Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji proses pembentukan kaidah nahwu melalui konsep Sima’ dalam perspektif Tammam Hasan. Fenomena ini penting karena banyak pembelajar bahasa Arab yang hanya memahami ilmu nahwu dari segi praktik penggunaannya, tanpa memperhatikan aspek historis dan pembentukan kaidahnya. Sima’ merupakan salah satu sumber utama dalam pembentukan kaidah ilmu nahwu, bersama dengan Al-Qur’an, Hadis, dan kalam Arab. Tammam Hasan mengklasifikasikan Sima’ menjadi tiga bagian: Al-Qur’an, kalam Arab (puisi dan prosa), dan riwayah. Tammam Hasan menolak anggapan bahwa bahasa Fusha merupakan bahasa atau dialek suku Quraisy, dengan memberikan argumen bahwa Al-Qur'an diturunkan dalam bahasa Arab yang jelas, bukan dialek Quraisy, dan mengutip banyaknya qiraah yang mencakup dialek Arab lainnya. Selain itu, kriteria pemilihan puisi sebagai dasar pembentukan kaidah nahwu adalah dari masa al-jahiliyyah hingga al-mutaqoddimin. Melalui analisis konsep Sima’ dalam perspektif Tammam Hasan, dapat dilihat bahwa penggunaan sumber-sumber lain dalam pembentukan kaidah nahwu tidak mungkin dilakukan tanpa adanya Sima’. Oleh karena itu, penelitian ini memberikan kontribusi penting dalam pemahaman lebih lanjut terhadap proses pembentukan kaidah nahwu dan peran Sima’ dalam konteks tersebut.