Profesi kedokteran menjadi sangat penting dalam tatanan kesehatan. Mereka bisa mengintervensi dan menjadi lokomotif kebijakan yang diambil oleh para stake holder kesehatan. Pada konteks kolonialisme Indonesia, kalangan dokter dan asosiasinya juga dianggap sebagai kalangan garda terdepan dalam hal sirkulasi pengetahuan medis kolonial maupun pengambilan kebijakan kesehatan yang bersifat komprehensif. Namun yang terjadi di Hindia Belanda terdapat problematika dualisme posisi dokter dalam birokrasi kesehatan kolonial yang mengantarkan pada dokter pribumi dan dokter Eropa tidak dalam posisi setara. Semua bermuara dari perbedaan kualifikasi pendidikan dokter pribumi dan dokter Eropa, pemerintah kolonial melanggengkan ketimpangan gaji, kewenangan dan posisi keduanya dalam birokrasi kesehatan. Akibatnya sering terjadi pergesekan antara dokter pribumi dan dokter Eropa di lapangan. Pada beberapa situasi yang sering memanas antara dokter Eropa dan Pribumi, mendorong tekad sekelompok dokter pribumi dalam mendirikan sebuah perkumpulan khusus untuk dokter pribumi sendiri. Tahun 1909 mendirikan Vereeniging van Inlandsche Geneeskundige (VIG) yang digunakan sebagai wadah para dokter pribumi menghimpun upaya-upaya dalam penghapusan diskriminasi sosial dan materil bagi dokter pribumi serta mendongkrak profesionalisme medis para dokter pribumi.