Wahyu Saputra, Dr Tunggul Anshari SN, SH., M.H., Arif Zainuddin., SH., M.Hum. Fakultas HukumUniversitas Brawijaya ABSTRAK Dalam penulisan skripsi ini penulis membahas mengenai Rekonstruksi Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia dan Status Hukum Tap MPR/S dalam Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan, Karya tulis ini mengangkat rumusan masalah : (1) Bagaimana rekonstruksi Majelis Permusyawaratan Rakyat yang sesuai dengan sistem ketatanegaraan Indonesia di masa mendatang? Kemudian penulis karya tulis ini menggunakan metode yuridis normatif dengan mengkaji dan menganalisis bahan kepustakaan yang mencakup asas-asas hukum, sistematika hukum, keserasian hukum positif, perbandingan hukum, dan sejarah hukum agar dapat menjawab rumusan masalah yang ada. Metode pendekatan yag dilakukan adalah metode statute approach, yaitu pendekatan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan isu hukum yang akan dibahas, dan metode conceptual approach, yaitu pendekatan analisis teori-teori yang relevan dengan permasalahan yang akan dibahas. Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini, dengan 2 (dua) jenis data, data primer yaitu data yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan. Sedangkan data sekunder terdapat pada studi kepustakaan berupa literatur hukum, buku, majalah, jurnal, maupun media internet. Teknik analisis data dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif, yaitu dengan cara deskriptif kualitatif yaitu prosedur pemecahan masalah diteliti dengan cara menjelaskan data-data yang ada yang telah diperoleh melalui studi kepustakaan, kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum. Berdasarkan penelitian ini, diperoleh hasil bahwa rekonstruksi Majelis Permusyawaratan Rakyat dapat ditawarkan alternatif, yaitu mempertegas kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai Joint Session antara DPR dan DPD dalam rangka memperkuat sistem bikameral yang murni, sekaligus memperkuat kedudukan DPD di dalam sidang MPR dengan menambah jumlah anggota DPD agar menciptakan parlemen bikameral yang seimbang. Kata kunci: rekonstruksi, MPR, ketatanegaraan, status hukum. ABSTRACT Wahyu Saputra, Constitutional Law, Faculty of Law Universitas Brawijaya, February, Reconstruction of People’s Consultative Assembly in Constitutional System in Indonesia, Dr. Tunggul Anshari SN., SH., M.h., Arif Zainuddin, S.H., M.Hum. This research discusses the reconstruction of People’s Consultative Assembly (hereinafter MPR) in a constitutional system in Indonesia and the legal status of the provision of Temporary MPR in the system of Legislation. The following research problems are presented: (1) How is the reconstruction of the MPR expected according to the constitutional system of Indonesia in the future? The normative juridical research method was employed to study and analyze literature that comprises legal Principles, legal systems, the relevance of positive law, legal comparison, and legal history to give an answer to the problems. The approaches used involved statute approach related to the legal issue discussed and conceptual approach which involved the analysis of relevant theories. The data needed in this research was primary materials obtained from the legislation, while the secondary ones were from literature review consisting of legal literature, books, magazines, journal, and online media. The technique of analysis used in this research consisted of descriptive qualitative methods in which the procedures used to solve the problems were described by explaining the data from literature review, followed by the general conclusion. The research result implied that in the reconstruction of MPR, alternatives can be offered by clarifying the position of MPR as a Joint Session between House of Representatives (hereinafter DPR) and Regional House of Representatives (hereinafter DPD) to strengthen the neutral bicameral system and to firm up the position of DPD in MPR session by adding the members of DPD to provide balanced bicameral parliament.Keywords: reconstruction, MPR, Constitutional System, Legal Status.Â