Claim Missing Document
Check
Articles

Pair replacement on the spawning success of broodstock Seahorse (Hippocampus barbouri) Syafiuddin, .; Junior, M. Zairin; Jusadi, Dedi; Carman, Odang; Affandi, Ridwan
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 10 No. 1 (2011): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1111.033 KB) | DOI: 10.19027/jai.10.29-37

Abstract

Seahorse, (Hippocampus barbouri) is one of marine living resources having high commercial values and has commonly been traded especially as live ornamental aquarium fish, raw material of traditional medicine and as souvenirs. This expriment was conducted to determine the succces of spawning rate by replacing the broodstock pair of seahorse. This study was done experimentally with treatment of replacement of broodstock pair after spawning under control condition. The experiment was designed to apply completely randomize design by using the following treatments: Treatment A, without replacement neither male nor female. Treatment B, spawned female broodstock  was being mated with her unpaired male broodstock.  Treatment C, a male broodstock that still brood was being mated with his unpaired female broodstock.  Treatment D, a spawned male broodstock that has released larva was being mated with his unpaired female broodstock.  Results showed that under control condition the replacement of broodstock pairs of seahorse had significantly influenced the spawning interval, number of eggs released and number of juveniles produced (P0,05).  It can be concluded that seahorse is not monogamous, either male or female after being spawned may accept other pair for the next spawning. Key words: pair replacement, broodstock, success spawning, Hippocampus barbouri   ABSTRAK Kuda laut, (Hippocampus barbouri) merupakan salah satu sumberdaya hayati laut yang memiliki nilai komersial dan telah banyak diperdagangkan terutama sebagai ikan hias, bahan baku obat tradisional dan juga sebagai suvenir. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji tingkat keberhasilan pemijahan dengan penggantian pasangan induk kuda laut pada wadah budidaya. Percobaan ini dilakukan secara ekperimental dengan perlakuan penggantian pasangan induk setelah pemijahan dalam wadah budidaya. Percobaan dirancang dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan perlakuan sebagai berikut: Perlakuan  A, pemijahan   sepasang  induk kuda laut (tanpa pergantian). Perlakuan B, pemijahan induk betina yang telah memijah dengan induk jantan bukan pasangannya. Perlakuan C, pemijahan  induk  jantan  yang telah memijah (mengerami telur) dengan induk betina bukan pasangannya. Perlakuan D, pemijahan induk jantan yang telah melahirkan dengan induk betina bukan pasangannya. Hasil penelitian menunjukan bahwa penggantian pasangan induk pada wadah budidaya sangat berpengaruh terhadap interval pemijahan, jumlah telur yang dikeluarkan dan jumlah juwana yang dihasilkan (P0,05). Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa kuda laut, tidak bersifat monogami, artinya baik jantan maupun betina setelah memijah dapat menerima pasangan lain untuk pemijahan berikutnya. Kata kunci: induk, keberhasilan pemijahan, pergantian pasangan, Hippocampus barbouri
Growth and survival of giant gourami juvenile immersed in different doses of recombinant growth hormone Alimuddin, ,; Etoh, Sumie; Pramana Putra, Handika Gilang; Carman, Odang
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 10 No. 2 (2011): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (438.333 KB) | DOI: 10.19027/jai.10.99‒105

Abstract

ABSTRAKPenelitian ini dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan benih ikan gurami (Osphronemus goramy) melalui imersi dengan hormon pertumbuhan rekombinan ikan gurami (r-OgGH). Imersi dengan larutan mengandung badan inklusi dilakukan dengan dosis r-OgGH berbeda, yakni 0 mg/L (kontrol), 10 mg/L, 20 mg/L, dan 30 mg/L, sekali seminggu selama tiga minggu. Ikan dipelihara selama lima minggu dalam akuarium dengan kepadatan 5 ekor/L, dan ikan diberi pakan naupli Artemia dan cacing sutera dua kali sehari secara ad libitum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata bobot tubuh ikan perlakuan 30 mg/L (0,34 g) adalah sekitar 75% lebih tinggi (p<0,05) daripada perlakuan 10 mg/L (0,24 g) dan kontrol (0,19 g). Kelangsungan hidup tertinggi diperoleh pada perlakuan 30 mg/L (100%), diikuti oleh perlakuan 20 mg/L (96%), perlakuan 10 mg/L (94%), dan kontrol (94%). Dengan demikian, imersi menggunakan hormon pertumbuhan rekombinan dapat digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan gurami.Kata kunci: protein rekombinan, hormon pertumbuhan, imersi, Osphronemus goramy ABSTRACTThis study was aimed at enhancing the growth of giant gourami Osphronemus goramy fry by immersion with recombinant giant gourami growth hormone (r-OgGH). Immersion with solution containing inclusion bodies with different doses of r-OgGH, 0 mg/L (control), 10 mg/L, 20 mg/L, and 30 mg/L was performed on weekly basis for the first three weeks of experimental period. Fish were reared for five weeks in glass aquaria at a stocking density of 7 fish/L, and fed with Artemia nauplii and blood worm twice a day ad libitum. The results showed that the average body weight of 30 mg/L r-OgGH treated fish (0.34 g) was 75% higher (p<0.05) than those of 10 mg/L (0.24 g) and control (0.19 g). The highest survival was obtained at 30 mg/L r-OgGH immersed fish (100%), followed by 20 mg/L (96%) and 10 mg/L treated fish (94%), and control (94%). The results indicate that immersion with recombinant growth hormone could be applied to enhance the growth and survival of giant gourami juvenile.Keywords: recombinant protein, growth hormone, immersion, Osphronemus goramy
Growth of white shrimp post-larvae immersed in recombinant fish growth hormone Laksana, Dita Puji; Subaidah, Siti; Junior, Muhammad Zairin; Alimuddin, ,; Carman, Odang
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 12 No. 2 (2013): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2882.889 KB)

Abstract

ABSTRACT This research was conducted to determine the optimum immersion time of recombinant giant grouper growth hormone (Ephinephelus lanceolatus; rElGH) at a dose of 15 mg/L that generated highest growth of white shrimp post-larvae (PL). PL was bath-immersed for one, two, and three hours. Two types of control was provided, namely it was without any treatment (control), and immersion in water containing 0.01% bovine serum albumin (BSA) and total protein of Escherichia coli without rElGH (pCold control). All treatments and controls were consisted of three replications. A total of 1,500 PL-2 shrimp were bath-immersed in a plastic packing containing 1 L of sea water, 15 mg/L rElGH, and 0.01% BSA. PL was further reared for 21 days in the 60 L glass aquarium, and fed nauplii Artemia two times and flake commercial diet five times daily, at satiation. The results showed that the highest of biomass (36.29±1.46 g), specific growth rate (29.81±0.87%/day), and body length (20.08±0.42 mm) were obtained in three hours immersion treatment (P<0.05). Biomass of PL in three hours immersion treatment was approximately 66.0% higher compared to the control (21.87±2.53 g). Survival of shrimp in all treatment and control were similar (P>0.05). Thus, growth of white shrimp PL could be improved by bath immersion for three hours in rElGH solution of 15 mg/L water. Keywords: recombinant growth hormone, different immersion time, Pacific white shrimp, biomass  ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk menentukan lama waktu perendaman hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (Ephinephelus lanceolatus; rElGH) dosis 15 mg/L yang menghasilkan pertumbuhan tertinggi pada pascalarva (PL) udang vaname. Perendaman PL dilakukan satu, dua, dan tiga jam. Dua jenis kontrol dibuat yakni udang vaname PL-2 tidak diberi perlakuan (kontrol), dan direndam dalam air mengandung serum albumin sapi (BSA) 0,01% dan protein Escherichia coli tanpa rElGH (kontrol pCold). Setiap perlakuan dan kontrol diberi tiga ulangan. Sebanyak 1.500 ekor PL-2 direndam dalam kantong plastik kemasan berisi 1 L air laut mengandung rElGH 15 mg/L, dan BSA 0,01%. Selanjutnya, udang dipelihara selama 21 hari di dalam akuarium volume 60 L, dan diberi pakan naupli Artemia sebanyak dua kali dan pakan komersial berbentuk flake sebanyak lima kali sehari hingga kenyang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biomassa (36,29±1,46 g), pertumbuhan bobot spesifik (29,81±0,87%/hari), dan panjang tubuh (20,08±0,42 mm) tertinggi diperoleh pada perlakuan perendaman selama tiga jam (P<0,05). Biomassa udang perlakuan perendaman selama tiga jam lebih tinggi 66% dibandingkan dengan kontrol (21,87±2,53 g). Kelangsungan hidup udang yang direndam dengan rElGH, kontrol dan kontrol pCold tidak berbeda nyata (P<0,05). Dengan demikian, pertumbuhan PL udang vaname dapat ditingkatkan melalui perendaman selama tiga jam dalam larutan rElGH 15 mg/L air. Kata kunci: hormon pertumbuhan rekombinan, lama perendaman, pascalarva udang vaname, biomassa
Testicular cell transplantation of neon tetra Paracheirodon innesi into common carp fry Alimuddin, ,; Carman, Odang; Wulandari, Sri Setyo
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 12 No. 2 (2013): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3322.407 KB) | DOI: 10.19027/jai.12.113-120

Abstract

ABSTRACT Neon tetra Paracheirodon innesi is an ornamental fish that have high export value. However, production is still relatively low due to low fecundity (approximately 180 eggs/female). Technology of testicular cell transplantation of neon tetra as donor to common carp as recipient fish which have high fecundity provides a promising way to overcome problem of neon tetra production. This research was performed to determine the optimum age of common carp fry that is able to receive donor cells and allow high success of transplantation. In this research, the testes of neon tetra fish were dissociated by 0.5% trypsin solution. The testicular cells were labeled with PKH-26 fluorescent dye, and then transplanted into the peritoneal cavity of seven, ten, and 14 days post hatching common carp fry. The results showed that the survival of seven day-old transplanted fry (31.25%) was lower than that of ten day-old (37.75%) and 14 day-old transplanted fry (56.25%). Percentage of fish colonized testicular cells donor at 21 days post-transplantation on seven days old and ten days old fry were similar (80%), while on 14 day-old fry was 60%. Based on the cumulative transplantation success rate (survival and colonization rates), transplantation on 14 days old fry (33.75%) showed higher result compared to transplantation on seven days old fry (25.00%) and ten day-old fry (30.00%). It can be concluded that transplantation of neon tetra testicular cells to common carp fry have been successfully carried out, and the optimum age of common carp fry to transplantation was 14 days after hatching. Keywords: transplantation, colonization, testicular cells, common carp, neon tetra  ABSTRAK Ikan neon tetra Paracheirodon innesi merupakan ikan hias yang memiliki nilai ekspor yang tinggi. Namun demikian, tingkat produksinya masih relatif rendah karena fekunditas ikan neon tetra yang sedikit (sekitar 180 telur/induk). Teknologi transplantasi sel testikular ikan neon tetra (ikan donor) ke ikan mas yang memiliki fekunditas telur yang banyak dan diharapkan mampu mengatasi ketersediaan benih ikan neon tetra. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan umur optimum benih ikan mas (calon ikan semang) yang mampu menerima sel donor dengan baik dan memiliki keberhasilan kolonisasi yang tinggi. Testis ikan neon tetra didisosiasi menggunakan larutan tripsin 0,5%. Sel testikular diwarnai dengan PKH-26, kemudian ditransplantasikan ke rongga peritoneal benih ikan mas umur tujuh, sepuluh, dan 14 hari setelah menetas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kelangsungan hidup ikan mas perlakuan transplantasi umur tujuh hari (31,25%) lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan transplantasi umur sepuluh hari (37,50%) dan 14 hari (56,25%). Persentase ikan terkolonisasi sel donor pada hari ke-21 pascatransplantasi pada benih umur tujuh dan sepuluh hari adalah sama (80%), sedangkan transplantasi benih umur 14 hari sebesar 60%. Berdasarkan keberhasilan transplantasi secara kumulatif (tingkat kelangsungan hidup dan kolonisasi), transplantasi pada benih umur 14 hari (33,75%) menunjukkan hasil lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan transplantasi pada benih umur tujuh hari (25,00%) dan benih umur sepuluh hari (30,00%). Transplantasi sel testikular ikan neon tetra pada benih ikan mas telah berhasil dilakukan, dan umur optimum benih ikan mas adalah 14 hari setelah menetas. Kata kunci: transplantasi, kolonisasi, sel testikular, ikan mas, ikan neon tetra 
The use of zeolite, active carbon, and clove oil in closed transportation of giant freshwater prawn juvenile Anandasari, Rahma Vida; Supriyono, Eddy; Carman, Odang; Adiyana, Kukuh
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 14 No. 1 (2015): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2948.478 KB) | DOI: 10.19027/jai.14.42-49

Abstract

ABSTRACT The objective of this study was to determine the effect of zeolite, active carbon, and clove oil on water quality (dissolved oxygen/DO, total ammonia nitrogen/TAN, temperature) and biological quality (glucose concentration, total protein, survival/SR) of giant freshwater prawn juvenile Macrobrachium rosenbergii in closed transportation system. The study was conducted in laboratory scale with a completely randomized design. The biota used was juvenile giant prawn with an average weight 0.407 ± 0.005 g/ind. The type and dose of additive used were A (20 g/L zeolite + 10 g/L active carbon + 14 µL/L clove oil), B (20 g/L zeolite + 10 g/L active carbon + 9.33 µL/L clove oil), C (20 g/L zeolite + 10 g/L active carbon + 4.67 µL/L clove oil), D (20 g/L zeolite + 10 g/L active carbon + 1.87 µL/L clove oil), K+ (20 g/L zeolite + 10 g/L active carbon), and K- (without material addition). The glucose concentration of treatment B and C significantly different with treatment A, D, K+, K-. Total protein of treatment A, B, C and K+ significantly different with treatment K-. DO, TAN, and temperature of the transportation media were still in the suitable concentration for living of giant prawn. The highest survival of the prawn was observed in group C. The result showed the combination of 20 g/L zeolite + 10 g/L active carbon + 4.67 µL/L clove oil in the water is suitable for closed transportation system for juvenile giant freshwater prawn. Keywords: glucose concentration, total protein, DO, TAN, temperature  ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh pemberian zeolit, karbon aktif, dan minyak cengkeh terhadap kualitas air (dissolved oxygen/DO, total ammonia nitrogen/TAN, suhu) dan kualitas biologi (konsentrasi glukosa, total protein, tingkat kelangsungan hidup/TKH) benih udang galah Macrobrachium rosenbergii pada sistem transportasi tertutup. Penelitian dilakukan pada skala laboratorium dengan rancangan acak lengkap. Biota yang digunakan yaitu benih udang galah dengan bobot rata-rata 0,407±0,005 g/ekor. Dosis bahan tambahan yang digunakan adalah: A (20 g/L zeolit + 10 g/L karbon aktif + 14 µL/L minyak cengkeh), B (20 g/L zeolit + 10 g/L karbon aktif + 9,33 µL/L minyak cengkeh), C (20 g/L zeolit + 10 g/L karbon aktif + 4,67 µL/L minyak cengkeh), D (20 g/L zeolit + 10 g/L karbon aktif + 1,87 µL/L minyak cengkeh), K+ (20 g/L zeolit + 10 g/L karbon aktif), dan K- (tanpa bahan tambahan). Konsentrasi glukosa perlakuan B dan C berbeda nyata dengan perlakuan A, D, K+, K-. Total protein perlakuan A, B, C, D, dan K+ berbeda nyata dengan perlakuan K-. DO, TAN dan suhu media transportasi masih sesuai dengan kehidupan udang galah. Tingkat kelangsungan hidup transportasi tertinggi yaitu pada perlakuan C. Hasil menunjukkan bahwa kombinasi 20 g/L zeolit + 10 g/L karbon aktif + 4,67 µL/L minyak cengkeh adalah perlakuan yang sesuai untuk transportasi tertutup benih udang galah. Kata kunci: konsentrasi glukosa, total protein, DO, TAN, suhu
Induced maturation of eel weighed 100–150 gram with PMSG, antidopamine, and 17α-methyltestosterone Aryani, Nadia Mega; Sudrajat, Agus Oman; Carman, Odang
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 14 No. 2 (2015): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4500.348 KB) | DOI: 10.19027/jai.14.135-143

Abstract

ABSTRACT Marketed eel Anguilla bicolor bicolor is commonly produced from larvae rearing activity whose broodstocks and larvae are caught from the nature. Supply of eel broodstock is restricted by its life cycle and uncertain size variation of mature male and female. This study was aimed to evaluate the effect of hormonal induction through injection to enhance masculinization and gonadal maturation of eel at the weight of 100–150 g. The experiment used completely random design with the use of combination pregnant mare serum gonadotropin  (PMSG), antidopamine (AD), dan 17α-methyltestosterone (MT), which were (10 IU/kg PMSG + 0,01 mg/kg AD), P2 (20 IU/kg PMSG + 0,01 mg/kg AD), P3 (10 IU/kg PMSG + 0,01 mg/kg AD + 150 µg/kg MT), P4 (20 IU/kg PMSG + 0,01 mg/kg AD + 150 µg/kg MT), and P5 (control; without hormonal treatment). The result showed that an increasing of fish length along with fish weight were performed by treatment P4 and P3. The highest gonadosomatic index value was obtained by treatment P3 (1,3030±0,24262). Based on gonadal histology analysis, 2nd phase of spermatogonia development was found in P3 in week-8. The highest testosterone level was obtained by treatment P3, followed by P4, P2, and P1 in week-4. Combination of 10 IU/kg PMSG + 0,01 mg/kg AD + 150 µg/kg MT could enhance masculinization and gonadal maturation of eel in eight weeks of rearing period. Keywords: gonadal maturation, Anguilla bicolor bicolor, PMSG, AD, MT  ABSTRAK Ikan sidat Anguilla bicolor bicolor yang dipasarkan pada umumnya merupakan hasil usaha pembesaran yang benih dan induknya masih diperoleh dari alam. Penyediaan induk ikan sidat terkendala dengan siklus hidup dan variasi perbedaan ukuran induk ikan sidat jantan dan betina matang gonad yang belum pasti. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji peran induksi hormonal yang disuntikkan pada ikan sidat dalam mempercepat proses pematangan gonad ikan sidat ukuran 100–150 g. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen rancangan acak lengkap dengan kombinasi pregnant mare serum gonadotropin (PMSG), antidopamin (AD), dan  17α-metiltestosteron (MT) sebagai berikut P1 (10 IU/kg PMSG + 0,01 mg/kg AD), P2 (20 IU/kg PMSG + 0,01 mg/kg AD), P3 (10 IU/kg PMSG + 0,01 mg/kg AD + 150 µg/kg MT), P4 (20 IU/kg PMSG + 0,01 mg/kg AD + 150 µg/kg MT), dan P5 (kontrol; tanpa perlakuan hormon). Hasil penelitian menunjukkan peningkatan pertambahan panjang seiring dengan pertambahan bobot diperoleh dari perlakuan P4 dan P3. Indeks gonadosomatik tertinggi diperoleh dari perlakuan P3 (1,3030±0,24262). Hasil histologi gonad ditemukan perkembangan spermatogonia fase 2 pada P3 di minggu kedelapan. Konsentrasi testosteron tertinggi didapat dari perlakuan P3 kemudian diikuti P4, P2, dan P1 pada minggu keempat. Kombinasi hormon 10 IU/kg PMSG + 0,01 mg/kg AD + 150 µg/kg MT dapat mempercepat pematangan gonad dan pertumbuhan pada ikan sidat selama delapan minggu pemeliharaan. Kata kunci: pematangan gonad, Anguilla bicolor bicolor, PMSG, AD, MT 
Sexual dimorphism related to growth in climbing perch Anabas testudineus Hidayat, Rahmat; Carman, Odang; Alimuddin, ,
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 15 No. 1 (2016): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3170.908 KB) | DOI: 10.19027/jai.15.8-14

Abstract

 ABSTRCT The phenomenon that often occurs in climbing perch culture (Anabas testudineus, Bloch) is a significant size difference between individuals of male and female those lead to high variation in culture yields. In addition to genetic factors, the difference possibly reflects the sexual dimorphism in this fish; female grows faster than male. This research was conducted to examine sexual dimorphism related to growth quantitatively. Sixty individuals of 45-days old juvenile derived from mating of five pairs broods were randomly picked up and reared individually in 20×20×100 cm3 net cages for 135 days. Fish were fed on commercial feed (30% protein) three times a day at 10% feeding rate. Body weight and body length were individually recorded every 15 days, sex was determined at the end of the experiment by surgering the fish and gonad was weighed to calculate gonadosomatic index (GSI). The results showed that growth and specific growth rate of female were 1.17 and 1.48 fold respectively higher than male. This result indicates that female monosex culture of climbing perch is highly promising. Keyword: dimorphism, growth, climbing perch, Anabas testudineus  ABSTRAK Salah satu fenomena yang sering dijumpai dalam budidaya ikan papuyu (Anabas testudineus, Bloch) adalah perbedaan ukuran yang mencolok antara individu jantan dan betina yang menyebabkan hasil panen ikan sangat bervariasi. Selain faktor genetik, perbedaan ini diduga disebabkan oleh adanya dimorfisme seksual terkait pertumbuhan. Penelitian ini dilakukan untuk menguji dimorfisme seksual terkait dengan pertumbuhan ikan papuyu secara kuantitatif. Benih ikan umur 45 hari hasil pemijahan lima pasang induk diambil secara acak sebanyak 60 ekor dan dipelihara selama 135 hari secara individu di dalam 60 unit hapa (20×20×100 cm3). Ikan diberi pakan komersial (protein 30%) tiga kali sehari sebanyak 10% bobot tubuh. Bobot dan panjang semua ikan dicatat setiap 15 hari sekali, jenis kelamin ditentukan di akhir penelitian dengan cara membedah, mengamati gonad, dan menimbangnya untuk menentukan indeks gonadosomatik (IGS). Hasil penelitian membuktikan adanya dimorfisme seksual terkait pertumbuhan pada ikan papuyu; pertumbuhan bobot mutlak dan laju pertumbuhan bobot harian ikan betina masing-masing 1,48 kali dan 1,17 kali lebih tinggi dibandingkan dengan ikan jantan. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa pengembangan budidaya ikan papuyu monoseks betina prospektif untuk dilakukan. Kata kunci: dimorfisme, pertumbuhan, papuyu, Anabas testudineus 
Triploid striped catfish Pangasianodon hypophthalmus: growth performance and gonadal development Ibrahim, Yusran; Soelistyowati, Dinar Tri; Carman, Odang
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 16 No. 1 (2017): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3935.494 KB) | DOI: 10.19027/jai.16.1.76-82

Abstract

ABSTRACT  This study was aimed to evaluate the growth performance and gonadal development of diploid and triploid striped catfish Pangasianodon hypophthalmus. Triploids were produced through a heat shock method at 42 °C for two minutes, at two minutes after fertilization. Before treatment performed, group of triploid and diploid were separated through nucleolus counting confirmed cromoseme counting. Five individual of each group at the age of nine months were tagged and reared for two months. Parameter of growth performance, feed conversion ratio, and survival rate were analysed using independent-samples t-test at confidence interval 95%, while gonadosomatic index (GSI) and gonad histology were analysed descriptively. No significant differences were observed between diploid and triploid fish in terms of growth performance, feed conversion ratio, and survival rate (P>0.05) during the two months rearing period, while GSI was higher in diploid (P<0.05) compared to triploid females. Histological observations of triploid female gonads showed early development stage, indicating sterility through symptoms such as oocytes degradation and abnormal development. Meanwhile, male gonad developed faster compared to female as spermatids were found in several lobules. As conclusion, diploid and triploid striped catfish P. hypophthalmus growth performance did not differ up to the age of 11 months, although some sterility symptoms were observed in both male and female. Keywords: diploid, triploid, growth, gonad, Pangasianodon hypophthalmus   ABSTRAK  Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi performa pertumbuhan dan perkembangan gonad ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus diploid dan triploid. Triploid diproduksi dengan kejut suhu panas pada suhu 42 °C selama dua menit, pada dua menit setelah fertilisasi. Sebelum pengujian, kelompok diploid dan triploid dipisahkan dengan menganalisis jumlah nukleolus yang dikonfirmasi dengan penghitungan jumlah kromosom. Masing-masing lima ekor ikan diploid dan triploid pada umur sembilan bulan ditandai dan dipelihara selama dua bulan. Parameter pertumbuhan, rasio konversi pakan, dan kelangsungan hidup dianalisis menggunakan independent-samples t-test pada selang kepercayaan 95% sedangkan gonadosomatik indeks (GSI) dan histologi gonad dianalisis secara deskriptif. Pertumbuhan, rasio konversi pakan, dan kelangsungan hidup antara diploid dan triploid selama dua bulan pemeliharaan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Nilai GSI diploid lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan triploid, baik pada jantan maupun betina. Hasil histologi menunjukkan bahwa gonad ikan patin betina masih pada tahap perkembangan awal. Namun, indikasi steril terlihat dengan adanya degradasi oosit dan perkembangannya yang terganggu. Gonad jantan berkembang lebih cepat dibandingkan betina, dengan ditemukannya spermatid pada beberapa lobule. Gonad jantan triploid menunjukkan adanya gejala sterilitas tetapi tidak permanen, sebagian masih mampu berkembang hingga fase spermatid, namun jumlahnya lebih sedikit dibandingkan diploid. Berdasarkan penelitian, disimpulkan bahwa pertumbuhan antara ikan patin siam diploid dan triploid hingga umur 11 bulan tidak menunjukkan perbedaan, akan tetapi gejala sterilitas ditemukan baik pada jantan maupun betina triploid. Kata kunci: diploid, triploid, pertumbuhan, gonad, Pangasianodon hypophthalmus
Vaccination in Nile tilapia broodstock with whole cell vaccine and disease resistance in its fry against Aeromonas hydrophila Sukenda, Sukenda; Carman, Odang; Rahman, Rahman; Hidayatullah, Dendi; Yumaidawati, Nurfitriani Siti
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 16 No. 2 (2017): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3317.974 KB) | DOI: 10.19027/jai.16.2.268-276

Abstract

ABSTRACT The aim of this study was to analyze the effectivity of vaccination in Nile tilapia broodstock with whole cell vaccine and disease resistance in fry tilapia against Aeromonas hydrophila. Tilapia Nirwana strain that used for this had average body weight of 185±13.23 g and were maintained in ponds sizing of (2.5×2.5×1 m3). Vaccinations that has been done through intraperitoneal injection using dose of 0.1 mL/fish, meanwhile the fish for control was injected by phosphate buffered saline (PBS). This study used complete randomized design with two treatments and three replications. Antibody level was measured by using indirect enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) method in the broodstock, egg, and fry.  Challenge test in fry tilapia performed at the age of 5, 10, and 15 days. The results showed that vaccination in tilapia broodstock delivered a significant antibody level in broodstock, eggs, and fry (P<0.05) compared to the control. Relative percent survival of offspring at 5, 10, and 15 days were 78.26%, 70.59%, and 65.52%, respectively.  As a conclusion, vaccination in tilapia broodstock was effective to improve specific and non-specific immunity, and protect fry tilapia from A. hydrophila infection through maternal immunity. Keywords: vaccination, antibody, maternal immunity, tilapia, Aeromonas hydrophila  ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efikasi vaksinasi pada induk nila dengan vaksin sel utuh dan ketahanan benih yang dihasilkan terhadap Aeromonas hydrophila. Ikan nila stain Nirwana yang digunakan dalam penelitian memiliki bobot rata-rata 185±13,23 g dan ikan dipelihara dalam kolam (2,5×2,5×1 m3). vaksinasi dilakukan melalui penyuntikan intraperitoneal dengan dosis 0,1 mL/ikan, sementara itu ikan kontrol disuntik dengan phosphate buffered saline (PBS). Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua perlakuan dan tiga ulangan. Tingkat antibodi diukur dengan menggunakan metode indirect enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) pada induk, telur dan benih. Uji tantang pada benih dilakukan pada umur 5, 10, dan 15 hari. Hasil penelitian menunjukan bahwa vaksinasi pada induk nila secara signifikan dapat meningkatkan level antibodi pada induk, telur, dan benih (P<0,05) dibandingkan dengan kontrol. Kelangsungan hidup relatif pada benih berumur 5, 10, dan 15 hari masing-masing adalah 78,26%; 70,59%; dan 65,52%. Sebagai kesimpulan vaksinasi pada induk nila efektif dalam memperbaiki imunitas spesifik dan non spesifik serta melindungi benih dari infeksi A. hydrophila melalui imunitas maternal. Kata kunci: vaksinasi, antibodi, imunitas maternal, ikan nila, Aeromonas hydrophila
Stimulation of gonad maturation in mullet fish Mugil dussumieri using MT, E2, hCG, and Ovaprim hormone Cahyono, Tatak Dwi; Junior, Muhammad Zairin; Carman, Odang
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 18 No. 1 (2019): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4208.618 KB) | DOI: 10.19027/jai.18.1.9-22

Abstract

ABSTRACT The present study is a preliminary research for producing mullet fry to aquaculture. The research aimed to evaluate stimulation of gonad maturation in mullet (Mugil dussumieri) using hormones. The method used for research was completely randomized design consisting of three treatments and each individual replication was repeated three times. Two experiments were conducted separately with different treatments. First experiment used 9-14.7 cm body length of fish treated with different hormone injections i.e. 4 mg/kg 17α-methyltestosterone (MT), 0.07 mg/kg estradiol-17β (E2), and 0.5 ml/kg 0.9% physiological solution as control. Second experiment used 10-31 cm body length fish treated with 750 IU/kg chorionic gonadotropin (hCG), 0.5 ml/kg Ovaprim, and 0.9% physiological solution as control. Gonadosomatic index (GSI) value of the first experiment on day 60 showed that GSI of E2 treatment (1.31±0.94%) was higher than both MT treatment (1.00±0.51%) and control (0.54±0.20%). On the other hand, the second experiment on day 60 showed that GSI of hCG treatment (7.18±0.59%) was higher than both Ovaprim treatment (3.29±2.66%) and control (6.72±0.32%). Egg diameter frequency distribution for control in the first experiment on day 30 showed that egg size ranged from 9−144 µm. Egg diameter for E2 and MT treatments on day 60 showed that egg size ranged from 9−243 µm and were higher than control. In the second experiment, egg diameter on day 30 for control showed that egg size ranged from 9-144 µm, hCG treatment showed egg size ranged from 9−441 µm, while Ovaprim egg size ranged from 9-111 µm. Blood glucose, blood cholesterol, testosterone and estradiol hormone level in the first and second experiment showed no significant difference. The results showed that estradiol-17β and 17α-methyltestosterone induction in 9-14.7 cm body length mullet increase gonad maturity to stage II while hCG induction in 10-31 cm body length mullet increase gonad maturity to stage III. Keywords : estradiol-17β, hCG, 17α-methyltestosterone, Mugil dussumieri, Ovaprim ABSTRAK Penelitian merupakan rintisan untuk menghasilkan benih ikan belanak dalam wadah budidaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pematangan gonad ikan belanak Mugil dussumieri menggunakan hormon. Penelitian dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap yang terdiri dari tiga perlakuan dan tiga kali ulangan individu. Terdapat dua percobaan dengan perlakuan berbeda dan dilakukan secara terpisah. Percobaan pertama menggunakan ikan berukuran 9−14.7 cm dengan hormon 17α-metiltestosteron (MT) 4 mg/kg, estradiol-17β (E2) 0.07 mg/kg dan kontrol larutan fisiologis 0.9% 0.5 ml/kg. Percobaan kedua menggunakan ikan berukuran 10−31 cm dengan human chorionic gonadotropin (hCG) 750 IU/kg, Ovaprim 0.5 ml/kg dan kontrol larutan fisiologis 0.9 % 0.5 ml/kg. Nilai gonadosomatic index (GSI) percobaan pertama pada hari ke-60 menunjukkan bahwa pemberian estradiol-17β (1.31±0.94%) lebih tinggi dibandingkan 17α-metiltestosteron (1.00±0.51%) dan kontrol (0.54±0.20%). Hasil percobaan kedua pada hari ke-60 nilai GSI menunjukkan bahwa pemberian hCG (7.18±0.59%) lebih tinggi dibandingkan Ovaprim (3.29±2.66%) dan kontrol (6.72±0.32%). Sebaran frekuensi diameter telur pada percobaan pertama untuk kontrol hari ke-30 menunjukkan kisaran 9−144 µm. Sebaran frekuensi diameter telur untuk estradiol-17β dan 17α-metiltestosteron hari ke-60 menunjukkan kisaran 9−243 µm lebih banyak dibandingkan kontrol. Sebaran frekuensi diameter telur pada percobaan kedua untuk kontrol hari ke-30 menunjukkan kisaran 9−144 µm, hCG 9−441 µm sedangkan Ovaprim hanya 9−111 µm. Kadar glukosa darah, kolesterol darah, hormon testosteron dan estradiol pada percobaan pertama dan percobaan kedua menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa induksi hormon estradiol-17β dan 17α-metiltestosteron pada ikan berukuran 9−14.7 cm dapat meningkatkan kematangan gonad mencapai TKG II sedangkan induksi hormon hCG pada ikan berukuran 10−31 cm dapat meningkatkan kematangan gonad mencapai TKG III. Kata kunci : estradiol-17β, hCG, 17α-metiltestosteron, Mugil dussumieri, Ovaprim
Co-Authors ', Alimuddin , Alimuddin , Rahman, , . Syafiuddin Abinawanto Abinawanto Agus Oman Sudrajat Ahmad Teduh Alimuddin Alimuddin Alimuddin Alimuddin Alimuddin Alimuddin Alimuddin Alimuddin Alimuddin Alimuddin Alimuddin Alimuddin Alimuddin Alimuddin Alimuddin Alimuddin Alimuddin Alimuddin Alimuddin Alimuddin Alimuddin Alimuddin Alimuddin Alimuddin Alimuddin Amalia Hayati Anang Hari Kristanto Andi Aliah Hidayani Andri Iskandar Angraini, Siti Rena Yulia ANNA OCTAVERA Astri Ayuningtias Aulia Saputra Aulia Saputra Avarre, Jean-Christophe Ayi Santika Budyansah Siregar Cahyono, Tatak Dwi Cecilia Eny Indriastuti Chairul Muluk Ching-Fong Chang D.S. Sjafei Dede Hermawan DEDI JUSADI Dendi Hidayatullah, Dendi Deni Radona Deni Radona Deni Radona Deni Radona, Deni Dian Eka Ramadhani Dian R Herdianto Didik Ariyanto Didik Ariyanto Dinar Tri Soelistyowati Dita Puji Laksana Djamhuriyah S. Said Eddy Supriyono Eka Haris Nurfauzi Elfrida Ratnawati Enang Harris Eni Kusrini Estu Nugroho Eva Ayuzar Fajar Maulana . Fauzan Wahib Alsani Firda Amalia Sukma Firmansyah, Rodhi Flandrianto S. Palimirmo Giri Maruto Darmawangsa GORO YOSHIZAKI Goro Yoshizaki Goro Yoshizaki Guan-Chung Wu Handika Gilang Pramana Putra Harton Arfah Hasan Nasrullah Hendriana, Andri Herjayanto, Muh. Hidayat Hidayat Hidayatush Sholihin Hylda Khairah Putri, Hylda Khairah I. Andriani I. Herviani Ibrahim Satrio Faqih Ibrahim, Yusran Iis Diatin Indra Lesmana Irin Iriana Kusmini IRMA ANDRIYANI Irvan Faizal Irvan Faizal Irvan Faizal Irwan Irwan Iskandar, Andri Jasmadi Jasmadi K. Sumantadinata Kadarusman . Kaliky, Nunun Ainun Putri Sari Banun Kesit Tisna Wibowo Komar Sumantadinata Komar Sumantadinata Komar Sumantadinata Komar Sumantadinata Komar Sumantadinata Komar Sumantadinata Komar Sumantadinata Komar Sumantadinata Komar Sumantadinata Kukuh Adiyana, Kukuh Laurent Pouyaud Lies Emmawati Hadie Lies Emmawati Hadie Lilis Nurjannah Lina Mulyani Lisa Ruliaty Lola Irma Purwanti M. Syaifudin M. Syukur M. Zairin Junior Maharani, Adinda Marlina Achmad Maskur Maskur MH. Fariduddin Ath-thar Mia Setiawati Moh. Abduh Nurhidayat Mubinun Mubinun Muh. Herjayanto Muhamad Fathurrizki Darmawan Muhamad Syukur Muhammad Agus Muljanto MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI Muhammad Fakhri Muhammad Muhammad Muhammad Rafi Muhammad Sami Daryanto Muhammad Zairin Muhammad Zairin Muhammad Zairin Jr Muhammad Zairin Jr. Muslim Muslim N. Sugiri Nadia Mega Aryani, Nadia Mega NM Fatih Asror AM Novi Megawati Nugraha, Media Fitri Isma Nur Bambang Priyo Utomo Prama Hartami Prama Hartami Raden Roro Sri Pudji Sinarni Dewi Rahma Vida Anandasari, Rahma Vida Rahman Rahman Rahmat Hidayat Rahmat Hidayat Rahmi, Kurnia Anggraini Ratu Siti Aliah Rezki, Dinda Wahyu RIDWAN AFFANDI Ronny Rachman Noor Rudhy Gustiano Rudhy Gustiano S. Purwati Salamah Salamah Salsabilla Galby Fataya Samalei, Ermianus Siti Subaidah Siti Subaidah Sri Nuryati Sri Setyo Wulandari, Sri Setyo Sri Sundari Subandriyo Subandriyo Sukenda . Sukenda Sukenda Sumie Etoh Syahril, Alfis Tatang Juanda Toshio Takeuchi Tristiana Yuniarti Wartono Hadie Wartono Hadie Wasmen Manalu Wedaraningtyas Nugrahani Wicaksono, Aryo Wenang Yogi Himawan Yumaidawati, Nurfitriani Siti Yuni Puji Hastuti Zairin Jr., Muhammad