Claim Missing Document
Check
Articles

Masculinization of Nile tilapia (Oreochromis niloticus) by administration of bull testes meal Muslim, Muslim; Junior, M. Zairin; Utomo, Nur Bambang Priyo
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 10 No. 1 (2011): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (532.672 KB) | DOI: 10.19027/jai.10.51-58

Abstract

The synthetic steroid 17α-Methyltestosteron (MT) is commonly used as a feed additive to produce male population of Nile tilapia (Oreochromis niloticus). The use of synthetic testosterone hormone is not recommended in Indonesia. This study was conducted to evaluate the effect of natural testosterone hormone in bull testes meal (BTM) on the masculinization of Nile tilapia using validated aceto carmine squash method of gonads of the fish. Experimental design was utilized two factors experiments in completely randomized design. Fry kept in 40-L glass aquaria at a density of 40 fry/aquarium. Fry (7 dph) received the BTM  for 7 days (T1), 14 days (T2) and 21 days (T3) and doses 0% (D1), 3% (D2), 6% (D3), and 9% (D4).  When treatment was these results, indicated that significant (P≥0.05) masculinization occurred only in the group treated of BTM and no treated of BTM. In the group treated of BTM, doses and duration treatment is not significant. The percentage of male fish 83.3% (9%-7d, 9%-21d, 6%-21d: doses and duration, respectively), higher than all group. Survival rate of fry (95-99.5%) is not affected by treatment BTM (no significant P≥0.05). Fish growth was significantly affected by treatment BTM compare with no treated of BTM. The highest growth performance of fry were obtained with the 9% BTM.Key words: masculinization, nile tilapia, bull testes meal ABSTRAKSteroid sintetik 17α-Methyltestosteron (MT) umumnya digunakan sebagai aditif pakan untuk menghasilkan populasi ikan nila jantan (Oreochromis niloticus). Penggunaan hormon testosteron sintetis tidak dianjurkan di Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh hormon testosteron alami dalam makanan testis banteng (BTM) pada maskulinisasi ikan nila menggunakan metode divalidasi aceto carmine squash, dari gonad ikan. Desain eksperimental dimanfaatkan dua eksperimen faktor dalam desain benar-benar acak. Fry disimpan dalam 40-L akuarium kaca pada kepadatan 40 fry/akuarium. Fry (7 DPH) menerima BTM selama 7 hari (T1), 14 hari (T2) dan 21 hari (T3) dan dosis 0% (D1), 3% (D2), 6% (D3), dan 9% (D4). Ketika pengobatan hasil ini, menunjukkan signifikan (P ≥ 0,05) hanya terjadi maskulinisasi pada kelompok perlakuan dari BTM dan tidak diperlakukan BTM. Pada kelompok diobati BTM, dosis dan durasi pengobatan tidak signifikan. Persentase ikan jantan 83,3% (9%-7d, 9%-21d, 6%-21d: dosis dan durasi, masing-masing), lebih tinggi dari kelompok semua. Tingkat kelangsungan hidup benih (95-99,5%) tidak dipengaruhi oleh pengobatan BTM (tidak ada P yang signifikan ≥ 0,05). Pertumbuhan ikan secara signifikan dipengaruhi oleh BTM pengobatan dibandingkan dengan tidak diobati BTM. Kinerja pertumbuhan tertinggi fry diperoleh dengan BTM 9%.Kata kunci: maskulinisasi, ikan nila, tepung testis sapi 
Phenotype characterization of interspecific hybrid abalone Haliotis asinina and Haliotis squamata seed Soelistyowati, Dinar Tri; Kusumawardhani, Aldilla; Junior, Muhammad Zairin
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 12 No. 1 (2013): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3892.198 KB) | DOI: 10.19027/jai.12.25-30

Abstract

ABSTRACT Abalone is one of sea-water aquaculture commodity that having relatively low in growth and survival. Interspesific hybridization between abalone Haliotis asinina and Haliotis squamata is required to produce hybrid seeds having a better phenotype inherited from their parents. Crossbreeding of abalone was done in the reciprocal procedure with a natural spawning technique on mass scale. The hybrid seeds showed higher similarity with female brood (98,69%), while  the larvae from H. squamata × H. asinina were abnormal on trocophore until early veliger phase then dead occurred the next phase. The results showed that hybridization between male H. asinina and female H. squamata had higher fertilization and hatching rate than its reciprocal i.e. 76.01±6.15% and 60.14±4.80%. Keywords: interspesific hybridization, phenotype, Haliotis asinina, Haliotis squamata, abalone  ABSTRAK Abalon merupakan komoditas budidaya laut dengan pertumbuhan yang relatif lambat dan kelangsungan hidupnya rendah. Rekayasa persilangan interspesifik antara abalon Haliotis asinina dan Haliotis squamata diharapkan mampu mengatasi permasalahan benih dan memiliki fenotipe unggul yang diwariskan dari tetuanya. Persilangan abalon dilakukan secara resiprok dengan teknik pemijahan alami skala massal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa benih hibrida menunjukkan kemiripan dengan induknya sebesar 98,69%, sedangkan larva hibrida antara jantan H. squamata × H. asinina menunjukkan bentuk abnormal pada fase trokofor hingga veliger awal dan kematian pada fase lanjut. Hibridisasi antara jantan H. asinina dan betina H. squamata memiliki derajat pembuahan dan derajat penetasan yang lebih tinggi dibandingkan resiprokalnya, yaitu berturut-turut 76,01±6,15% dan 60,14±4,80%. Kata kunci: hibridisasi interspesifik, fenotipe, Haliotis asinina, Haliotis squamata, abalon  
Growth of white shrimp post-larvae immersed in recombinant fish growth hormone Laksana, Dita Puji; Subaidah, Siti; Junior, Muhammad Zairin; Alimuddin, ,; Carman, Odang
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 12 No. 2 (2013): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2882.889 KB)

Abstract

ABSTRACT This research was conducted to determine the optimum immersion time of recombinant giant grouper growth hormone (Ephinephelus lanceolatus; rElGH) at a dose of 15 mg/L that generated highest growth of white shrimp post-larvae (PL). PL was bath-immersed for one, two, and three hours. Two types of control was provided, namely it was without any treatment (control), and immersion in water containing 0.01% bovine serum albumin (BSA) and total protein of Escherichia coli without rElGH (pCold control). All treatments and controls were consisted of three replications. A total of 1,500 PL-2 shrimp were bath-immersed in a plastic packing containing 1 L of sea water, 15 mg/L rElGH, and 0.01% BSA. PL was further reared for 21 days in the 60 L glass aquarium, and fed nauplii Artemia two times and flake commercial diet five times daily, at satiation. The results showed that the highest of biomass (36.29±1.46 g), specific growth rate (29.81±0.87%/day), and body length (20.08±0.42 mm) were obtained in three hours immersion treatment (P<0.05). Biomass of PL in three hours immersion treatment was approximately 66.0% higher compared to the control (21.87±2.53 g). Survival of shrimp in all treatment and control were similar (P>0.05). Thus, growth of white shrimp PL could be improved by bath immersion for three hours in rElGH solution of 15 mg/L water. Keywords: recombinant growth hormone, different immersion time, Pacific white shrimp, biomass  ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk menentukan lama waktu perendaman hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (Ephinephelus lanceolatus; rElGH) dosis 15 mg/L yang menghasilkan pertumbuhan tertinggi pada pascalarva (PL) udang vaname. Perendaman PL dilakukan satu, dua, dan tiga jam. Dua jenis kontrol dibuat yakni udang vaname PL-2 tidak diberi perlakuan (kontrol), dan direndam dalam air mengandung serum albumin sapi (BSA) 0,01% dan protein Escherichia coli tanpa rElGH (kontrol pCold). Setiap perlakuan dan kontrol diberi tiga ulangan. Sebanyak 1.500 ekor PL-2 direndam dalam kantong plastik kemasan berisi 1 L air laut mengandung rElGH 15 mg/L, dan BSA 0,01%. Selanjutnya, udang dipelihara selama 21 hari di dalam akuarium volume 60 L, dan diberi pakan naupli Artemia sebanyak dua kali dan pakan komersial berbentuk flake sebanyak lima kali sehari hingga kenyang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biomassa (36,29±1,46 g), pertumbuhan bobot spesifik (29,81±0,87%/hari), dan panjang tubuh (20,08±0,42 mm) tertinggi diperoleh pada perlakuan perendaman selama tiga jam (P<0,05). Biomassa udang perlakuan perendaman selama tiga jam lebih tinggi 66% dibandingkan dengan kontrol (21,87±2,53 g). Kelangsungan hidup udang yang direndam dengan rElGH, kontrol dan kontrol pCold tidak berbeda nyata (P<0,05). Dengan demikian, pertumbuhan PL udang vaname dapat ditingkatkan melalui perendaman selama tiga jam dalam larutan rElGH 15 mg/L air. Kata kunci: hormon pertumbuhan rekombinan, lama perendaman, pascalarva udang vaname, biomassa
The gonad growth of Anguilla bicolor bicolor induced by hormone combination of HCG, MT, E2, and antidopamine Zahri, Abdul; Sudrajat, Agus Oman; Junior, Muhammad Zairin
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 14 No. 1 (2015): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3413.137 KB) | DOI: 10.19027/jai.14.69-78

Abstract

ABSTRACT The aim of the study was to stimulate eel gonad growth by intramuscularly injection with a hormonal combination of human chorionic gonadotropin (hCG), methyltestosterone (T), estradiol (E2) and antidopamine (A) meanwhile 0.9% NaCl solution was used as control. Estradiol concentration in the blood serum were measured by enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Stimulation with hCG 20 IU/kg in combination with MT 3 mg/kg and 10 μg/kg antidopamine (hTA treatment) very effective for increased the growth of gonads with indicators gonadosomatic index (GSI) of 4.80%, hepatosomatic index 1.01% and concentration of E2 2.49±0.67 ng/mL were significantly different (P<0.05) than others treatment after ten weeks of application. Key words: hormone, gonad growth, maturation, Indonesian short finned eel  ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan gonad yang distimulasi oleh kombinasi human chorionic gonadotropin (hCG), metiltestosteron (MT), estradiol (E2) dan antidopamin (A). Ikan sidat disuntik dengan hormon dan 0,9% NaCl sebagai kontrol secara intramuskular. Pengukuran konsentrasi hormon E2 dalam serum darah dengan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Stimulasi dengan hCG 20 IU/kg dikombinasi dengan MT 3 mg/kg dan antidopamin 10 μg/kg (perlakuan hTA) sangat efektif untuk feminisasi dan meningkatkan pertumbuhan gonad dengan indikator indeks gonadosomatik (GSI) 4,80%, indeks hepatosomatik 1,01% dan konsentrasi E2 2,49±0,67 ng/mL, secara signifikan berbeda pada taraf P<0,05 dibandingkan perlakuan lain setelah sepuluh minggu aplikasi. Kata kunci: hormon, pertumbuhan gonad, maturasi, sidat
Induction of gonadal maturation of eel using PMSG, antidopamine, and estradiol-17β Tomasoa, Aprelia Martina; Sudrajat, Agus Oman; Junior, Muhammad Zairin
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 14 No. 2 (2015): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3322.047 KB) | DOI: 10.19027/jai.14.112-121

Abstract

ABSTRACT The study was aimed to induce gonadal maturation of eel Anguilla bicolor bicolor by hormonal treatment using pregnant mare serum gonadotropin (PMSG), antidopamine (AD), dan estradiol-17β (E2). The research used complete randomized design with five hormone combination treatments consisted of PK (NaCl 0.95%) as control, P10A (PMSG 10 IU + AD 10 ppm), P20A (PMSG 20 IU + AD 10 ppm), P10BE (PMSG 10 IU + AD 10 ppm + E2 150 µg), and P20BE (PMSG 20 IU + AD 10 ppm + E2 150 µg), with three individual replications for each treatment. Hormonal induction was applied through intramuscular injection weekly during eight weeks at initial body weight of 200 g. The result showed that P10BE treatment has obtained highest level on E2 (0.43 ng/mL), FSH (2.68 mIU/mL) has increased in week-4 and level on T (1.2 ng/mL), LH (2.80 mIU/mL) has increased in week-8. P10BE has affected spermatogenesis and the increased of GSI (2.46%) in fourth and sixth week compared to PK (1.28%), P10A (1.58%), P20A (1.34%), and P20BE (2.12%). In conclusion, combination of PMSG, AD, and E2 hormones could stimulate the gonadal maturation of eel at the size of 200 g into male. Keywords: Anguilla bicolor bicolor, gonadal growth, hormone, maturation  ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk menginduksi pematangan gonad ikan sidat Anguilla bicolor bicolor secara hormonal dengan menggunakan pregnant mare serum gonadothropin (PMSG), antidopamin (AD), dan estradiol-17β (E2). Metode penelitian ini menggunakan metode eksperimen rancangan acak lengkap dengan lima perlakuan kombinasi hormon, yaitu PK (larutan NaCl 0,95%) sebagai kontrol, P10A (PMSG 10 IU + AD 10 ppm), P20A (PMSG 20 IU + AD 10 ppm), P10BE (PMSG 10 IU + AD 10 ppm + E2 150 µg), dan P20BE (PMSG 10 IU+AD 10 ppm+E2 150 µg), dengan tiga ulangan individu pada masing-masing perlakuan. Induksi hormonal dilakukan dengan metode penyutikan secara intramuskuler setiap minggu selama delapan minggu dengan bobot ikan yang berukuran 200 g. Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis hormon pada perlakuan P10BE memberikan nilai tertinggi masing-masing; kadar E2 (0,43 ng/mL), kadar FSH (2,68 mIU/mL) meningkat di minggu keempat dan kadar T (1,2 ng/mL), kadar LH (2,80 mIU/mL) mengalami peningkatan pada minggu kedelapan. P10BE memberikan efek pada spermatogenesis dan peningkatan nilai GSI (2,46%) pada minggu keempat sampai keenam selama penyuntikkan dibandingkan dengan PK (1,28%), P10A (1,58%), P20A (1,34%) dan P20BE (2,12%). Dengan demikian, kombinasi hormon PMSG, AD, dan E2 dapat merangsang perkembangan dan mempercepat pematangan gonad ikan sidat ukuran 200 g menjadi jantan. Kata kunci: Anguilla bicolor bicolor, pertumbuhan gonad, hormon, maturasi
Sex reversal of red tilapia using 17α-methyltestosterone-enriched feed and increased temperature Ayuningtyas, Safira Qisthina; Junior, Muhammad Zairin; Soelistyowati, Dinar Tri
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 14 No. 2 (2015): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3043 KB) | DOI: 10.19027/jai.14.159-163

Abstract

ABSTRACT The growth rate between male and female red tilapia Oreochromis sp. is different. Generally, the male red tilapia grows faster than the female. Furthermore, the maturation process of red tilapia is relatively fast which causes slower growth rate. One of solutions to this problem is by rearing all male population or mono-sex culture. The method used in this study was commercial feed enrichment with 17α-methyltestosterone at different dosages and water temperature manipulation. The purpose of this research was to examine the effects of commercial feed enrichment with different dosages of 17α-methyltestosterone and water temperature manipulation on success rate of sex reversal of red tilapia into all male population. This research consisted of different temperature treatments (with and without water heating) and 17α- methyltestosterone dosages (0, 10, 20 mg/kg of commercial feed). The best dosage of 17α-methyltestosterone was 20 mg/kg of commercial feed with male to female sex ratio of 86.31%, daily growth rate of 8.18%, and feed conversion ratio of 1.53. In this study, the best treatment to produce the male seeds was the 17α-methyltestosterone treatment. Keywords: 17α-methyltestosterone, sex reversal, red tilapia, temperature  ABSTRAK Ikan nila merah Oreochromis sp. memiliki laju pertumbuhan yang berbeda antara ikan jantan dan betina. Umumnya ikan nila merah jantan lebih cepat tumbuh dibandingkan betinanya. Selain itu, ikan nila memiliki sifat cepat matang gonad dan mudah memijah sehingga akan menghambat pertumbuhan ikan. Salah satu cara untuk mengurangi masalah yang terjadi yakni dengan memelihara populasi ikan nila merah tunggal kelamin atau monoseks jantan. Metode yang dilakukan adalah pemberian hormon 17α-metiltestosteron dengan dosis berbeda melalui pakan buatan dan peningkatan suhu air. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis hormon 17α-metiltestosteron melalui pakan buatan dan peningkatan suhu air terhadap keberhasilan alih kelamin jantan pada ikan nila merah. Penelitian ini terdiri atas perlakuan suhu (dengan dan tanpa pemanasan air) dan dosis 17α-metiltestosteron (0, 10, 20 mg/kg pakan). Dosis hormon 17α-metiltestosteron terbaik yang didapatkan adalah 20 mg/kg pakan dengan nisbah kelamin jantan 86,31%, laju pertumbuhan harian 8,18%, dan rasio konversi pakan 1,53. Pada penelitian ini perlakuan terbaik untuk menghasilkan benih jantan adalah perlakuan dosis 17α-metiltestosteron. Kata kunci: 17α-metiltestosteron, alih kelamin, ikan nila merah, suhu
Spermatogenesis of male catfish Clarias sp. fed diet supplemeted with purwoceng extract Bertha, Poppy Dea; Junior, Muhammad Zairin; Soelistyowati, Dinar Tri
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 15 No. 1 (2016): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3085.523 KB) | DOI: 10.19027/jai.15.49-55

Abstract

ABSTRACT Purwoceng Pimpinella alpina Molk has been a commercial medicinal plant that their root could be used as aphrodisiac, diuretic, and body fit enhancer. This research was performed to evaluated the effect of purwoceng on spermatogenesis of the male catfish Clarias sp. consisted of testis weight, gonado somatic index (GSI), and spermatocrite levels. The treatment comprised administering purwoceng extract through the feed at a dose of 0; 2.5; 5; 7.5 g/kg of feed. Experimental fish used were male catfish Clarias sp. with initial body weight of 200–300 g at the density of 10 fish/tank. Male catfish were maintained in tank sized 2×1,5×1 m3, filled with water at 60–70 cm deep. The result showed that purwoceng extract at a dose of 5 g/kg mixed in the feed increased testis weight, GSI values, and spermatocrite levels in adult male catfish. Keywords: purwoceng extract, spermatogenesis, catfish  ABSTRAK Purwoceng Pimpinella alpina Molk merupakan tanaman herbal komersial yang akarnya dilaporkan berkhasiat sebagai obat afrodisiak, diuretik, dan tonik. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh ekstrak purwoceng terhadap perkembangan testis ikan lele Clarias sp. yang meliputi peningkatan bobot testis, nilai GSI, serta nilai spermatokrit. Perlakuan terdiri atas pemberian ekstrak purwoceng melalui pakan dengan dosis 0; 2,5; 5 dan 7,5 g/kg pakan. Adapun ikan yang diujicobakan pada penelitian adalah ikan lele jantan dengan bobot awal 200–300 g dan padat tebar 10 ekor/bak. Pemeliharaan ikan dilakukan pada bak berukuran 2×1,5×1 m3 yang diisi air dengan ketinggian  60–70 cm. Hasil percobaan menunjukkan bahwa pemberian ekstrak purwoceng dengan dosis 5 g/kg yang dicampur dalam pakan meningkatkan nilai bobot testis, nilai GSI dan kadar spermatokrit  pada lele jantan dewasa. Kata kunci: ekstrak purwoceng, spermatogenesis, ikan lele
Performance of broodstock and hybrid juvenile of Egyptian and sangkuriang Clarias gariepinus strains Zulfania, Putri; Junior, Muhammad Zairin; Alimuddin, ,; Sunarma, Ade
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 14 No. 2 (2015): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3168.64 KB) | DOI: 10.19027/jai.14.179-191

Abstract

ABSTRACT This study was conducted to evaluate reproduction of broodstock and intraspecific hybrid juvenile performance of Egyptian (M) and sangkuriang (S) strain African catfish Clarias gariepinus at nursery phase. Intraspecific hybridization of African catfish was carried out reciprocally (SM and MS) and purebreed (SS and MM), each was with three replicates. Fish spawning was conducted by artificial fertilization, and larvae were reared at 1st, 2nd and 3rd nursery phases, subsequently. The results showed that broodstock performance (male and female) of both strains were not significantly different (P>0.05) on all reproduction traits, except female’s gonadosomatic index. Fertilization and hatching rates of all hybrids were not significantly different (P>0.05). MM juvenile had higher growth performances than other juvenile hybrids. Heterosis of total length, standard length, and body weight were varied, whereas the survival showed positive heterosis. SM juvenile showed positive growth heterosis in 3rd nursery phase (total length, standard length, and body weight were 2.61%; 2.16%, and 4.79% respectively). Survival heterosis of MS juvenile (24.20% for total length; 103.13% for standard length and 11.62% body weight) was higher than SM juvenile (6.86%; 48.57%, and 3.09%) on all nursery phases Keywords: African catfish, intraspecific hybridization, growth, survival, heterosis  ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk menguji performa reproduksi induk dan benih hasil hibridisasi intraspesifik ikan lele Afrika Clarias gariepinus strain Sangkuriang (S) dan Mesir (M) pada fase pendederan. Hibridisasi intraspesifik ikan lele Afrika dilakukan secara resiprokal (SM dan MS) dan galur murni (SS dan MM) masing-masing dengan tiga ulangan. Pemijahan dilakukan secara buatan dan larva yang dihasilkan dipelihara pada fase pendederan pertama, kedua, dan ketiga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa performa induk ikan lele jantan dan betina pada kedua strain tidak berbeda nyata (P>0,05) pada seluruh parameter reproduksi, kecuali indeks gonadosomatik (GSI) pada induk betina. Derajat pembuahan dan penetasan telur pada seluruh persilangan tidak berbeda nyata (P>0,05). Pertumbuhan benih persilangan MM lebih tinggi, dibandingkan benih hasil persilangan lain. Nilai heterosis panjang total, panjang standar, dan bobot tubuh yang dihasilkan pada setiap stadia pendederan bervariasi, sedangkan nilai heterosis kelangsungan hidup menunjukkan hasil seluruhnya positif dibandingkan rataan galur murni. Heterosis pertumbuhan benih persilangan SM pada pendederan ketiga menunjukkan hasil yang positif (2,61% untuk panjang total; 2,16% untuk panjang standar dan 4,79% untuk bobot tubuh). Nilai heterosis kelangsungan hidup benih persilangan MS (24,20% untuk panjang total; 103,13% untuk panjang standar dan 11,62% untuk bobot tubuh) lebih tinggi dibandingkan benih persilangan SM (6,86%, 48,57% dan 3,09%) pada setiap stadia pendederan. Kata kunci: ikan lele Afrika, hibridisasi intraspesifik, pertumbuhan, kelangsungan hidup, heterosis 
The sex ratio and testosterone levels in tilapia immersed in different doses of 17α-methyltestosterone Junior, Muhammad Zairin; Naufal, Muhammad Restya; Setiawati, Mia; Hardianto, Dian; Alimuddin, ,
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 16 No. 1 (2017): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3270.844 KB) | DOI: 10.19027/jai.16.1.51-59

Abstract

  Tilapia fish farming using monosex male population has been reported to have 10% higher productivity compared to mix-sex culture. This study aimed to determine immersion dose of 17α-metiltestosterone (MT) that allowed higher male percentage, growth, survival, and measure testosterone level in fish body. The experiment was designed as three immersion doses, namely: 0; 1.8; and 5.4 mg/L MT, each with three replications. Immersion was conducted to 14-day-old larvae for four hours, with density of 100 fish/L of water. Testosterone levels in fish was measured using ELISA method, and sex identification was performed by histology method. The result showed that percentage of male fish was the same in the treatment of 1.8 mg/L and 5.4 mg/L, and 53–65% higher than the control without MT treatment (54% male). Growth and survival of fish until day 56 post immersion were the same. By ELISA analysis, the levels of testosterone in larvae just after immersion was similar in 1.8 mg/L and 5.4 mg/L treatments, decreased drastically on day 14 after immersion, and then the levels of testosterone to be similar with the control on day 28, i.e. about 2 ng/g. By PCR method with specific primer, sex reversed and normal males could be distinguished, and on day 71 the testosterone levels in sex reversed and normal males fish was also the same, 0.3 ng/g (P>0.05). Thus, sex reversal by immersion at a dose of 1.8 mg/L can be consider as a standard protocol for monosex tilapia production. Testosterone level in the body of MT-treated fish becomes the same to the control of less than one month post immersion
Aromatase gene expression and masculinization of Nile tilapia immersed in water 36 °C containing 17α-methyltestosterone Fauzan, Agung Luthfi; Soelistyowati, Dinar Tri; Junior, Muhammad Zairin; Hardiantho, Dian; Setiawati, Mia; Alimuddin, ,
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 16 No. 1 (2017): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3315.516 KB) | DOI: 10.19027/jai.16.1.116-123

Abstract

ABSTRACT  Immersion of undifferentiated larval tilapia in high temperature and 17α-methyltestosterone (MT) cab increase the male ratio. However, the effectiveness of immersion in high temperature of water containing MT remains to be evaluated. The purposes of this study were: 1) evaluate the male ratio, growth, and survival of tilapia, and 2) analyze the aromatase brain-type gene expression level in tilapia after immersing in high temperature (36 °C) containing MT at 2 mg/L for four hour with single and double immersion. Aromatase gene expression was analyzed by semi-quantitative RT-PCR (sqRT-PCR) method. The result showed that higher monosex male ratio was obtained by single immersion of MT at 36 °C at room temperature. Gene expression level of aromatase brain-type was lower on single immersion and increased significantly at second immersion compared to control (immersion at room temperature without MT). Immersion using MT and high temperature had no significant effect on fish survival. However the specific growth rate and fish biomass were higher than control. Thus, monosex male tilapia can be produced by single immersion of undifferentiated larvae at 36 °C temperature containing MT. Keywords: male ratio, aromatase, Oreochromis niloticus, temperature, 17α-methyltestosterone  ABSTRAK  Perendaman larva ikan nila yang belum terdeferensiasi kelaminnya dengan suhu tinggi dan hormon 17α-metiltestosteron (MT) dapat meningkatkan nisbah kelamin jantan. Tetapi, efektivitas perendaman menggunakan MT pada suhu tinggi belum diteliti. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) mengevaluasi nisbah kelamin jantan, pertumbuhan, dan kelangsungan hidup ikan nila, dan 2) menganalisis ekspresi gen aromatase tipe-otak pada ikan direndam menggunakan MT dengan dosis 2 mg/L selama empat jam sebanyak satu dan dua kali perendaman pada suhu 36 °C. Ekspresi gen aromatase dianalisis menggunakan metode RT-PCR semi-kuantitatif (sqRT-PCR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi perendaman MT satu kali pada suhu 36 °C lebih tinggi menghasilkan ikan nila jantan monoseks dibandingkan perendaman MT satu kali pada suhu ruang. Tingkat ekspresi gen aromatase tipe otak pada perendaman satu kali lebih rendah, dan meningkat secara signifikan pada perendaman kedua dibandingkan dengan kontrol (perendaman pada suhu ruang tanpa MT). Perendaman larva menggunakan MT dan suhu 36 °C tidak berpengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup, tetapi laju pertumbuhan spesifik dan biomassa ikan perlakuan tersebut lebih tinggi daripada kontrol. Dengan demikian, ikan nila jantan monoseks dapat diproduksi dengan perendaman satu kali pada larva yang belum terdeferensiasi jenis kelaminnya menggunakan MT pada suhu 36 °C. Kata kunci: rasio jantan, aromatase, Oreochromis niloticus, suhu, 17α-metiltestosteron
Co-Authors , Alimuddin . Hermawan . Sukenda . Suriansyah . Syafiuddin . Tarsim A M Tahya A S Mubarak A. Oman Sudrajat A. Shofy Mubarak A. Yunianti Aarab, Zineb Ade Sunarma Ade Sunarma Ade Sunarma, Ade Adharto Utiah Agus O . Sudradjat Agus Oman Sudrajat Aldilla Kusumawardhani, Aldilla Alimuddin Alimuddin . Alimuddin Alimuddin Alimuddin Alimuddin Alimuddin Alimuddin Alimuddin Alimuddin alimuddin alimuddin Alimuddin Alimuddin Alimuddin Alimuddin Alimuddin Alimuddin Angela Mariana Lusiastuti Angela Mariana Lusiastuti Angela Mariana Lusiastuti ANNA OCTAVERA Anouar Darif Aprelia Martina Tomasoa, Aprelia Martina Arroub, Omar Asep Sopian Avarre, Jean-Christophe Azis Azis Bambang Purwantara Benny Heltonika Bethsy J. Pattiasina Cahyono, Tatak Dwi D. Nurlestiyoningrum D.S. Sjafei Damiana Rita Ekastuti DEDI JUSADI Dian Hardiantho Dian Hardianto Didik Ariyanto Dinamella Wahjuningrum Dinar Tri Soelistyowati Dita Puji Laksana Dwi Hany Yanti E. Riani Eddy Supriyono Enang Harris Surawidjaja Etty Riani Fajar Basuki Fajar Maulana . Fauzan, Agung Luthfi Flandrianto S. Palimirmo GORO YOSHIZAKI H. Arfah Hamsah Hamsah Harton Arfah I Khasani I MADE ARTIKA I Wayan Nurjaya I. Herviani I. Mokoginta I. Supriatna Iis Diatin Ikhsan Khasani Imron Imron, Imron Irma Andriani IRMA ANDRIYANI Irvan Faizal Irzal Effendi Iskandar, Andri Ita Djuwita Jamaluddin Jompa Jasmanindar, Yudiana Jean-Christophe Avarre Julie Ekasari K Nisaa K. Sumantadinata Kadarusman . Khairun Nissa Komar Sumantadinata Kukuh Adiyana Kukuh Nirmala Kusman Sumawidjaja Laurent Pouyaud Livana Dethris Rawung Lolita Thesiana M Yamin M. Bintang M. M. Raswin M. Raswin M. Sakdiah M. Syukur M. Toelihere M. Tri Djoko Sunarno M.M. Raswin Meilisza, Nina Mia Setiawati Mozes R . Toelihere MOZES R. TOELIHERE MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI Muhammad Muhammad Muhammad Safir Mulyasari . Mulyasari Mulyasari MUNTI YUHANA Muslim Muslim N Farizah N. Potalangi N.B.P Utomo Nababan, Yanti Inneke Nasrullah, Hasan Naufal, Muhammad Restya Neviaty P. Zamani Nugraha, Media Fitri Isma Nunak Nafiqoh Nur Bambang Priyo Utomo Nurbariah Nurbariah O. Carman Odang Carman Odilia Rovara Poppy Dea Bertha, Poppy Dea Prassetyo Dwi Dhany Wijaya Purnamawati Purnamawati Putri Zulfania, Putri R. Affandi R.G. Pahlawan R.K. Sari R.R Sri Pudji R.R.S.P.S. Dewi Rahmani, My Driss Rahminiwati, Min Rakhmawati, Rakhmawati, RIDWAN AFFANDI Robin . Roza Elvyra S. Darwisito S. Dewi S. Handayani S. Mulyati S. Purwati Safira Qisthina Ayuningtyas, Safira Qisthina Siti Subaidah Sri Nuryati Sri Nuryati Srihadi Agungpriyono Suci Antoro Sugeng Budiharsono Sujaka Nugraha Sukenda . Sukenda Sukenda Sukenda Sukenda Sukenda Sukenda Syafyudin Yusuf T.L. Yusuf Tarsim Tarsim TARUNI SRI PRAWAST MIEN KAOMINI ANY ARYANI DEDY DURYADI SOLIHIN Triayu Rahmadiah Tuty L . Yusuf W. Manalu Wahyu Pamungkas Wasmen Manalu WIDANARNI WIDANARNI Wisriati Lasima Wiyoto Wiyoto Y. Hadiroseyani Y. Yustikasari Yogi Himawan Yudha Trinoegraha Adiputra Yusnarti Yus Zahri, Abdul