p-Index From 2020 - 2025
10.973
P-Index
This Author published in this journals
All Journal al-Afkar, Journal For Islamic Studies Pena Justisia: Media Komunikasi dan Kajian Hukum Jurnal Pemikiran Islam (JPI) In Right: Jurnal Agama dan Hak Azazi Manusia Journal of Law, Poliitic and Humanities Jurnal Hukum, Politik dan Ilmu Sosial (JHPIS) Jurnal Ilmu Sosial, Pendidikan Dan Humaniora el-Sunnah: Jurnal Kajian Hadis dan Integrasi Ilmu Jurnal Insan Pendidikan dan Sosial Humaniora Jurnal Hukum dan Sosial Politik Gudang Jurnal Multidisiplin Ilmu Deposisi: Jurnal Publikasi Ilmu Hukum Doktrin: Jurnal Dunia Ilmu Hukum dan Politik Eksekusi: Jurnal Ilmu Hukum dan Administrasi Negara Jurnal Riset Rumpun Ilmu Pendidikan (JURRIPEN) Mandub: Jurnal Politik, Sosial, Hukum dan Humaniora Jurnal Nakula: Pusat Ilmu Pendidikan, Bahasa Dan Ilmu Sosial Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah Jurnal Kajian Islam dan Sosial Keagamaan Jurnal As-Syar’i: Jurnal Bimbingan & Konseling Keluarga Pelita: Jurnal Studi Islam Mahasiswa UII Dalwa Tabayyun : Journal of Islamic Studies Hukum Inovatif : Jurnal Ilmu Hukum Sosial dan Humaniora Sosial Simbiosis: Jurnal Integrasi Ilmu Sosial dan Politik Jembatan Hukum: Kajian Ilmu Hukum, Sosial dan Administrasi Negara Referendum Amandemen: Jurnal Ilmu Pertahanan, Politik dan Hukum Indonesia Demokrasi: Jurnal Riset Ilmu Hukum, Sosial dan Politik Aliansi: Jurnal Hukum, Pendidikan dan Sosial Humaniora Terang: Jurnal Kajian Ilmu Sosial, Politik dan Hukum Parlementer : Jurnal Studi Hukum Dan Administrasi Publik Wissen: Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Desentralisasi: Jurnal Hukum, Kebijakan Publik, Dan Pemerintahan Konsensus: Jurnal Ilmu Pertahanan, Hukum dan Ilmu Komunikasi An-nisa: Journal of Islamic Family Law Cakrawala: Journal of Religious Studies and Global Society Al-Bunyan: Interdisciplinary Journal of Qur'an and Hadith Studies IJISI Hidayah : Cendekia Pendidikan Islam dan Hukum Syariah Jurnal Hukum, Administrasi Publik dan Negara Jurnal Pendidikan dan Sosial Humaniora
Claim Missing Document
Check
Articles

ANALISIS PELARANGAN BUNGA DALAM PERBANKAN SYARI’AH: PERSPEKTIF UU NO. 21/2008 DAN HADITS MUSLIM Raisa Agnia; Tajul Arifin
Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah Vol. 5 No. 1 (2024): Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.4236/tashdiq.v5i1.3867

Abstract

Sebagai bagian dari sistem ekonomi Islam, Perbankan Syari’ah telah berkembang pesat. Meskipun lembaga keuangan berbasis syariah memberikan kemudahan kepada masyarakat khususnya umat Islam dan pihak-pihak yang tidak setuju dengan konsep bunga bank. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai konsep perbankan syariah dalam peraturan perundang-undangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, dan Perspektif Syariah Apakah Praktek Perbankan Syariah Memasukkan Riba seperti disebutkan dalam Hadits Riwayat Muslim. Penelitian kualitatif ini dilakukan oleh penulis menggunakan pendekatan deskriptif. Untuk memahami dan menggali perspektif hukum terkait pelarangan bunga dalam Perbankan Syari’ah, penulis menganalisis dokumen dan literatur Hadits Muslim. didapatkan bahwa (1) Implementasi UU No. 21 Tahun 2008 secara tegas melarang praktik bunga dalam Perbankan Syari’ah, sejalan dengan hukum Islam yang mengharamkan riba ; (2) Menurut pandangan umat Islam mengenai larangan bunga, Rasulullah SAW melaknat empat golongan yang terlibat dalam transaksi riba ; (3) Perbankan Syari’ah menggunakan mekanisme bagi hasil yang diawali dengan akad, Hak dan kewajiban setiap orang ditentukan berdasarkan prinsip syariah, seperti akad mudharabah atau musyarakah. (4) Untuk menguntungkan baik bank maupun nasabah, risiko kerugian dibagi antara bank dan nasabah, sehingga mengurangi risiko kerugian hanya ditanggung oleh satu pihak. Hal ini menciptakan transaksi yang adil dan sehat berdasarkan prinsip syariah yang mengedepankan keadilan dan keberpihakan kepada masyarakat.
MENINJAU BATAS USIA PERNIKAHAN MENURUT UU NO 16 TAHUN 2019 MELALUI PANDANGAN HR BUKHARI DAN MUSLIM Rafael Ahmad Eryasafli; Tajul Arifin
Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah Vol. 5 No. 1 (2024): Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.4236/tashdiq.v5i1.3876

Abstract

Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 yang mengatur batas usia pernikahan di Indonesia memiliki dampak signifikan terhadap masyarakat dan hukum Islam. Dalam kaitannya dengan pandangan agama, hadits yang tercantum dalam kitab HR Bukhari dan Muslim menjadi penting untuk dipertimbangkan. Artikel ini meninjau batas usia pernikahan menurut UU tersebut dengan mempertimbangkan perspektif yang terdapat dalam hadits tersebut. Menurut UU No. 16 Tahun 2019, batas usia minimum pernikahan bagi perempuan dan laki-laki adalah 19 tahun. Pandangan HR Bukhari dan Muslim menyoroti pentingnya memastikan kematangan fisik dan psikologis sebelum menikah. Hadits menggarisbawahi perlunya menjaga kesejahteraan individu dalam ikatan pernikahan. Oleh karena itu, batas usia pernikahan yang diatur oleh undang-undang tersebut sejalan dengan nilai-nilai yang terdapat dalam hadits tersebut. Namun demikian, sejumlah argumen muncul terkait dengan implementasi UU tersebut, terutama dalam konteks budaya dan agama. Beberapa kelompok masyarakat mungkin menentangnya dengan alasan bahwa batas usia pernikahan yang ditetapkan oleh Islam berbeda dari yang diatur dalam undang-undang. Namun, interpretasi yang tepat terhadap ajaran agama perlu disesuaikan dengan perkembangan zaman dan kondisi sosial. Dengan demikian, artikel ini bertujuan untuk menggali perspektif hukum Islam melalui pandangan HR Bukhari dan Muslim terhadap batas usia pernikahan yang diatur dalam UU No. 16 Tahun 2019. Meskipun terdapat kompleksitas dalam implementasinya, penting untuk memahami bahwa regulasi tersebut mencerminkan upaya untuk melindungi hak-hak dan kesejahteraan individu dalam konteks pernikahan, sejalan dengan prinsip-prinsip yang terdapat dalam ajaran agama.
WANPRESTASI JUAL BELI ONLINE MENURUT PASAL 1243 KUHPERDATA DAN HADITS ABU DAWUD DAN AL HAKIM Revameila Susanti; Tajul Arifin
Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah Vol. 5 No. 1 (2024): Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.4236/tashdiq.v5i1.3877

Abstract

Di era digital, aksesibilitas menjadi lebih mudah melalui internet, memungkinkan perdagangan online berkembang pesat. E-commerce, sebagai wujud perdagangan elektronik, telah memperluas sistem perdagangan global. Namun, wanprestasi dalam transaksi jual beli masih merupakan masalah. Wanprestasi terjadi saat salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya tanpa alasan yang sah, termasuk dalam hal pengiriman barang cacat atau pembayaran yang terlambat. Tulisan ini menganalisis konsep wanprestasi dari perspektif hukum positif, termasuk undang-undang dan perspektif Islam. Pendekatan kualitatif digunakan untuk memahami implikasi hukum dan moral, dengan data primer dari Al-Qur'an dan hadits serta literatur hukum Islam. Studi kasus dianalisis untuk memahami wanprestasi jual beli secara praktis. Hukum Islam, dengan prinsip-prinsip kejujuran dan keadilan, menegaskan bahwa pelanggaran terhadap kontrak tidak didukung oleh Allah. Dalam konteks e-commerce, penting bagi kedua belah pihak untuk mematuhi syarat kontrak. Wanprestasi dapat mengakibatkan pembatalan kontrak, khususnya jika dilakukan oleh pihak yang tidak waras. Pasal 1243 mengatur bahwa perjanjian yang dibuat oleh orang yang tidak waras dapat dibatalkan untuk melindungi pihak yang terkena dampak negatif.
PERCERAIAN DALAM PERSPEKTIF HADIS IMAM ABU DAWUD DAN PASAL 39 UU.NO.1/1974 Teti Saputri; Tajul Arifin
Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah Vol. 5 No. 2 (2024): Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.4236/tashdiq.v5i2.3879

Abstract

Imam Abu Dawud dan Pasal 39 UU No. 1/1974 mencerminkan perbandingan antara hukum Islam dan hukum positif di Indonesia terkait dengan proses perceraian dan hak-hak yang terkait dengannya. Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud memberikan pandangan tentang bagaimana Islam memandang masalah perceraian dan tata cara yang harus diikuti oleh pasangan yang ingin berpisah. Sementara itu, Pasal 39 UU No. 1/1974 menetapkan prosedur hukum yang harus diikuti oleh pasangan yang ingin bercerai menurut hukum di Indonesia. Perbandingan antara kedua perspektif ini dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana hukum Islam dan hukum positif mengatur perceraian serta implikasinya dalam konteks sosial dan hukum di Indonesia.
KORELASI KEWAJIBAN NAFKAH DALAM PERSFEKTIF HADITS BUKHORI DAN UU NO. 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Edward Rifaldy Solehudin; Tajul Arifin
Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah Vol. 5 No. 2 (2024): Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.4236/tashdiq.v5i2.3901

Abstract

Abstrak ini menyelidiki korelasi antara kewajiban nafkah dalam perspektif Hadits Bukhari dan Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan di Indonesia. Melalui analisis komparatif terhadap kedua sumber hukum tersebut, penelitian ini bertujuan untuk memahami kesesuaian dan perbedaan dalam pemahaman dan implementasi kewajiban nafkah. Hadits Bukhari memberikan pedoman etis dan moral dalam hubungan perkawinan, sedangkan Undang-Undang Perkawinan menetapkan kewajiban hukum terkait nafkah antara suami dan istri. Penelitian ini menggunakan metode analisis hukum normatif untuk mengevaluasi ketentuan hukum yang relevan dari kedua sumber tersebut. Temuan penelitian ini dapat memberikan wawasan tentang bagaimana norma agama Islam direfleksikan dalam perundang-undangan negara dan bagaimana implementasinya dalam praktik kehidupan sehari-hari. Kesimpulannya, walaupun terdapat korelasi antara kewajiban nafkah dalam Hadits Bukhari dan Undang-Undang Perkawinan, terdapat juga perbedaan yang perlu dipahami dan diresapi untuk memperkuat pemahaman tentang hak dan kewajiban dalam institusi perkawinan.
HUKUM HARTA BERSAMA MENURUT HADITS BUKHORI MUSLIM DAN KHI PASAL 85-97 Ulfi Dwiani; Tajul Arifin
Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah Vol. 5 No. 2 (2024): Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.4236/tashdiq.v5i2.3919

Abstract

Kajian ini menyelidiki konstruksi hukum harta bersama dalam perkawinan menurut hadits Bukhari Muslim dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 85-97. Dengan mengadopsi pendekatan analisis kualitatif terhadap review jurnal terdahulu, penelitian ini mengeksplorasi konsep, regulasi, dan implementasi hukum harta bersama dalam konteks Islam, serta implikasi praktis dan tantangan yang dihadapi dalam kehidupan masyarakat Muslim. Dalam diskusi ini, ditemukan bahwa harmonisasi antara hukum positif dan ajaran agama penting untuk memastikan keadilan dan keseimbangan dalam hubungan perkawinan. Implikasi praktis dari hukum harta bersama mencakup perlunya edukasi dan kesadaran hukum, peran lembaga penegak hukum, perluasan penelitian dan kajian, pemberdayaan peran perempuan, serta perlindungan terhadap hak anak. Kesimpulannya, upaya bersama dari berbagai pemangku kepentingan diperlukan untuk mencapai pemahaman yang komprehensif dan solusi yang berkelanjutan terkait dengan harta bersama dalam perkawinan menurut Islam.
PERKAWINAN BEDA AGAMA: TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF INDONESIA Fahmi Nuraziz Awaludin; Tajul Arifin
Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah Vol. 5 No. 2 (2024): Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.4236/tashdiq.v5i2.3929

Abstract

Perkawinan beda agama dalam hukum Islam kompleks. Al-Qur''an melarang pernikahan Muslim dengan musyrik, tetapi memperbolehkan dengan ahlulkitab. Ketidaksepakatan ini memunculkan pertanyaan tentang batasan ahlulkitab. Secara umum, larangan pernikahan antara wanita Muslim dengan pria non-Muslim telah disepakati ulama karena khawatir gangguan dalam rumah tangga. Hukum positif Indonesia juga cenderung membatasi perkawinan beda agama, mengutamakan identitas keagamaan dan keselarasan spiritual. Penelitian ini merupakan studi literatur, yang melibatkan pengumpulan data dari berbagai sumber seperti buku, tesis, jurnal, dan artikel yang relevan dengan topik yang dibahas. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu metode yang menghimpun data dan kemudian menyimpulkan hasilnya. Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif, yang menurut Baghdham dan Taylor, merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif dalam bentuk tulisan atau lisan dari subjek yang diteliti.Diskusi tentang perkawinan lintas agama, khususnya dalam hukum Islam, menyoroti pernikahan pria Muslim dengan wanita musyrik, ahlulkitab, dan larangan wanita Muslim dengan pria non-Muslim. Islam melarang pernikahan dengan musyrik, memperbolehkan dengan ahlulkitab dengan syarat, dan melarang wanita Muslim menikah dengan non-Muslim, diatur dalam Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Larangan ini untuk menjaga keyakinan agama dan konsistensi hukum negara.Kesimpulannya, dalam diskusi tentang perkawinan lintas agama, terdapat ketegasan hukum Islam dan hukum positif dalam melarang pernikahan antara seorang Muslim dengan non-Muslim. Larangan ini didasarkan pada pertimbangan agama, keutuhan keyakinan, serta untuk mencegah potensi kemurtadan. Oleh karena itu, dalam praktiknya, perkawinan lintas agama tidak diperbolehkan dalam masyarakat Muslim.
PERLINDUNGAN ANAK DARI KDRT MENURUT HADITS IBNU MAJAH NO 3046 DAN PASAL 3 UU NO 23 TAHUN 2002 Jasmine Az-zahra Sumantri; Tajul Arifin
Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah Vol. 5 No. 2 (2024): Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.4236/tashdiq.v5i2.3952

Abstract

Islam memiliki peran besar dalam kehidupan manusia. Al-Qur'an menjadi panduan sempurna bagi umat Islam. Anak-anak sebagai generasi masa depan yang perlu dijaga agar dapat tumbuh dengan baik. Tetapi, sayangnya banyak sekali kasus kekerasan terjadi terhadap generasi muda, baik di dalam maupun di luar rumah. Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 tahun 2002 melindungi hak-hak anak. Untuk melindungi anak-anak mereka, orang tua harus memenuhi kebutuhan mendasar mereka, memberikan kasih sayang, dan mengembangkan keterampilan anak. Pendidikan dan pengetahuan dapat mencegah kekerasan terhadap anak. Perlindungan anak dalam Islam melibatkan perlindungan dari kekerasan dan hak-hak anak. Orang tua harus menghormati hak-hak anak dan melindungi mereka dari kekerasan. Layanan Perlindungan Anak dapat membantu melindungi anak-anak yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.
PERUNDUNGAN TERHADAP SANTRI DALAM PERSPEKTIF PASAL 76C UU 35/2014 DAN HADIS RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM Windi Putri Oktapiani; Tajul Arifin
Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah Vol. 5 No. 3 (2024): Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.4236/tashdiq.v5i3.4076

Abstract

Perundungan terhadap santri merupakan isu serius yang memerlukan perhatian dalam lingkungan pesantren dan lembaga pendidikan Islam. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis perundungan terhadap santri dalam perspektif Pasal 76C UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak dan hadits riwayat Bukhari dan Muslim. Melalui kajian literatur, artikel ini menguraikan konsep perundungan, sanksi yang berlaku, serta upaya penanganan dan pencegahannya. Hasil analisis menunjukkan bahwa perundungan terhadap santri merupakan pelanggaran hak anak yang dapat dikenai sanksi pidana sesuai UU 35/2014, dan juga bertentangan dengan ajaran Islam yang menganjurkan untuk menjaga martabat sesama muslim. Rekomendasi termasuk penguatan implementasi, pelatihan bagi pengasuh dan guru, serta pengembangan program pendidikan untuk meminimalisir perundungan dan menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih inklusif dan aman bagi santri. Diharapkan artikel ini dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam mengenai isu perundungan terhadap santri dan memberikan kontribusi dalam upaya mewujudkan lingkungan pendidikan yang lebih baik, terutama di lingkungan pesantren.
The Expertise Of Muhammad Al-Hafizh Al-Misri At-Tijani (1897-1978) In Hadith Ilyas Jamil, Muhammad; Tajul Arifin; Engkos Kosasih
Tabayyun : Journal Of Islamic Studies Vol. 2 No. 02 (2024)
Publisher : Tabayyun : Journal Of Islamic Studies

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This writing aims to examine the prolific aspects and biography of one of the remarkable lives and multifaceted scholarly endeavours of Sayyid Muhammad al-Hafiz al-Misri at-Tijani, a towering figure in Islamic scholarship in Egypt during the late 19th century. Revered as a Muhaddith[1], Mufassir, Mutasawwif, and Mujahid, he exemplified a profound spiritual connection alongside an unparalleled commitment to the preservation and dissemination of Islamic knowledge. Born into a noble lineage, his scholarly pursuits took him across the Islamic world, where he garnered authority from renowned scholars and meticulously preserved rare manuscripts. A passionate lover of hadith, he dedicated himself to the exhaustive verification and organisation of foundational texts, enhancing their accessibility for future generations. Furthermore, his instructional efforts, notably his recurrent teachings of Sahih Bukhari, earned him the esteemed title of Master of the Muhaddiths. Beyond scholarship, he valiantly defended Islam against colonial onslaughts, employing both his intellectual prowess and military acumen. Endowed with miraculous abilities, his legacy transcends time, serving as a beacon of spiritual enlightenment and scholarly excellence for generations to come.  
Co-Authors Ade Lukman Firmansyah Aji Nugraha Ajmal Nazirul Mubiin Alawiah, Neli Alif Marta Nurhadi Alifia Nur Basanti Andi Muhamad Hidayat Andiri Nurul Syahfitri Andri Suprihatno Annisa Rosdianti Anwar, Kholid Azka Habibah Azmi Fauziah Suanda Azwa Khaliza Bakhri, Zorya Kanoubie Attar Bimo Satrio Wicaksono Chandra devaraihan wahyudi Dadah Dalva Aulia Apandi Dea Meisy Wulandari Dedeh Jubaedah Dila Nurul Maghfira Arrahman Dimas Gibran Satrio Utomo Edward Rifaldy Solehudin Edy Saputra Engkos Kosasih Erni Erni Fahmi Nuraziz Awaludin Faiz Abdullah Fathir Putra Maulud Garri Selastiani George Muhammad Maulana Helmy Gozali Ghazyan Hidzyam Haqqani Gia Anggiani Hasna Hamidah Haura Muthmainnah Ilyas Jamil, Muhammad Ine Fauzia Ine Fauziyah Intan Nuraeni Intan Sukmawati Jasmine Az-zahra Sumantri Kanisa Sabila Khoirul Tamam Kuraesin, Siti Lutfi Hasbullah M. Aldo Dellano M. Nazki Toriqissalam M. Syamsul Maarif Mohammad Ghozali Mudthia Nabila Maulud Muhamad Chaedar Rafiq Muhammad Faiz Zakwan Muhammad Saran Muhammad Satria Akbar Muhammad Sopiyan Muhammad Sulaiman Muhammad Zahran Al Gibran Mukhlas, Oyo Sunaryo Nabila Rahmadani Naufal Albara Safadar Naufal Hibatul Wafi Neni Nurjanah Nila Syapitri Hasibuan Nur Moh. Faiz Amin Nur Shena Hindriastusi Pian, Happy Putri Yanti Nurhasanah Rafael Ahmad Eryasafli Raga Bahira Albantani Raihan Hadi Prama Raisa Agnia Rara Aura Audya Rayhan Ade Dwiyana Rayhan Nadindra Alfatih Revameila Susanti Rina Mulyani Rizal Agung Mufti Rizki Tirta Ramadhan Rosyad Syahidin Rusli, Yusyadi Sabili Casba Ar-Rusd Saebani, Beni Ahmad Salwa Muzdalifah Sanabila Khairil Ahya Santana Suryapringgana Sheva Al-Hambra Siti Farida Intana Ardelia Siti Ulfah Awaliyah Sitta Khairunnisa Solihan Makruf Suci Emilia Fitriani Suhandry Aristo Sitanggang Sultan Novaliyana Putra Teguh Abdurrohman Shodiq Tetep Abdulatip Teti Saputri Tierra Kresna Ulfi Dwiani Ulummudin, Ulummudin Windi Putri Oktapiani Yoga Ammar Arifin Zahra Davika Mulyani Zakiyah Zakiyah Zaura Zahira Soffa