Dalam sistem negara hukum modern, pengendalian kekuasaan eksekutif sangat penting untuk mencegah penyalahgunaan wewenang. Studi ini mengkaji peran litigasi negara sebagai mekanisme pengawasan yudisial atas cabang eksekutif di Indonesia, dengan menjawab dua pertanyaan utama, Bagaimana litigasi negara memastikan fungsi eksekutif yang efektif? dan Bagaimana litigasi negara mengurangi penyalahgunaan kekuasaan eksekutif? Dengan menggunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, kasus, dan konseptual, studi ini menganalisis undang-undang, putusan pengadilan, dan kerangka teoritis. Temuan menunjukkan bahwa litigasi negara- melalui lembaga seperti Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Mahkamah Konstitusi (MK), dan gugatan warga negara - berfungsi sebagai alat korektif, meningkatkan akuntabilitas dan transparansi. Kasus-kasus seperti uji materi UU Cipta Kerja (Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020) dan pembatalan kebijakan reklamasi Teluk Jakarta merupakan contoh kapasitas litigasi untuk menganulir tindakan eksekutif yang melanggar hukum dan mendorong kepatuhan terhadap prinsip-prinsip hukum. Namun, tantangan tetap ada, termasuk terbatasnya akses hukum publik, campur tangan politik dalam independensi peradilan, dan ketidakpatuhan terhadap putusan pengadilan. Litigasi strategis muncul sebagai jalur reformasi sistemik, yang terintegrasi dengan mekanisme non-litigasi (misalnya, Ombudsman, KPK) dan advokasi masyarakat sipil. Studi ini menggarisbawahi perlunya memperkuat kapasitas peradilan, memastikan penegakan keputusan, dan menumbuhkan kesadaran hukum untuk mengoptimalkan fungsi pencegahan dan perbaikan litigasi. Pada akhirnya, litigasi negara memperkuat mekanisme pengawasan dan keseimbangan tetapi membutuhkan reformasi kelembagaan dan budaya untuk sepenuhnya mewujudkan potensinya dalam menegakkan pemerintahan yang demokratis dan supremasi konstitusional.