Claim Missing Document
Check
Articles

Found 34 Documents
Search

Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Minangkabau; Tela’ah Teks al-Manhal al-’Adhb li-Dhikr al-Qatb Hadi, Syofyan
Manuskripta Vol 1, No 2 (2011)
Publisher : Manuskripta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/ms.v1i2.450

Abstract

Artikel ini memberikan bukti baru yang berbeda dengan kapan-kapan dan teori-teori para peneliti sebelumnya tentang proses masuk dan dinamika perkembangan ajaran tarekat Naqshabandiyah Khalidiyah di Minangkabau. Dalam artikel ini dibuktikan bahwa tarekat Naqshabandiyah Khalidiyah masuk dan berkembang di Minangkabau pada awai abad ke-19 M melalui kawasan pantai timur Sumatera Barat atas pengaruh dan jasa Shaykh Ismail al-Khalidi al-Minangkabawi. Artikel ini berupaya menempatkan Shaykh Ismail al-Khalidi al-Minangkabawi dalam porsi yang sesusungguhnya dalam kapasitasnya sebagai tokoh sentral ajaran tarekat Naqshabandiyah di MinangkabauDi samping itu, artikel ini ini juga mengemukakan beberapa kenyataan dan dinamika perkembangan ajaran tarekat Naqshabandiyah Khalidiyah di Nusantara,, yaitu; Pertama} dalam hal ajaran dan praktek ritual ibadah yang diterapkan bagi. pengikut ajaran tarekat Naqshabandiyah Khalidiyah di Nusantara tidak jauh berbeda dengan apa yang dipraktekan para pengikut Naqshabandiyah Khalidiyah di kawasan dunia Islam lainnya termasuk Haramayn sebagai pusatnya. Hanya saja, pada beberapa bagian tertentu terdapat hal-hal yang merupakan modifikasi Shaykh Ismail al-Khalidi al-Minangkabawi sebagai upaya penyesuaian dengan situasi dan kondisi pengikutnya waktu itu.Kedua, dari jaringan intelektual, tarekat Naqshabandiyah dari Haramayn hingga Minangkabau terlihat bahwa Shaykh Ismail al-Khalidi al-Minangkabawi tidak pernah memiliki murid resmi dalam artian memberikan ijazah tarekat kepada shaykh-shaykh tarekat Naqshabandiyah Minangkabau Namun, dia lebih berperan sebagai “mediator" dan penghubung jaringan bagi. calon murid tarekat Naqshabandiyah dengan zawiyah Jabal Qubays yang dikelola oleh temannya Shaykh Sulayman al-Qirimi dan khalifahnya Shaykh Sulayman al-Zuhdi. Realitas bahwa semua ulama tarekat Naqshabandiyah asal Minangkabau mengambil ijazah tarekat Naqshabandiyah Khalidiyah di Jabai Qubays, dan tidak satupun yang mengambil ijazah tarekat Naqshabandiyah Muzhariyah maupun tarekat Naqshabandiyah wa-Qadiriyah adalah bukti betapa kuatnya pengaruh dan kharismatik Shaykh Ismail al-Khalidi al-Minangkabawi dalam memberikan tuntunan dan gamblengan kepada calon jamaah haji dan calon murid tarekat Naqshabandiyah asal Minangkabau yang akan menuju tanah suci.Ketiga, semenjak awal kedatangannya di Nusantara telah terjadi polemik dan pertikaian hebat antara Shaykh Ismail al-Khalidi al-Minangkabawi dengan ulama-ulama Hadramaut seperti Salim bin Samir dan Sayyid Uthman al-Husayni. Pertikaian dan polemik juga terjadi antara Shaykh Ismail al-Khalidl al-Minangkabawi dengan tokoh-tokoh pengembang ajaran tarekat Naqshabandiyah cabang lainnya, yaitu dengan Shaykh Abd al-Azim Mandura dan Shaykh ‘Abd al-Ghani Sumbawa, Pertikaian dan polemik Shaykh Ismail al-Khalidi al-Minangkabawi dengan ulama-ulama Hadramaut disebabkan oleh dua hal; yaitu aspek dogmatis dan kecemburuan sosial. Secara dogmatis masing-masing menuduh dan mengklaim sesat pihak lainnya. Dan secara sosial muncul ketidaksenangan ulama Hadramaut atas keberhasilan Shaykh Ismail al-Khalidi al-Minangka bawi dalam menarik para penguasa lokal untuk menjadi pengikut tarekat Naqshabandiyah Khalidiyah.
Kedudukan Pengadilan Pajak Dalam Sistem Peradilan Di Indonesia Bravestha, Rio; Hadi, Syofyan
Mimbar Keadilan Februari 2017
Publisher : Mimbar Keadilan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kedudukan Pengadilan Pajak menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak adalah pengadilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman. Kemandirian Hakim dalam Pengadilan Pajak masih menggunakan “dual roof system” dimana di berbagai peradilan telah menganut “one roof system”. Sehingga dalam penelitian ini terdapat dua rumusan masalah yakni: 1) Bagaimana kedudukan pengadilan pajak menurut UU Pengadilan Pajak? 2) Bagaimana kemandirian hakim dalam menyelesaikan sengketa pajak? Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan dua metode pendekatan yakni pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep. Dan hasil penelitian diperoleh bahwa 1) Kedudukan Pengadilan Pajak menurut Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 27 ayat (1) jo Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara bahwa Pengadilan Pajak sebagai pengadilan khusus yang berada di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara. 2) Kemandirian hakim dalam Pengadilan Pajak masih menganut “dual roof system” yakni disatu sisi berada dalam Kementerian Keuangan sedangkan disisi lain berada dalam Mahkamah Agung, hal demikian dapat menyebabkan tidak ada kemandirian hakim dalam memutus sengketa dibidang pajak.Kata kunci: kedudukan, pengadilan pajak, kemandirian hakim.
KEKUATAN MENGIKAT HUKUM DALAM PERSPEKTIF MAZHAB HUKUM ALAM DAN MAZHAB POSITIVISME HUKUM Hadi, Syofyan
Legality : Jurnal Ilmiah Hukum Vol 25, No 1 (2017): Maret
Publisher : Faculty of Law, University of Muhammadiyah Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (384.81 KB) | DOI: 10.22219/jihl.v25i1.5992

Abstract

The existence of society is always followed by the existence of law. It indicates that society and law can not be separated from one another. The law is not only an instrument to create security and order relationships between individuals and other individuals in society. However, the law is also an instrument of morality that enters the human ratio to create justice. Related to that, in law there are two most famous schools of law, the school of natural law and legal positivism madhabab. Through the literature study approach, this study tries to answer the strength of binding power between the school of natural law and the school of legal positivism of the School of Natural Law sees the law as a reflection of morals, ethics and justice. While the legal positivism madhhab see law as a sovereign command that has nothing to do with morals, ethics and justice
Kontroversi Doktrin Tarekat dalam Puisi Sufistik Karya Syaikh Isma‘il al-Minangkabawi Hadi, Syofyan
Buletin Al-Turas Vol 21, No 1 (2015): Buletin Al-Turas
Publisher : Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (992.658 KB) | DOI: 10.15408/bat.v21i1.3831

Abstract

AbstrakTarekat adalah gerakan dan aktifitas sufistik yang terwujud dalam bentuk lembaga dan organisasi. Sebagai sebuah organisasi keagamaan yang lebih berorientasi pada aktifitas menempuh perjalanan ruhaniyah dan spiritual, maka diperlukan adanya pemimpin, pembimbing ataupun penuntun yang akan mengantarkan para pengikut pada tujuan spiritual yang hendak dicapai. Dalam konteks inilah setiap ajaran tarekat berupaya merumuskan metode dan tata cara menempuh jalan yang hendak dilalui para salik termasuk kriteria para mursyid sebagai pemimpin dan penunjuk jalan tersebut. Hal ini jugalah yang coba dirumuskan Syaikh Isma’il al-Minangkabawi dalam konsep-konsep tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah yang diajarkan dan dikembangkannya di Nusantara pada awal abad 19 M. Dalam konteks ajaran tarekatnya, Syaikh Isma’il al-Minangkabawi berupaya merumuskan beberapa aturan bagi para penempuh jalan ruhani menuju Tuhan (murid/salik) dan juga merumuskan kriteria pada pemandu jalan (syaikh/mursyid) yang berhak menjadi penuntun bagi para salik. ---AbstractTarekat is movement and activity sufistik embodied in institutions and organizations. As a religious organization that is more oriented to activities ruhaniyah and spiritual journey, it is necessary to have a leader, mentor, or a guide who will lead the followers of the spiritual goal to be achieved. In this context every teaching institute seeks to establish the method and procedure for the path to be traversed the salik including the criteria mursyid as leaders and guides them. It is also likely to try to formulate Shaykh Isma'il al-Minangkabawi in concepts congregation Naqsyabandiyah Khalidiyah taught and developed in the archipelago in the early 19th century AD In the context of the doctrine congregation, Shaykh Isma'il al-Minangkabawi attempt to formulate some rules for facer spiritual path to God (pupil / salik) and also set the criteria on a guide (shaykh / mursyid) eligible to be a guide for the salik.
Al-Ṭarīqah al-Naqshabandīyah al-Khālidīyah fī Minangkabau: Dirāsat Makhṭūṭat al-Manhal al-‘Adhbī li Dhikr al-Qalb Hadi, Syofyan
Studia Islamika Vol 18, No 2 (2011): Studia Islamika
Publisher : Center for Study of Islam and Society (PPIM) Syarif Hidayatullah State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1288.482 KB) | DOI: 10.15408/sdi.v18i2.435

Abstract

This article provides new evidence that differs from the previous studies on the presence and dynamics of the teachings of Naqshabandiyah Khalidiyah sufi order in Minangkabau. The article shows that Naqshabandiyah Khalidiyah sufi order had come and develop in Minangkabau at the beginning of the 19th century through the east cost of West Sumatra under the influence and effort made by Shaykh Isma'il al-Khalidi al-Minangkabawi. This article therefore attempts to place Shaykh Isma'il al-Khalidi al-Minangkabawi in accordance with his role as the central figure of Naqshabandiyah sufi order in Minangkabau.DOI: 10.15408/sdi.v18i2.435
Masjid dan Musala dalam Sorotan: Kajian Sosiopragmatik Kesalahan Nama Masjid/ Musala di Padang Hadi, Syofyan; Faisol, Yufni; Wartiman, Wartiman
Jurnal Lektur Keagamaan Vol 17 No 1 (2019)
Publisher : Center for Research and Development of Religious Literature and Heritage, Agency for Research and Development and Training, Ministry of Religious Affairs of the Republic of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (385.197 KB) | DOI: 10.31291/jlka.v17i1.588

Abstract

This study is an extension research of previous research finding conducted by researcher and team, which resulted in more than 50 names of mosques and musalas in Padang were considered error. These forms of error exist in terms of morphological, semantic, morphology and semantic contexts and imla’ rules. However, to explain these errors more compre­hensively, a sociopragmatic viewpoint is required. In this context, it can be assumed that in understanding a word or language, the socio­logical context of the speaker and its use in determining and choosing certain symbols in their language are necessary to be considered. The phe­nomenon of naming a house of worship such as a mosque and musala cannot be separated from social context of the owners of the place of worship. This frequently causes pragmalinguistic failure in under­standing the phenomenon of language which only relies on how to express language structurally, following the rules exclusively without giving attention to the social and cultural context of the speaker itself. This research is a field research which applies qualitative methods. The main data is obtained through interviews with mosques and musalas administrator and also the surrounding community to find out the historical and socio-cultural background of naming the mosques or musalas. The data of this study are all the names of mosques and musalas in Padang, especially those 50 names that are considered error from the perspective of Arabic grammar.Keywords: Sociopragmatics, mosque, musala, Padang Kajian ini adalah kelanjutan dari temuan peneliti dan tim yang dalam penelitian sebelumnya mendapatkan kesalahan pada lebih dari 50 nama masjid dan musala yang ada di kota Padang. Bentuk-bentuk kesalahan tersebut ada dalam konteks morfologis, semantic, morfologis dan semantic serta kaidah imlai’. Akan tetapi, untuk menjelaskan kesalahan tersebut secara lebih komprehensif diperlukan sudut pandang sosiopragmatik. Dalam konteks ini bisa dipahami bahwa pemahaman sebuah kata atau bahasa haruslah memperhatikan konteks sosiologis penutur dan pengguna­nya dalam menentukan dan memilih simbol tertentu dalam bahasa mereka. Tidak terkecuali tentunya penamaan sebuah rumah ibadah seperti masjid dan musala yang juga tidak bisa dilepaskan dari konteks sosial masyarakat yang menjadi pemilik rumah ibadah tersebut. Hal ini yang seringkali menjadi penyebab kegagalan pragmalinguistik dalam memahami feno­mena bahasa yang hanya bertumpu pada bagaimana mengungkapkan bahasa sesuai aturan tanpa memberikan perhatian kepada koteks sosial dan cultural penutur itu sendiri. Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan metode kualitatif, di mana data utama diperoleh melalui wawancara dengan pengurus masjid dan musala dan juga masyarakat sekitar untuk mengetahui latar belakang historis dan sosio-budaya penamaan masjid atau musala mereka. Adapun data pene­litian ini adalah semua nama masjid dan musala yang ada di kota Padang, khususnya yang dianggap keliru dalam sudut pandang tata bahasa Arab yaitu kurang lebih 50 masjid dan musala.Kata Kunci: Sosiopragmatik, Masjid, Musala, Padang
PERBANDINGAN PENGATURAN DELIK PENGHINAAN TERHADAP PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN DI INDONESIA DAN NEGARA PRANCIS Nandini, Nova Mawar Lailatul Adawiyah; Hadi, Syofyan
COURT REVIEW Vol 4 No 04 (2004): ILMU HUKUM
Publisher : COMMUNITY OF RESEARCH LABORATORY (KELOMPOK KOMUNITAS LABORATORIUM PENELITIAN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.69957/cr.v4i04.1571

Abstract

Kemajuan kemauan dan aktivitas individu atau masyarakat membawa perbaikan sistem pemerintahan dengan ragamnya masing-masing. Keberagaman ini terlacak dalam pelaksanaan pemerintahan di Indonesia dan Perancis. Mengingat hal ini, penelitian ini bertujuan untuk memahami korelasi penting dari sistem pemerintahan di kedua negara mengenai konstitusi masing-masing negara. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang relatif, yaitu kontras dengan sistem otoritas publik yang dilakukan di Indonesia dan Perancis. Dalam kerangka resmi pemerintahan terdapat pemisahan kekuasaan regulasi dan kekuasaan pemerintah. Untuk sementara, kerangka pemerintahan campuran merupakan variasi dari kerangka pemerintahan parlementer dan kerangka resmi pemerintahan. Kerangka blended Government ini tentunya bukan merupakan struktur asli, melainkan merupakan perubahan terhadap kerangka parlemen atau kerangka resmi yang selanjutnya disebut sebagai kerangka semi resmi. Berdasarkan penelitian ini, dapat terlihat bahwa saat ini Indonesia menganut sistem pemerintahan resmi yang rendah dan Perancis menganut sistem pemerintahan semi-resmi. Setiap yayasan (pimpinan, resmi dan legal) di Indonesia dan Perancis belum mempunyai pilihan untuk menjadi organisasi yang bebas karena di negara-negara tersebut satu lembaga dapat menjadi perantara di berbagai yayasan kekuasaan.
How to Build Strategic Communication: Speech Act Analysis on King Salman’s Speeches at the United Nations General Assembly Reflinaldi, Reflinaldi; Faisol, Yufni; Hadi, Syofyan; Ilyas, Erizal
Journal of Pragmatics and Discourse Research Vol 4, No 1 (2024)
Publisher : ppjbsip

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51817/jpdr.v4i1.742

Abstract

This research aims to explain the strategic communication used by King Salman at the United Nations General Assembly. A qualitative-explanatory design was applied to study King Salman's two speeches at the UN General Assembly in 2020 and 2021. Data collection was carried out through the stages of transcription, reading, printing, tabulation, coding, and classification. Meanwhile, data analysis that follows the framework of the form and function of illocutionary speech acts is carried out through the stages of description, selection, analysis and interpretation, and conclusion. The results show that there are four types of speech acts in King Salman's speech. The author found assertive speech acts in 47 data (49.5%), directive in 15 data (15.8%), commissive in 5 data (5.2%), and expressive in 28 data (29.5%). These forms of speech acts have various functions aimed at communicating the strategic dimensions of Saudi Arabian policy. Politically, the form and function of these speech acts seek to emphasize and improve Saudi Arabia's bargaining position in international geopolitical dynamics.
Jadal as-Simāh dūna Ḥaml ar-Rimāḥ: Dirāsah fī Makhṭūṭah al-Manhil al-‘ażb li żikr al-Qalb li asy-Syaikh Ismā’īl al-Minangkabawi: (The Tolerant Debate Without Violence: A Study of the Al-Manhal al-'Adzb li Zikr al-Qalb Manuscript by Shaykh Isma’il al-Minangkabawi) hadi, syofyan
Heritage of Nusantara: International Journal of Religious Literature and Heritage Vol. 7 No. 2 (2018): HERITAGE OF NUSANTARA
Publisher : Center for Research and Development of Religious Literature and Heritage

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31291/hn.v7i2.523

Abstract

Since the beginning of his arrival in the archipelago, the scholars involved in the initial process of spreading Islam have emerged with an offer of a variety of religious understandings. Such diversity and differences are sometimes not uncommon to bring followers into horizontal friction to conflict and even bloodshed. Animosity and tension caused by differences in religious understanding and practice even continued for several generations with various levels and levels of conflict as a result among Islamic community in the archipelago. The feud and tension of religious understanding that took place between Shaykh Ismail al-Minangkabawi and Shaykh Salim bin Samir al-Hadhrami, Shaykh Abd al-Ghani Bima, Shaykh Abd al-Azhim Madura which occurred in the 19th century were among the evidence of continued conflict in religious understanding between the scholars who spread Islam in the archipelago. However, this religious conflict is only within the limits of dialogue and debate without dragging followers to something that has the negative impact of confrontation or bloodshed. At the very least, these debate and dialogue were the ones described by Shaykh Isma'il al-Minangkabawi and the opponents of his teachings in the archipelago.
Musàhamàt 'Ulamà Nusantara fi Ibtidà'i Awzàn al Shi'ri al Arabiy wa Qowàfìh: Diràsah Uslùbiyyah 'an Makhtūtot al Ash'àr lil'ulamà al Minangkabawi Hadi, Syofyan
Heritage of Nusantara: International Journal of Religious Literature and Heritage Vol. 9 No. 1 (2020): HERITAGE OF NUSANTARA
Publisher : Center for Research and Development of Religious Literature and Heritage

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31291/hn.v9i1.564

Abstract

For centuries, Muslims in the Malay Archipelago have played a significant role in the development and advancement of Islamic civilization worldwide. Numerous scholars from the region have emerged and made substantial contributions to building Islamic civilization in various fields of Islamic knowledge. Among the most important contributions of scholars in the Malay Archipelago is their participation in the development of the Arabic language and literature. This can be seen from several books they have written, including in the field of linguistics and Arabic literature, to contribute to the development and dissemination of Arabic language and literature within the Islamic world, especially in the Malay Archipelago.Minangkabau scholars in some of their works have attempted to create new forms within the structure of Arabic poetry, such as the poetic creations found in the works of Sheikh Muhammad Sa'ad Munka, Sheikh Abdul Hamid bin Ahmad Al-Khatib Al-Manangkabawi, Sheikh Ismail Al-Manankabawi, and Sheikh Muhammad Said Bonjol. In addition to producing works with very high aesthetics, these Minangkabau scholars also introduced creative aspects in the composition of their poetry, especially in terms of rhythm and rhyme, which were not even brought forth by classical Arab poets considered the golden age of Arabic literature itself.Therefore, the main issue in this article is the creative forms of expression of Nusantara scholars in the rhythm and rhyme of the verses they create. The author employs Ahmad Shaib's Uslub theory, which states that every poet has a distinct style in expressing their ideas reflected in their choice of words, sentence structures, metaphorical language, rhythm, and rhyme.