Claim Missing Document
Check
Articles

Enhancing the Survival Rate of Sand Goby, Oxyeleotris marmorata (Blkr.), Larvae with Antibiotics Effendi, Irzal; Hadiroseyani, Yani
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 1 No. 1 (2002): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (213.825 KB) | DOI: 10.19027/jai.1.15-22

Abstract

ABSTRACTPenicillin G and streptomycin sulphate were administered for 18 days of rearing of sand goby larvae. 7'wo-days larvae (3,37-3,41 mm) were reared in 160 1 aerated water at stocking density of 50 fish/1.  Until 17 days of rearing period, the larvae were fed plankton (50-300 gm) at stocking density of 20-30 individual/mi, and at day 13-I8, were fed Artemia sp. (1-2 individual/ml).  During first seven days, penicillin G and streptomycin sulphate (1.000 IU/1 and 10 mg/1, respectively) were applied daily, and there after once every three days.  The fry which reared in media containing antibiotics exhibited higher survival rate (28,09%, compared to 3,3 1 %), than the control, whereas their growth was similar (1,09-1,53 mm). Keywords :  Antibiotics, survival rate, sand goby fish, Oxyeleotris marmorata  ABSTRAKAntibiotik penisilin G dan streptomisin sulfat telah digunakan dalam pemeliharaan larva ikan betutu selama 18 hari.  Larva umur 2 hari (3,37-3,41 mm) dipelihara dalain tangki berisi air sebanyak 160 1 yang diaerasi halus, dengan kepadatan 50 ekor/1.  Antibiotik diberikan kepada media pemeliharaan larva setiap hari pada 7 hari pertarna pemeliharaan dan selanjutnya setiap 3 hari sekaii hingga akhir pemeliharaan, sebanyak 1.000 IU/1 dan 10 mg/1 masing-masing untuk penisilin G dan streptomisin sulfat.  Pada hari pertama hingga ke- 1 7, larva diberi makan plankton berukuran 50-300 gm sebanyak 20-30 individu/ml, hari ke- 13 sampai 18 diberi Artemia sp. sebanyak 1-2 ekor/ml.  Larva yang dipelihara pada media berantibiotik memiliki kelangsungan hidup (28,09%) lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa antibiotik (3,31%), sedangkan pertumbuhan panjang mutlaknya sama yaitu 1,09-1,53 mm.Kata kunci :  Antibiotik, kelangsungan hidup, ikan betutu, Oxyeleotris marmorata
Rearing of Milkfish, Chanos Chanos, in Net Cages at Sea at Various Stocking Densities Sumawidjaja, Kusman; Yusdiana, T.; Effendi, Irzal; Dharmadi, ,
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 1 No. 2 (2002): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (103.661 KB) | DOI: 10.19027/jai.1.53-56

Abstract

ABSTRACTStocking rate of milkfish, Chanos chanos, from 75 to 225 fish/m3  or from 1,33 to 3,98 kg/m3  did not affect the growth rate, survival rate, feeding efficiency, and final length and weight of fish, each at 2,32%/day, 81,8%, 63,8%, and 185,2 mm and 64,0 g respectively. Final biomass (Y) increased from 3,66 to 12,05 kg/m3 with the increase of stocking rate (X) with Y = 0,056 X-0,45 (p<0,05).Key words :   Milkfish, Chanos chanos, floating net cage, stocking density. ABSTRAKPadat penebaran ikan bandeng, Chanos chanos, dari 75 hingga 225 ekor/m3 atau dari 1,33 hingga 3,98 kg/m3 tidak mempengaruhi laju pertumbuhan, kelangsungan hidup, efisiensi pemberian pakan serta panjang dan bobot ikan akhir, masing-masing dengan rata-rata 2,32%/hari, 81,8%, 63,8%, 185,2 mm dan 64,0 g. Biomasa akhir (Y) meningkat dari 3,66 hingga 12,05 kg/m3 dengan meningkatnya padat penebaran (X) dengan persamaan Y = 0,056 X -0,45 (p<0,05).Kata kunci :  Ikan bandeng, Chanos chanos, keramba jaring apung, padat penebaran
Feeding of Marbled Goby, Oxyeleotris marmorata (Blkr.), Larvae in the Two Weeks of Their Early Life Effendi, Irzal; Sumawidjaja, K.
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 1 No. 3 (2002): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (149.147 KB) | DOI: 10.19027/jai.1.101-108

Abstract

ABSTRACTThe experiment was carried out at the Laboratory of Aquaculture System and Technology, Faculty of Fisheries, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Factorial arrangement in randomised block design was used in this experiment with two factors: kind of feed and feed density for sand goby, Oxyeleotris marmorata (Blkr.) larvae. There were 3 kinds of feed: rotifer, enriched-rotifer, and egg yolk-premix. Rotifer density of 20, 30, and 40 individuals/ml were maintained troughout the experiment. Egg yolk-premix were given per day in equivalent quantity as those rotifers in the treatment. Larvae of 40 individuals/l were kept in the 250 l plastic tanks, filled with 200 l of aerated ground water for 15 days indoor. Larvae fed rotifer showed better survival and growth rate than those fed egg yolk-premix. Increased rotifer density tended to increase survival and growth rate of larvae.Key words :  marbled goby, Oxyeleotris marmorata, larvae, feeding, rotifers ABSTRAKPercobaan ini dilakukan di Kolam Percobaan Babakan, Laboratorium Bogor, Bogor, dan dirancang berbentuk factorial dalam rancangan acak kelompok, dengan faktor: (1) jenis pakan dan (2) kepadatan pakan. Jenis pakan dibedakan menjadi: rotifera, rotifera-diperkaya, dan kuning telur-premiks, sedangkan kepadatan rotifera dibedakan menjadi : 20,30, dan 40 individu/ml, dipertahankan setiap hari. Kuning telur-premiks diberikan kepada larva ikan betutu, Oxyeleotris marmorata setiap hari yang setara dengan bobot rotifera setiap perlakuan, berdasarkan bobot kering keduanya. Larva sebanyak 40 ekor/l dipelihara dalam tangki plastik bervolume 250 l yang diisi air 200 l selama 15 hari dalam ruangan. Larva yang diberi rotifera cenderung memiliki kelangsungan hidup dan pertumbuhan lebih besar daripada kuning telur-premiks. Kepadatan rotifera yang semakin tinggi cenderung dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva.Kata kunci :  ikan betutu, Oxyeleotris marmorata, larva, pemberian pakan, rotifera
Feeding with Artificial Feed on Sand Goby, Oxyeleotris marmorata (Blkr.), Fry Sudrajat, Agus Oman; Effendi, Irzal
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 1 No. 3 (2002): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (152.916 KB) | DOI: 10.19027/jai.1.109-118

Abstract

ABSTRACTThe influence of feed shape and protein resource of artificial feed on the growth and survival rate of sand goby, Oxyeleotris marmorata (Blkr.), fry were evaluated in this experiment. This experiment purposed to determine growth rate, survival rate, feeding efficiency, protein retention, lypid retention and look for the suitable artificial feed for sand goby. This experiment was carried out at the Laboratory of Aquaculture System and Technology, Department of Aquaculture, Faculty of Fisheries and Marine Sciences, Bogor Agricultural University in Bogor. Factorial design was used in this experiment with two factors: feed shape and protein resource. There were two kinds of feed shape: dry pellet and moist pellet. Protein resource consisted: fish, squid, and shrimp. The sand goby juveniles were kept in aquarium 60x30x40 cm was filled 40 litre of aerated. The fish were fed of 7% (dry weight based) of body weight in three time of feeding (10:00, 14:00, 18:00 WIB), 30, 30, 40% total feed/day respectively. The amount of feed was adjusted every 7 days with sampling. The juveniles feeding with shrimp-moist showed better survival rate, growth rate, feeding efficiency, protein retention, lypid retention than those fed shrimp-dry, squid-dry, squid-moist, fish-dry, and fish-moist. Dry pellet and moist pellet can be used for sand goby feeding. The artificial feed for sand goby juvenile suggested contain attractant and had highly water stability. Shrimp and squid can be used as main protein resources in artificial feed for sand goby. Key Word :  Feeding, artificial feed, sand goby, Oxyeleotris  marmorata, fry. ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bentuk pakan dan sumber protein dari pakan buatan terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan betutu, Oxyeleotris marmorata (Blkr.). Rancangan faktorial dengan 2 faktor, bentuk pakan (pelet basah dan pelet kering) dan sumber protein (ikan, cumi dan udang) digunakan dalam penelitian ini. Ikan diberi pakan 7% bobot badan basah yang diberikan dalam 3 kali per hari. Ikan yang diberi pakan dengan kombinasi bentuk pelet basah dan sumber protein udang (pelet basah-udang) menunjukkan kelangsungan hidup, pertumbuhan, efisiensi pemberian pakan dan retensi protein terbaik dari perlakuan lainnya. Udang dan cumi dapat digunakan sebagai sumber protein utama dalam pakan buatan untuk ikan betutu. Pakan buatan untuk benih ikan betutu disarankan mengandung atraktan dan memiliki stabilitas dalam air yang tinggi.Kata kunci :  Pemberian pakan, pakan buatan, ikan betutu, Oxyeleotris marmorata, benih.
PERKEMBANGAN ENZIM PENCERNAAN LARVA IKAN PATIN, Pangasius hypophthalmus sp. Effendi, Irzal; Widanarni, .; Augustine, D.
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 2 No. 1 (2003): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (336.744 KB) | DOI: 10.19027/jai.2.13-20

Abstract

Development of digestive enzymes; protease, lipase and amylase were observed in patin catfish, Pangasius hypophthalmus, larvae.  The 1 day old larvae (day after hatching), with 3,37-3,97 mm length and 0,62-0,79 mg weight, were reared in aquarium 60x50x40 cm with stocking  density of 20 fish/l.  Larvae were fed  Artemia dan tubificid worms 2-8 dan 7-15 days after hatching (dAH),  respectively (schedule I);  2-6 and  5-15 dAH (schedule II); and 2-4 and 5-15 dAH (schedule III).  Chlorella was ready to eat by larvae at the entirely rearing.  For enzyme assay, larvae were sampled from each aquarium at stages of 1, 2, 3, 5, 7, 10 and 15 dAH.    Protease and lipase activity were detected in digestive tract of  1 dAH larvae.   Digestive enzymes development have a similar pattern in larvae for all feeding schedules.  Protease activity  decreased with the increasing of age until 3 dAH, then increased  until the larvae reached 7 dAH, and sharply decreased until 10 dAH and then slowly decreased thereafter. Lipase activity tended to increase slowly with age up to 3 dAH, and increased sharply until 5 dAH, and then decreased sharply until 7 dAH  before decreased again up to the end of rearing.  Amylase activity in larvae increased slowly with the increasing of age up to 5 dAH, then increased sharply until 7 dAH, and decreased thereafter.  In dimly lighted larvae, amylase activity decreased before increased up to 12 d AH, then decreased thereafter.  The amount of food organisms in larval gut, body weight and length, and survival rate of larvae were also measured and discussed.Key Words:  Digestive enzymes, development, larvae, patin catfish, Pangasius hypophthalmus ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan enzim protease, lipase dan amilase saluran pencernaan larva ikan patin akibat perubahan skedul pemberian pakan.  Larva ikan patin (panjang 3,77–3,97 mm dan bobot 0,62-0,79 mg) berumur 1 hari dipelihara di akuarium 60x50x40 cm dengan kepadatan 20 ekor/l.  Larva diberi pakan dengan tiga skedul pemberian; skedul I, Artemia dan cacing diberikan ketika larva ikan patin berumur masing-masing 2-8 dan 7-15 hari; skedul II, Artemia 2-6 hari dan cacing 5-15 hari; skedul III, Artemia 2-4 hari dan cacing 5-15 hari. Chlorella diberikan sepanjang pemeliharaan larva. Contoh larva umur 1, 2, 3, 5, 7, 10 dan 15 hari diambil sebanyak 0,5 g setelah dipuasakan selama 4 jam.  Asai protease, lipase dan amilase terhadap homogenate larva  dilakukan dengan menggunakan masing-masing substrat kasein 1%,  minyak kelapa sawit dan pati 1%.  Anatomi, isi saluran pencernaan, pertumbuhan bobot dan kelangsungan hidup larva juga diamati.  Tidak terdapat perbedaan pertumbuhan larva yang diberi pakan dengan skedul berbeda, namun larva yang diberi Artemia lebih lama (skedul I) memiliki kelangsungan hidup lebih baik.  Larva ikan patin umur 1 hari setelah menetas ternyata sudah mengandung enzim protease dan lipase di saluran pencernaannya.  Perkembangan enzim pencernaan memiliki pola yang hampir sama pada setiap skedul pemberian pakan.  Aktivitas protease menurun pada larva umur 3 hari, selanjutnya meningkat tajam hingga larva umur 7 hari, kemudian menurun tajam hingga larva umur 10 hari dan akhirnya menurun landai.  Aktivitas lipase meningkat lambat hingga larva umur 3 hari, kemudian meningkat tajam hingga larva umur 5 hari, selanjutnya menurun tajam hingga larva umur 7 hari dan akhirnya menurun landai.  Aktivitas amilase semakin meningkat lambat dengan bertambahnya umur larva hingga 5 hari, selanjutnya meningkat tajam hingga larva berumur 7 hari dan kemudian menurun.  Perkembangan enzim pencernaan larva ikan patin ini sejalan dengan perkembangan (diferensiasi) anatomi saluran pencernaan.  Saluran pencernaan larva berisi Artemia, cacing dan plankton dengan jumlah yang semakin meningkat dengan bertambahnya umur larva.  Kata kunci:  Enzim pencernaan, perkembangan, larva, ikan patin, Pangasius hypophthalmus
Gonad Maturation of Clown Loach (Botia macracanthus) in Pond Effendi, Irzal; Prasetya, T.; Sudrajat, Agus Oman; Suhenda, N.; Sumawidjaja, K.
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 2 No. 2 (2003): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (149.129 KB) | DOI: 10.19027/jai.2.51-54

Abstract

The objective of this research is to know the gonad maturation of clown loach {Botia macracanthus) reared in pond. Two groups contain 4 female broodstock; I) carried and II) non-carried egg broodstock were reared in two separated hapas which placed in pond. Each hapa was also stocked nine males. The fish were fed pellet (32,33% protein) 10% biomass, daily in three times. After 20 days, the broodstocks were implanted by LHRH-a 100 u.g/kg of body weight. In the group I, diameter of egg in gonad were developed from 1,028 mm at the beginning of implantation to 1,071 and 1,106 mm at day of 15 and 30 after implantation respectively. In the group II, only one female has developed her gonad successfully. The egg was developed to 0,937 and 1,026 mm after 15 and 30 day implantation respectively. Key words : Gonad maturation, clown loach, Botia macracanthus, pond   ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pematangan gonad induk ikan botia (Botia macracanthus) yang dipelihara di kolam. Dua kelompok induk betina; I) sudah mengandung telur dan II) belum mengandung telur masing-masing sebanyak 4 ekor dipelihara masing-masing dalam 2 hapa. Ke dalam setiap hapa juga ditempatkan induk jantan sebanyak 9 ekor. Induk diberi pakan berupa pelet (protein, 32,33%) sebanyak 10% dari bobot biomasa per hari, 3 kali sehari, dan diberi LHRH-a dengan dosis 100 ng/kg bobot tubuh secara implantasi pada hari ke 20 pemeliharaan. Induk dalam kelompok pertama telurnya berkembang dari rata-rata 1,028 pada saat pemberian LHRH-a menjadi rata-rata 1,071 dan 1,106 mm masing-masing pada hari ke 15 dan 30 setelah pemberian. Pada kelompok kedua hanya satu ekor induk yang berkembang gonadnya setelah diberi LHRH-a. telur induk ikan tersebut berkembang dari 0,937 menjadi 1,026 mm masing pada hari ke 15 dan 30 setelah implantasi. Kata kunci : Pematangan gonad, ikan botia, Botia macracanthus, kolam
Control of Natural Food with Diazinon for Growth and Survival of Marbled Goby, Oxyeleotris marmorata (Bleeker) Nasir, M.; Sumawidjaja, K.; Effendi, Irzal
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 3 No. 2 (2004): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (575.623 KB) | DOI: 10.19027/jai.3.19-24

Abstract

Dua percobaan telah dilakukan, yaitu tanpa dan dengan larva ikan. Percobaan pertama, yang menggunakan 3 konsentrasi diazinon 0. 2 dan 4 ppm dan 3 ulangan, mempelajari pertumbuhan rotifera, cladocera dan copepoda. Percobaan kedua mempunyai 2 perlakuan, yaitu diazinon 0 dan 4 ppm (yang terbaik dari percobaan pertama) serta 4 ulangan untuk mengevaluasi: 1) ketersediaan, pemanfaatan dan susunan jasad-jasad pakan, 2) pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva, serta 3) perkembangan larva ikan. Larva yang berumur satu hari ditebar pada saat kelimpahan rotifera tertinggi di hapa dengan kepadatan 40 larva/1 atau 3.200 larva/hapa. Hapa (mesh 0,8 mm) yang berukuran 50x40x50 cm ditempatkan dalam kolam-kolam beton yang berukuran 4,25x2,00x 0,65 m. Kolam-kolam ini mula-mula dikeringkan selama 2 hari, dipupuk dengan kotoran ayam 1.000 g/m3 dan diisi air setinggi 50 cm. Keesokan harinya kolam dipupuk dengan urea dan tripel superfosfat masing-masing 20 dan 30 g/m3. Dua hari kemudian air diberi diazinon sesuai perlakuan. Hasil percobaan pertama menunjukkan bahwa diazinon meningkatkan ketersediaan rotifera. Populasi rotifera tertinggi dicapai di kolam yang mendapat diazinon 4 ppm. Percobaan kedua memberikan laju pertumbuhan harian dan kelangsungan hidup larva ikan serta ketersediaan dan pemanfaatan rotifer tertinggi pada pemberian diazinon 4 ppm. Kata kunci: Pakan alami, larva. Oxyeleotris marmorata, diazinon. kelangsungan hidup, pertumbuhan   ABSTRACT Two experiments were conducted, without and with fish larvae. The first experiment, utilizing 3 concentrations of diazinon, i.e. 0, 2 and 4 ppm and 3 replications, evaluated the growth of rotifers, cladocerans and copepods. The second experiment had 2 treatments, i.e. 0 and 4 ppm diazinon and 4 replications evaluated: 1) the availability, utilization and composition of food organisms, 2) the growth and survival rates offish larvae, and 3) the development of larvae. One-day old larvae were stocked at times of highest rotifer concentrations in hapas at 40 larvae/1 or 3,200 larvae/hapa. Hapas (0,8 mm mesh) of 50x40x50 cm were placed in concrete ponds of 4.25x2.00x0,65 m. The ponds were dried for 2 days, fertilized with chicken manure 1.000 g/m3 and filled with water up to 50 cm deep. Next day, the ponds were fertilized with urea and triple superphosphate 20 and 30 g/m3 respectively. Two days later, the water was treated with diazinon according to treatments. The results of the first experiment showed that diazinon increased the availability of rotifers. The highest rotifer populations were obtained in ponds receiving 4 ppm diazinon. The second experiment gave highest daily growth and survival rates of fish larvae, te availability and utilization of rotifers at 4 ppm diazinon. Key words: Natural foods, larvae, Oxyeleotris marmorata, diazinon, survival, growth.
Parasites infestation on juvenile tiger grouper (Epinephelus fuscoguttatus) nursed in net cage at Sea Farming Instalation Kepulauan Seribu, Jakarta Hadiroseyani, Yani; Effendi, Irzal; Rahayu, Agnis Murti; Arianty, Heni Sela
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 9 No. 2 (2010): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (60.144 KB) | DOI: 10.19027/jai.9.140-145

Abstract

This study was aimed to identify fauna parasite of juvenile tiger grouper (Epinephelus fuscoguttatus) on the two locations of floating net at Floating Net Sea Farming Center, Pulau Seribu Jakarta. A total of five tiger grouper fry from each location, checked every two weeks during the nursery period in August-September 2008 and June-August 2009. Parasites of young tiger grouper found were protozoa (Trichodina and myxosporea), monogenea Diplectanum, metaserkaria digenea, and isopods Alitropus. Diplectanum infestation was dominant with prevalence reached 100% and the average intensity of 2,87-72,8. Fish nursed in the Perairan Pulau Semak Daun was more susceptible compared to the fish nursed in Pulau Karang Congkak. Keywords: tiger grouper, parasite, infestation, Seribu Island. ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi penyakit yang menyerang benih kerapu macan pada masa pendederan dalam karamba jaring apung di dua lokasi Karamba Jaring Apung Balai Sea Farming, Kepulauan Seribu, yaitu di Perairan Pulau Semak Daun dan Perairan Pulau Karang Congkak. Sebanyak 5 ekor benih kerapu macan dari masing-masing lokasi, diperiksa setiap minggu selama dua periode pendederan pada bulan Agustus-September 2008 dan bulan Juni-Agustus 2009. Fauna parasit benih kerapu macan pada masa pendederan dalam jaring apung tersebut meliputi protozoa (Trichodina dan myxosporea), monogenea Diplectanum, metaserkaria digenea, dan isopoda Alitropus. Diplectanum merupakan parasit yang mendominasi dengan prevalensi mencapai 100% dan intensitas rerata 2.87–72,8. Pada Perairan Pulau Semak Daun lebih banyak ditemukan jenis parasit dengan prevalensi dan intensitas yang cukup tinggi dibandingkan dengan Perairan Pulau Karang Congkak.Kata kunci: ikan kerapu macan, parasit, infestasi, Pulau Seribu.
Supplementation of Nodulisporium sp. KT29 induced by Vibrio harveyi as an immunostimulant for controlling vibriosis in vannamei white shrimp under marine culture system Wahjuningrum, Dinamella; Efianda, Teuku Reza; Tarman, Kustiariyah; Yuhana, Munti; Effendi, Irzal; Saputra, Fazril
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 19 No. 2 (2020): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19027/jai.19.2.95-105

Abstract

ABSTRACT The purpose of this study is to evaluate the effectiveness of Nodulisporium sp. KT29 supplementation with variousVibrio harveyi induction in feed against vibriosis in vannamei white shrimp. The study design included KP (positivecontrol without supplementation Nodulisporium sp. KT29 and infected with V. harveyi), KN (negative controlswithout Nodulisporium sp. KT29 and infected with physiological solution), NT (treatment of supplementationNodulisporium sp KT29 20 mL/kg and infected with V. harveyi), NM (treatment of supplementation testNodulisporium sp. KT29 induction of V. harveyi dead cell 20 mL/kg and infected V. harveyi), NH (treatment ofsupplementation Nodulisporium sp. KT29 induction of V. harveyi live cell 20 mL/kg and infected with V. harveyi).The study parameters included inhibition zone, resistance, immune responses, and hemolim glucose. The resultsshowed Nodulisporium sp. KT29 with induction treatment raised antibacterial activity with best treatment of NMand NH (P<0.05). The results of V. harveyi infection resistance presented NM treatment of 20 mL/kg increasesurvival in vannamei shrimp reached 72.2% (P<0.05). In addition, the same treatment increase the immuneresponse activity and decrease the activity of hemolim glucose. It could be concluded that providing NM 20 mLtreatment boosted the resistance and the immune system in vaname shrimp to control vibriosis reared at the sea.Keywords: antibacterial, β-glucan, induced, Nodulisporium sp. KT29, Vibrio harveyi ABSTRAK Tujuan penelitian yaitu mengevaluasi efektivitas suplementasi Nodulisporium sp. KT29 dengan berbagai perlakuaninduksi Vibrio harveyi dalam pakan terhadap pengendalian vibriosis pada udang vaname yang dibudidayakan dilaut. Rancangan penelitian meliputi KP (kontrol positif tanpa suplementasi Nodulisporium sp. KT29 dan diinfeksiV. harveyi), KN (kontrol negatif tanpa Nodulisporium sp. KT29 dan diinfeksi larutan fisiologis), NT (perlakuanuji suplementasi Nodulisporium sp. KT29 20 mL/kg dan diinfeksi V. harveyi), NM (perlakuan uji suplementasiNodulisporium sp. KT29 diinduksi sel mati V. harveyi 20 mL/kg dan diinfeksi V. harveyi), NH (perlakuan ujisuplementasi Nodulisporium sp. KT29 induksi sel hidup V. harveyi 20 mL/kg dan diinfeksi V. harveyi). Parameterpenelitian meliputi zona hambat, resistensi, respons imun, dan glukosa hemolim. Hasil penelitian menunjukkanNodulisporium sp. KT29 dengan perlakuan induksi dapat meningkatkan aktivitas antibakteri dengan perlakuanterbaik NM dan NH (P<0.05). Hasil pengamatan resistensi infeksi V. harveyi menunjukkan perlakuan NM 20 mL/kg dapat meningkatkan kelangsungan hidup pada udang vaname mencapai 72.2% (P<0.05). Perlakuan yang samajuga meningkatkan respons imun dan menurunkan aktivitas glukosa hemolim. Disimpulkan bahwa pemberianNM 20 mL dapat meningkatkan resistensi dan sistem imun udang vaname terhadap pengendalian vibriosis di laut.Kata kunci : antibakteri, β-glucan, induksi, Nodulisporium sp. KT29, Vibrio harveyi,
The performance of gold-mouth turban Turbo chrysostomus larvae in different temperature and salinity media Hamzah, Aris Sando; Nirmala, Kukuh; Supriyono, Eddy; Effendi, Irzal
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 20 No. 1 (2021): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19027/jai.20.1.14-23

Abstract

Suhu dan salinitas merupakan parameter kualitas air yang berperan penting terhadap proses fisiologis siput mata bulan (T. chrysostomus) sehingga berdampak terhadap perkembangan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengevaluasi pengaruh suhu dan salinitas terhadap perkembangan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva siput mata bulan (T. chrysostomus). Stadia pre-torsion veliger dicapai sekitar 11 jam 36 menit setelah fertilisasi atau sekitar 3 jam setelah trocophor. Stadia post-torsion veliger awal ditandai dengan cangkang yang telah terbentuk sempurna dan pada post-torsion veliger akhir, larva sudah mengembangkan operkulum, kaki, dan propodium. Hasil pengamatan menunjukan bahwa perlakuan A1B3 memberikan waktu pencapaian stadia post-torsion veliger awal dan post-torsion veliger akhir tercepat yaitu masing-masing 19 jam 36 menit dan 22 jam 36 menit setelah pembuahan. Sedangkan perlakuan A1B1 memberikan waktu pencapaian stadia post-torsion veliger awal dan post-torsion veliger akhir terlama yaitu masing-masing 20 jam 30 menit dan 23 jam 25 menit setelah pembuahan. Suhu tidak berpengaruh nyata sedangkan salinitas berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan harian larva siput mata bulan. Laju pertumbuhan harian tertinggi pada suhu 27±0.5oC (A1) tercatat pada perlakuan B3 dan menunjukan nilai yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan B2. Suhu dan salinitas memberikan pengaruh yang signifikan namun interaksi keduanya tidak menunjukan pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kelangsungan hidup larva siput mata bulan. Perlakuan A1B3 memberikan persentase tingkat kelangsungan hidup tertinggi dan tidak menunjukan nilai yang berbeda nyata dengan perlakuan A1B2. Parameter kualitas air yang diperoleh masih mendukung performa larva siput mata bulan hingga mencapai stadia juvenil.
Co-Authors . Enywati . Sukenda A.I. Nirwana Achmad Fahrudin Adiguna, Ipong Agnis Murti Rahayu Agus Oman Sudrajat Agustinus Tri Aryanto Aji Fajar Nugraha Ali Mashar Alimuddin Alimuddin Alimuddin Alimuddin Alimuddin Alimuddin Alimuddin Amalia E. Maulana Apriana Vinasyiam Apriani, Ita Ardana Kurniaji Asep Sopian Astari, Belinda Asterika Prawesti Atul Hayati, Mira Auzi Asfarian Awaluddin, Muhammad Iswan Barnabas Bara&#039;padang Betutu Senggagau, Betutu Brata Pantjara Budidardi, Tatag D. Augustine Daffa Nuradzani Dea Fauzia Lestari, Dea Fauzia DEDI JUSADI Dedi Suprianto Dendi Hidayatullah, Dendi Dharmadi, , Diah Ayu Lestari, Diah Ayu Diana Putri Renitasari Dinamella Wahjuningrum Dinamella Wahyuningrum Dinar Tri Soelistyowati Eddy Supriyono Efianda, Teuku Reza Enang Harris Surawidjaja Eva Prasetiyono Fajar Maulana . Febrianto, Muhammad Riza Hanief Fery Kurniawan Fredinan Yulianda Gloria I. Satriani Gloria Ika Satriani Gloria Ika Satriani Hamzah, Aris Sando Hanif, Iik Muslihul Haris luthfi Hartanto, Mochamad Tri Harton Arfah Hary Krettiawan Helena Sahusilawane Heni Sela Arianty Herdhata Agusta Hernanda, Virta Rizki I Wayan Nurjaya Iis Diatin Irman Hermadi Isti'anah, Ismi Jannah, Uthary Rahmathul Joni Haryadi, Joni K. Sumawidjaja Kawirian, Rizky Regina Khairah, Hylda Kukuh Nirmala Kusman Sumawidjaja Kustiariyah Tarman Lastriliah, Mira Ligaya I. T. A. Tumbelaka Liubana, Debora Victoria M. Nasir M. Zairin Junior Manja Meyky Bond, Manja Meyky Martinez, Stepahnie J. Mia Setiawati Muhammad Abduh MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI Muhammad Iswan Awaluddin Muhammad Zairin Jr. Muhammad Zairin Jr. Muhlis Muhlis Muhmmad Agus Suprayudi Mulyadin, Aldy MUNTI YUHANA Muzahar N. Suhenda Nidwidyanthi, Nidwidyanthi Nur Bambang Priyoutomo Pratama, Ahmad Trio Puji Hastuti, Yuni Puradiredja, Sena Pasha Putri Utami, Putri Rahman, Muhammad Aghistni Rastina Renitasari, Diana Putri RIDWAN AFFANDI Riska Puluhulawa Riza Rahman Hakim Rizki, Rani Ria Roni Nugraha Ruku Ratu Borut Salsabila, Afviya Santi Susanti, Santi sapanli, kastana Shavika Miranti Sophia N. M. Fendjalang Sri Hariati Sri Nuryati Sugeng Heri Suseno Sukenda . Suko Ismi Supryady Supryady Supryady, Supryady Surya Saputra, Surya Suwarto T. Prasetya T. Yusdiana T.M. Haja Almuqaramah Tatag Budiardi Tatag Budidardi Toto Haryanto Tri Astuti Tri Prartono Tridoyo Kusumastanto Vinasyam, Apriana Wahjuni, Sri Wahyudin Wahyudin WIDANARNI WIDANARNI Widanarni Widanarni Wijianto Wijianto Wildan Nurussalam Wini - Trilaksani Wiyoto Wiyoto Y. Hadiroseyani Yani Haderoseyani Yonvitner - Yunarty Yunarty Yunarty Yunarty, Yunarty Yuni Puji Hastuti Yusuf, Muh. Amri Zaki, Nurul Hidayah Mat