bisa diimplementasikan dengan benar dan efektif. Berbagai rekomendasi tersebut diharapkan dapat memberikan solusi dan titi terang akan suatu permasalahan yang terjadi akan keberlangsungan program pembinaan terhadap narapidana.
Implementasi PERMENKUMHAM No 07 Tahun 2022 dalam Mengatasi Overcrowded di Lapas Kelas I Makassar
Humala Mahmud Husen Siregar;
Padmono Wibowo
Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK) Vol. 4 No. 6 (2022): Jurnal Pendidikan dan Konseling
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.31004/jpdk.v4i6.8235
Narapidana yang menjalani hukuman memerankan hak yang dilindungi oleh HAM serta hukum Indonesia, ialah imbalan Remisi. Remisi ialah atualisasi masa pidana bagi narapidana yang memenuhi syarat-syarat antara lain aktifnya baik tetapi tidak dipidana bersama pidana mati atau pidana penjara selama hidup. Pelimpahan remisi ini dikelola oleh lembaga pemasyarakatan. Lahirnya Remis sebagai bentuk pembinaan yang sistematis dalam pemasyarakatan yang digunakan di Indonesia. Dengan remisi sebagai dukungan Proses reintegrasi ke dalam masyarakat atau membangun kembali hubungan baik antar narapidana dan masyarakat. pemberian Remisis Kepada Narapidna yang sudah menjalankan tindak pidana khusus berlandaskan Regulasi Pemerintah No. 99 Tahun 2012 dilandasi oleh tercapainya memulai kesamarataan osial. Pada saat ini tata cara pemberian remisi untuk tindak pidana spesial di atur bersama Regulasi Menteri Hukum serta Hak Asasi Manusia No. 7 Tahun 2022 Terkait ketetapan serta Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, serta Cuti Bersyarat yang sangat berbeda pada peraturan sebelumnya.
Optimalisasi Pemenuhan Hak Pelayanan Kesehatan Narapidana dalam Kondisi Overcrowded di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kendal
Muhammad Falah Qotrunada;
Padmono Wibowo
Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK) Vol. 4 No. 6 (2022): Jurnal Pendidikan dan Konseling
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.31004/jpdk.v4i6.8259
Pemenuhan hak pelayanan kesehatan bagi narapidana menjadi hal prioritas yang sangat penting di Lembaga Pemasyarakatan. Pelayanan kesehatan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan mengalami kendala apabila kondisi Lembaga Pemasyarakatan mengalami overcrowded. Kondisi tersebut terjadi ketika jumlah penghuni melebihi kapasitas yang ada di Lapas. iPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana optimalisasi pemenuhan hak pelayanan kesehatan narapidana dalam kondisi overcrowded di Lapas Kelas IIA Kendal. Penelitian ini menggunakan imetode yuridis empiris dengan teknik kualitatif dalam mengambil dataiprimer yangidiperoleh denganiwawancaraidilapangan dan dataisekunder dari bahan-bahanibuku. Hasil penelitian ini akan diketahui terkait bagaimana pelaksanaan optimalisasi pemenuhan hak pelayanan kesehatan narapidana dalam kondisi overcrowded di Lapas Kelas IIA Kendal.
Analisis Swot Dalam Meningkatkan Efektifitas Program Pembinaan di Lapas Kelas II B Lubuk Pakam
Sultan Fatahilah;
Padmono Wibowo
Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK) Vol. 4 No. 6 (2022): Jurnal Pendidikan dan Konseling
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.31004/jpdk.v4i6.8271
4 Tahap akhir penyelenggaraan sistem peradilan pidana terdiri dari layanan pemasyarakatan, yang terdiri dari kegiatan, kelembagaan, dan metode pembinaan yang dirancang untuk memberikan arahan kepada individu yang dipenjara. Lembaga pemasyarakatan merupakan bagian terakhir dari sistem peradilan pidana. Dalam ruang lingkup penelitian ini adalah upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan efisiensi program pendampingan di dalam lembaga pemasyarakatan. Program pembinaan di lembaga pemasyarakatan merupakan aspek terpenting untuk dapat mengubah narapidana menjadi anggota masyarakat yang berguna yang dapat berkontribusi untuk kebaikan yang lebih besar. Jika program pendampingan di Lapas dan Lapas tidak berjalan maksimal, ini akan menjadi masalah. Akibatnya, perlu dilakukan analisis untuk menilai posisi kekuatan saat ini dan bagaimana rencana itu harus dilaksanakan. Pengumpulan data dilakukan di Lapas Kelas IIB Lubuk Pakam dengan mengamati operasional dan melakukan wawancara dengan petugas yang ada. Metodologi analisis matriks yang dikenal sebagai IFAS (Ringkasan Analisis Faktor Internal) dan EFAS (Ringkasan Analisis Faktor Eksternal) digunakan untuk tujuan melakukan analisis penelitian ini. Menurut temuan penelitian, strategi yang berhasil digunakan di kuadran pertama. Memaksimalkan penggunaan teknik agresif adalah taktik yang tepat untuk digunakan jika seseorang ingin meningkatkan efisiensi program pembinaan. Sebuah strategi yang berusaha untuk memaksimalkan pendapatan sekaligus menerima tingkat risiko yang jauh lebih tinggi dikenal sebagai strategi agresif.
Kendala Pembinaan Kemandirian Keterampilan Kerja di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Sragen
Illyasya Adytaseptyanto;
Padmono Wibowo
Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK) Vol. 4 No. 6 (2022): Jurnal Pendidikan dan Konseling
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.31004/jpdk.v4i6.8299
Lembaga Pemasyarakatan yang kemudian disingkat lapas adalah tempat pembinaan bagi narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Di dalam Lapas para narapidana tidak hanyak dihilangkan kemerdekannya saja. Tetapi mereka diberikan pembinaan. Pembinaan dibagi menjadi dua yaitu pembinaan kepribadian dan kemandirian. Pembinaan kemandirian ialah proses membina narapidana dengan arah untuk membentuk narapidana yang mempunyai keterampilan dan keahlian dalam keterampilan kerja. Bidang keteramilan kerja memberikan kesempatan kepada Warga Binaan Pemasyarakatan untuk dapat menyalurkan bakat dan keterampilan sebagai pengembangan potensi diri, yang nantinya dapat dimanfaatkan ketika Warga Binaan Pemasyarakatan telah selesai menjalani masa pidananya di Lembaga Pemasyarakatan. Dalam penelitian ini Adapun permasalahan yang diangkat adalah proses pembinaan kemandirian keterampilan kerja dan apa faktor-faktor kendala dalam pembinaan kemandirian keterampilan kerja jika dilihat dari SDM, sarana dan prasarana di Lapas Kelas IIA Sragen. Serta bagaimana cara mengatasi masalah tersebut di Lemabaga Pemasyarakatan Kelas IIA Sragen. Penelitian ini masuk pada penelitian empiris. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sosiologis. Tentunya penelitian ini dilaksanakan di Lapas Kelas IIA Sragen, karena domisisli penulis yang dekat dengan UPT tersebut agar mudah dalam pencarian data yang diperlukan.
Analisis Strategi Pencegahan Penyebaran Halinar di Rutan Kelas I Medan
Wesly Ivan Panggabean;
Padmono Wibowo
Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK) Vol. 4 No. 6 (2022): Jurnal Pendidikan dan Konseling
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.31004/jpdk.v4i6.8331
Indonesia adalah negara hukum dan setiap warga negaranya mendapat perlakuan yang sama dihadapan hukum. Oleh karena itu setiap perbuatan yang melanggar hukum akan mendapat ganjaran berupa hukuman pidana yang diatur dalam Kitab Undan-undang Hukum Pidana (KUHP).Pemidanaan sendiri di Indonesia dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) serta untuk warga negara yang sedang menjalankan proses persidangan akan dirawat di Rumah Tahanan Negara (Rutan). Pemidanaan sendiri merupakan proses menjalankan masa hukuman guna menyadarkan para narapidana bahwa yang mereka lakukan salah dan harus memperbaiki diri. Rutan merupakan tempat perawatan tahanan selama mereka melaksanakan proses persidanganhingga mereka dijatuhkan vonis hukum yang berkekuatan tetap dan selanjutnya akan dipindah ke Rumah tahanan. Tamping merupakan Narapidan yang membantu petugas dalam melaksanakan pembinaan bagi warga binaan tahanan. pengangkatan maupun pemberhentian tamping diatur dalam Permenkumham no 7 tahun 2013 Tentang pengangkatan dan pemberhentian pemuka dan tamping pada rumah tahanan. Namun dalam perjalanannya di Lapas maupun di Rutan masih terdapat penyimpangan-penyimpangan tugas dan fungsi dari Tamping. Maka dari itu penulis mengangkat judul Penyalahgunaan Tugas dan Fungsi Tamping agar pembaca dapat mengetahui apa saja penyimpangan yang terjadi dilapangan.
Hubungan Penegakan Hukum Undang-Undang Narkotika Di Indonesia Dengan Over Kapasitas Di Lapas
Thomas Wira Dharma Simanjuntak;
Padmono Wibowo
Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK) Vol. 4 No. 6 (2022): Jurnal Pendidikan dan Konseling
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.31004/jpdk.v4i6.8333
Saat ini masyarakat dunia telah mengalami perkembangan yang cukup pesat, tak terkecuali di Indonesia. Indonesia sebagai salah satu negara dengan kasus penyalahgunaan tertinggi, sudah menerapkan payung hukum kepada pelaku penyalahgunaan narkotika dan pengedar melalui Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang mana hukumannya di dasarkan lagi menjadi beberapa jenis, golongan, serta jumlah narkotika yang disalahgunakan. Meskipun sudah ada regulasi atau Undang-Undang yang mengatur terkait dengan penyalahgunaan narkotika tersebut di Indonesia, pada nyatanya hukuman yang diberikan tersebut menyebabkan permasalahan baru dalam instansi Pemasyarakatan, yakni kapasitas berlebih di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara di Indonesia. Penelitian yang dilakukan ini dengan cara deskriptif normative atau data diambil secara langsung berdasarkan hasil analisis fenomena yang terjadi di tengah masyarakat.. Penelitian ini menggunakan data sekunder atau data yang diperoleh melalui dokumen resmi yang dikeluarkan pihak terkait, artikel, laporan, arsip ataupun sumber online lainnya. Di akhir penelitian penulis juga memberikan saran bahwa salah satu langkah untuk bisa meminimalisir over kapasitas Lapas akibat ketidakpastian penegakan hukum narkotika ini adalah deskraminilasasi, di mana pelaku penyalahgunaan narkotika tidak dipandang lagi sebagai subjek hukum.
Vagueness Dalam UU 35 Tahun 2009 Tentang Penyalahgunaan Narkotika yang Membuat Rutan dan Lapas Overcapacity
Muhammad Meidil Putra;
Padmono Wibowo
Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK) Vol. 4 No. 6 (2022): Jurnal Pendidikan dan Konseling
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.31004/jpdk.v4i6.8348
Peraturan tentang tindak pidana narkotika sendiri sudah di atur dalam Undang-undang Narkotika nomor 35 tahun 2009 namun tetap saja angka penyalah gunaan Narkotika di Indonesia tetap meningkat. Meski sudah ada regulasi yang mengatur terkait larangan penyalah gunaan narkotika penulis tertarik untuk meneliti terkait banyaknya para pengguna yang dijatuhi pidana kurungan penjara, mengapa tidak dilakukan rehabilitasi namun lebih banyak dipidana penajara. Ada beberapa pasal yang ada dalam undang-undang tersebut terdapat vagueness yang membuat penafsiran yang berbeda dan menjadikan pemberian hukum menjadi berbeda. Penelitian menggunakan metode yuridis normatif (normatif legal research). Dalam teknik Pengumpulan data dalam memecahkan permasalahan ini, dilakukan dengan teknik studi kepustakaan (library research), yang kemudian dilakukan analisis secara kualitatif. Dengan bentuk dari bunyi pasal yang ada di dalam Undang-undang narkotika tersebut mengakibtkan dampak pada penuhnya kondisi yang ada di Lapas dan Rutan dan mengakibatkan pelaksanaan pembinaan tidak berjalan dengan baik. Dengan bentuk hukum yang diperbarui akan memberikan pengurai dari kerumitan penegakan dan pelaksaan penindakan dari para penyalah guna narkotika.