Claim Missing Document
Check
Articles

Hubungan Keteraturan Penggunaan Kortikosteroid Inhalasi dengan Tingkat Kontrol Asma Pasien Berdasarkan ACT di Poliklinik Paru RSUP Dr. M. Djamil Padang Wulan Prisilla Prisilla; Irvan Medison; Selfi Renita Rusjdi
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 5, No 1 (2016)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v5i1.447

Abstract

AbstrakAsma merupakan penyakit yang didasari oleh reaksi inflamasi pada saluran napas yang dapat dicegah dengan kortikosteroid inhalasi. Asma sukar disembuhkan, sehingga tujuan penatalaksanaan asma adalah asma terkontrol. Penilaian tingkat kontrol asma dapat dilakukan dengan menggunakan kuesioner Asthma Control Test  (ACT) yang bersifat subjektif tetapi validitasnya telah diuji. Tujuan penelitian ini adalah menentukan hubungan keteraturan penggunaan kortikosteroid inhalasi dengan tingkat kontrol asma pasien berdasarkan ACT di Poliklinik Paru RSUP Dr. M. Djamil Padang. Penelitian cross sectional analytic ini telah dilakukan dari September hingga Desember 2013. Populasi adalah pasien berusia ≥14 tahun yang didiagnosis asma oleh dokter. Jumlah subjek penelitian sebanyak 96 orang. Data yang diperoleh diolah dan dianalisis menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Insiden terbanyak asma berada pada kelompok usia lanjut (60,4%). Sebagian besar pasien tidak teratur menggunakan kortikosteroid inhalasi (63,5%) dan pasien dengan asma tidak terkontrol memiliki proporsi tertinggi (59,4%) . Analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara keteraturan penggunaan kortikosteroid inhalasi dengan tingkat kontrol asma pasien berdasarkan ACT di Poliklinik Paru RSUP Dr. M. Djamil (p=0,002).Kata kunci: kortikosteroid inhalasi, ACT, tingkat control asma AbstractAsthma is a disease caused by an inflammatory reaction in the patient airways that can be prevented with inhaled corticosteroids. It is known that there is no cure for asthma, so the goal of asthma management is to obtain controlled asthma. The level of asthma control can be assessed by  using Asthma Control Test  (ACT) questionnaire, this method is subjective but its validity has been tested. The objective of this study  was to determine the association between regularity of inhaled corticosteroids application and patient’s level of asthma control based on ACT in the Lung Clinic of Dr. M. Djamil Padang Hospital. A cross sectional analitic was conducted from September to December 2013. The population is patient aged ≥14 years old who were diagnosed with asthma by a doctor. The number of samples is 96 people. The data were processed and analyzed using the Kolmogorov-Smirnov test. The incidence of asthma was highest in the elderly (60,4%). Most patients do not regularly use inhaled corticosteroids (63.5%) and patients with uncontrolled asthma had the highest proportion (59.4%) in this research. Based on statistic analisys, there was significant association between regularity of inhaled corticosteroids application and patient’s level of asthma control based on ACT in the lung clinic of Dr. M. Djamil Padang Hospital (p=0,002).Keywords: inhaled corticosteroids,  ACT, level of asthma control
HUBUNGAN TINGKAT KEPATUHAN KONSUMSI OBAT ANTI RETRO VIRAL (ARV) PADA PASIEN HIV DENGAN KEJADIAN INFEKSI PROTOZOA USUS DI RSUP DR M DJAMIL PADANG Nisrina Harmi Sari; Selfi Renita Rusjdi; Eliza Anas
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 6, No 2 (2017)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v6i2.690

Abstract

HumanImunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS) belum dapat disembuhkan, namun dapat dikendalikan dengan pengobatan Anti Retro Viral (ARV). Ketidak patuhan konsumsi ARV meningkatkan resiko infeksi protozoa usus pada pasien HIV/AIDS dengan CD 4 + T cell<200 sel/μl. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan hubungan antara tingkat kepatuhan konsumsi ARV dengan kejadian infeksi protozoa usus di RSUP Dr.M.Djamil Padang. Rancangan penelitian berupa studi potong lintang dengan metode consecutive-sampling. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik VCT (Volunteer, Conseling and Theraphy) dan bangsal penyakit dalam RSUP Dr.M.Djamil Padang dari bulan Januari hingga April 2017. Sampel penelitian berjumlah 33 pasien HIV/AIDS yang didiagnosis oleh dokter. Hasil penelitian didapatkan umur rerata pasien HIV/AIDS adalah 34.87 tahun. Pasien laki-laki 66.67%, dan perempuan 33.33%. Tingkat kepatuhan konsumsi ARV rendah 48.48%, sedang 9.09%, dan tinggi 42.42%. Tingkat kepatuhan rendah 13 (39.4%) pasien yang positif terinfeksi protozoa usus dan 3 (9.1%) pasien tidak terinfeksi. Tingkat kepatuhan sedang 2 (6.1%) pasien yang positif terinfeksi dan 1 (3%) pasien tidak terinfeksi. Tingkat kepatuhan tinggi 2 (6.1%) pasien yang positif terinfeksi dan 12 (36.4%) pasien tidak terinfeksi. Berdasarkan uji statistik chi-square menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antara tingkat kepatuhan konsumsi ARV dan kejadian infeksi protozoa usus di RSUP Dr M Djamil Padang (p=0.001). Simpulan penelitian adalah terdapat hubungan antara tingkat kepatuhan konsumsi ARV dengan kejadian infeksi protozoa usus pada pasien HIV.
Pola Kasus dan Penatalaksanaan Peritonitis Akut di Bangsal Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang Aiwi Japanesa; Asril Zahari; Selfi Renita Rusjdi
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 5, No 1 (2016)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v5i1.470

Abstract

AbstrakPeritonitis menjadi salah satu penyebab tersering akut abdomen yang merupakan suatu kegawatan abdomen. Peritonitis biasanya disertai dengan bakterisemia atau sepsis yang dapat menimbulkan kematian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan peritonitis agar dapat mencegah dan melakukan penanganan secepatnya terhadap kasus ini. Penelitian deskriptif retrospektif ini telah dilakukan dari September 2014 sampai Oktober 2014 dengan teknik total sampling. Data yang diambil merupakan kasus pasien peritonitis yang dirawat inap di Bagian Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang, kemudian dilakukan seleksi berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi sehingga didapatkan 98 data rekam medik periode 01 Januari 2013 sampai 31 Desember 2013.  Prevalensi peritonitis pada laki-laki (68,4%) lebih tinggi dibandingkan perempuan (31,6%). Kelompok usia terbanyak adalah 10-19 tahun (24,5%). Peritonitis sekunder umum akibat perforasi apendiks merupakan jenis peritonitis yang terbanyak (53,1%). Sebagian besar pasien peritonitis mendapatkan tatalaksana bedah berupa laparatomi eksplorasi dan apendektomi (64,3%). Lama rawatan terbanyak pada 4-7 hari (45,9%). Frekuensi pasien peritonitis menurut kondisi keluar sebagian besar dalam keadaan hidup (85,7%). Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa peritonitis dapat dipengaruhi oleh faktor usia, jenis kelamin, penyebab peritonitis, tatalaksana, lama rawatan dan kondisi saat keluar dari rumah sakit.Kata kunci: peritonitis, bedah, pola AbstractPeritonitis is one of the most common cause of acute abdomen, which is an abdominal emergency. Peritonitis is usually accompanied by bacteremia or sepsis that can cause mortality. The objective of this study was to know something that associated with peritonitis in order to prevent and to respond immediately to this case. This retrospective descriptive study was conducted from September 2014 to October 2014 using a total sampling technique. Data was taken from cases of hospitalized patients with peritonitis in Surgery Ward of RSUP Dr. M. Djamil Padang, selected by on inclusion and exclusion criteria. There were 98 medical records by the period from 1st of January 2013 to 31th of December 2013. Peritonitis prevalence in men (68,4%) was higher than women (31,6%). Most common age group is 10-19 years old (24,5%). Secondary peritonitis due to perforation of the appendix is the most common type of peritonitis (53,1%). Most patients with peritonitis get a surgical procedure of exploratory laparotomy and appendectomy (64,3%). Most hospitalization length was 4-7 days (45,9%). The frequency of peritonitis patients based on conditions when discharged from hospital is mostly alive (85,7%).Conclusion from this study is that peritonitis may be influenced by age, sex, cause of peritonitis, the surgical procedure, hospitalization, and condition when discharged from hospital.Keywords: peritonitis, surgical, pattern
PERAN SERTA KADER DALAM PENDETEKSIAN DAN PENCEGAHAN INFEKSI CACING USUS DI KELURAHAN KORONG GADANG, KECAMATAN KURANJI, PADANG Nora Harminarti; Nuzulia Irawati Hasmiwati; Adrial Adrial; Nurhayati Nurhayati; Selfi Renita Rusjdi; Eka Nofita; Yuniar Lestari; Rosfita Rasyid; Firdawati Firdawati; Ida Rahma Burhan; Abdiana Abdiana; Husna Yetti
Jurnal Hilirisasi IPTEKS Vol 2 No 4.a (2019)
Publisher : LPPM Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (223.774 KB) | DOI: 10.25077/jhi.v2i4.a.305

Abstract

Penyakit kecacingan masih menjadi masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi ditemukan terutama di negara-negara non industri (negara yang sedang berkembang), seperti Indonesia. Prevalensi dan intensitas tertinggi didapatkan di kalangan anak usia sekolah dasar. Anak-anak merupakan sumber daya manusia yang sangat penting untuk pembangunan bangsa Indonesia di masa yang akan datang. Kelurahan Korong Gadang sebagai pemenang desa Kelurahan Berprestasi Peringkat II dipilih untuk melihat masih ter dapatkah infeksi cacing usus pada anak dengan kriteria daerah seperti ini. Penelitian ini menggunakan metode cross sectional study terhadap semua kader yang berada di wilayah Kelurahan Korong Gadang berupa pengumpulan tinja anak usia sekolah dasar oleh kader, pemeriksaan cacing usus terhadap tinja yang dikumpulkan di bagian Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas andalas Padang. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kader berperan aktif dalam program pengendalian infeksi cacing usus. Pemeriksaan semua tinja yang dikumpulkan adalah tidak ditemukan adanya cacing usus. Kesimpulan pengabdian ini berupa hasil penilaian terhadap peran dari kader dalam masalah pencegahan penyakit cacing usus adalah baik. Semua kader yang dipilih melakukan pengumpulan tinja dan melakukan proses pre analitik dengan baik.
SKRINING PENYAKIT KECACINGAN DAN GANGGUAN VISUS PADA SISWA SD DI KELURAHAN SUNGAI PISANG KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG Cimi Ilmiawati; Siti Nurhajjah; Nur Afrainin Syah; Mohamad Reza; Efrida Efrida; Eka Nofita; Hasmiwati Hasmiwati; Selfi Renita Rusjdi; Nuzulia Irawati; Sukri Rahman; Elmatris Elmatris; Desmawati Desmawati; Nur Indrawaty Lipoeto; Afriwardi Afriwardi
BULETIN ILMIAH NAGARI MEMBANGUN Vol 2 No 4 (2019)
Publisher : LPPM (Institute for Research and Community Services) Universitas Andalas Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (308.025 KB) | DOI: 10.25077/bina.v2i4.114

Abstract

Sungai Pisang Village is a village that has only been accessible by smooth road roads in the past year in Padang City. Previously this village was only accessible by sea and by lousy road. This condition causes the Pisang River community to lag in socio-economic and health aspects. This activity aims to screen for worms in elementary school students in Sungai Pisang village because worms are closely related to environmental health and affect the quality of human resources experiencing growth and development. Screening for worms is carried out by examining fecal preparations. This activity also aims to check visual acuity in elementary students and make references for sharp vision correction to learn well. Visual acuity checks were carried out using a Snellen card. The results of the examination showed that 3/143 students had worms and 3/273 students had visual disturbances. Students with worms are recommended to go to the Puskesmas to be given deworming medicine, and students with visual impairments are facilitated for examination by an ophthalmologist and given glasses if needed.
SCHISTOSOMIASIS, Hubungan Respon Imun dan Perubahan Patologi Selfi Renita Rusjdi
Majalah Kedokteran Andalas Vol 35, No 2 (2011): Published in August 2011
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (438.396 KB) | DOI: 10.22338/mka.v35.i2.p81-90.2011

Abstract

AbstrakSchistosomiasis merupakan suatu penyakit tropik yang disebabkan oleh cacing genus Schistosoma. Spesies yang dapat menginfeksi manusia antara lain Schistosoma mansoni, Schistosoma japonicum, Schistosoma mekongi, Schistosoma haematobium dan Schistosoma intercalatum. Penyakit ini telah menyerang 200 juta orang penduduk di negara berkembang. Penularan pada manusia terjadi dengan cara serkaria menembus kulit sewaktu kontak dengan air yang mengandung serkaria.Respon imun pada penderita schistosomiasis terhadap antigen cacing dan telurnya mempengaruhi perjalanan penyakit dan klinis yang ditimbulkan. Status imunitas menentukan perubahan patologi yang akan terjadi seperti pembentukan granuloma, gangguan terhadap organ atau bahkan melindungi penderita terhadap kejadian infeksi berat. Pada keadaan tertentu cacing schistosoma dapat bertahan selama bertahun – tahun meskipun hospes mempunyai respon imun yang kuat.Gejala schistosomiasis akut dapat berupa demam, malaise, mialgia, batuk, sakit kepala dan nyeri abdomen yang dikenal dengan sindroma Katayama. Gejala akut ini sering muncul pada orang yang mengalami infeksi pertama kali. Pada keadaan kronik, schistosomiasis dapat menimbulkan kerusakan organ berupa fibrosis, striktur dan kalsifikasi.Kata Kunci : schistosimiasis, sindroma Katayama, fibrosis, granulomaAbstractSchistosomiasis is a tropical disease which is caused by helminth of genus schistosoma.Species of schistosoma which can infect human are Schistosoma mansoni, Schistosoma japonicum, Schistosoma mekongi, Schistosoma haematobium and Schistosoma intercalatum. Schistosoma has infected 200 million people in developing countries. It is transmitted to human when the free living cercariae penetrate the skin in contaminated water.Immune response to somatic and egg antigen determine natural history of disease and clinical symptom. Immunity is responsible for pathological changes which formed granuloma, organ disfunction and even able to protect the body from heavy infection. In certain case, schistosomiasis can persist for years in host with strong immunity.TINJAUAN PUSTAKA82Symptoms of acute schistosomiasis also called Katayama syndrome are fever, malaise, myalgia, cough, headache and abdominal pain. The acute symptome frequently occur in first schistosomal infection. In chronic case, it can cause organ damage such fibrosis, stricture and calsification.Key word: schistosimiasis, sindroma Katayama, fibrosis, granuloma
RESPON Th2 PADA INFEKSI CACING USUS Selfi Renita Rusjdi
Majalah Kedokteran Andalas Vol 33, No 2: Agustus 2009
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (304.509 KB) | DOI: 10.22338/mka.v33.i2.p%p.2009

Abstract

AbstrakPenyakit kecacingan masih merupakan masalah kesehatan di beberapa negara berkembang termasuk Indonesia. Prevalensi penyakit kecacingan ini masih cukup tinggi terutama pada kelompok masyarakat dengan higienisitas dan sanitasi yang rendah.Penyakit kecacingan ini disebabkan oleh organisme multi seluler yang mempunyai masa hidup panjang dan siklus hidup yang kompleks. Sepanjang siklus hidupnya, cacing usus mengalami perkembangan stadium yang yang dapat berpindah, melewati atau memasuki organ tertentu serta mampu memodulasi respon imun yang kuat dan khas pada hospes. Efek modulasi infeksi cacing terhadap sistem imun ini terjadi akibat perubahan keseimbangan T helper1/T helper2 (Th1/Th2) ke arah sel Th2 (Th2 palarized).Pada infeksi akut cacing usus terjadi stimulasi respon imun hospes yang terpolarisasi ke arah sel Th2 yang dikenal dengan Th2 response. Polarisasi respon imun ke arah sel Th2 ini ditandai dengan peningkatan Th2 specific cyokines seperti interleukin-4 (IL-4), interleukin-5 (IL-5), interleukin-13 (IL-13) dan peningkatan imunoglobulin E (IgE). Pada infeksi cacing kronis terjadi modified Th2 response yang menekan produksi interleukin-5 (IL-5), mengaktivasi peranan sel Treg. Sel Treg ini menghasilkan interleukin-10 (IL-10) dan Transforming Growth Factor – β (TGF-β). IL-10 berperan dalam class switching antibody response dimana sel B yang sebelumnya memproduksi IgE menjadi memproduksi IgG4. TGF-β berperan dalam menekan respon seluler baik sel Th1 maupun Th2.Kata kunci: Cacing usus, Th2 response, modified Th2 responseAbstractIntestinal helminthiasis is still unsolved problem in developing countries including Indonesia. The prevalence is generally high particularly in bad hygiene and sanitation.Intestinal helminthiasis are caused by human pathogenic intestinal helminth. This multicelllular parasite has long and complex life cycle. Helminth has stadiums which can move, pass through or enter certain internal organ and also modulate immune response. Intestinal heminth modulates immune response by skewing toward Th2 (Th2 polarized).The immune response of the host to acute intestinal helminthiasis is characterized by Th2 response with production of cytokines interleukin-4 (IL-4), interleukin-5 (IL-5), interleukin-13 (IL-13), as well as elevated imunoglobulin E (IgE). In chronic intestinal helminthiasis, modified Th2 response reduce productionTINJAUAN PUSTAKA95Interleukin-5 (IL-5), activate Treg to produce high levels of IL-10 which switches B-cell responses from IgE to IgG4 and transforming growth factor-β (TGF-β), which mediates Th1 and Th2 hyporesponsiveness.Key words: Intestinal helminth, Th2 response, modified Th2 response
PENGARUH INFEKSI CACING USUS TERHADAP EKSPRESI INTERFERON GAMMA SERUM PASKA PEMBERIAN IMUNISASI TETANUS TOKSOID Selfi Renita Rusjdi; Hafni Bachtiar; Nuzulia Irawati
Majalah Kedokteran Andalas Vol 36, No 1 (2012): Published in April 2012
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (292.637 KB) | DOI: 10.22338/mka.v36.i1.p87-95.2012

Abstract

AbstrakPenyakit cacing usus masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Penyakit ini mempunyai dampak merugikan pada manusia terutama pada anak. Selain menimbulkan gangguan gizi, cacing ini juga menimbulkan penurunan respon terhadap antigen. Penurunan respon ini terjadi akibat respon polarisasi Th2 pada infeksi cacing usus. Tetanus toksoid yang diberikan dalam Bulan Imunisasi Anak Sekolah merupakan antigen sebagai penginduksi respon sel T. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh infeksi cacing usus terhadap ekspresi IFN-γ serum paska pemberian tetanus toksoid.Lokasi penelitian dilakukan di Kecamatan Batang Anai Padang Pariaman dengan menggunakan rancangan potong lintang. Populasi dalam penelitian ini adalah murid kelas 2 dan kelas 3 SDN 08 dan SDN 22 Batang Anai Padang Pariaman. Status kecacingan didapatkan dari pemeriksaan feses metoda Kato-Katz. Kadar IFN-γ serum didapatkan dari pemeriksaan serum metode ELISA. Pengolahan dan analisa data menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov.Hasil penelitian pada kelompok yang terinfeksi cacing usus didapatkan rerata kadar IFN-γ adalah sebesar 0,15 ± 0,16 pg/ml dan kelompok kontrol didapatkan sebesar 1,4 ± 1,02 pg/ml. Terdapat perbedaan bermakna kadar IFN-γ antara kelompok yang terinfeksi cacing usus dengan kelompok kontrol. (p< 0,05).Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa infeksi cacing usus dapat menekan ekspresi IFN-γ terhadap pemberian tetanus toksoid.Kata kunci: Cacing Usus, Tetanus Toksoid, Interferon gamma (IFN-γ)AbstractIntestinal helminthiasis is still unsolved problem in Indonesia. Children are particularly vulnerable to get health problem caused by those infection. The health problems are malnutrition and nowadays impairment immune response of antigen. The impairment is caused by Th2 polarized response. Tetanus toksoid which is annually given to elementary school children in Bulan Imunisasi Anak Sekolah isARTIKEL PENELITIAN88known as T cell strong inducer after vaccination.The aim of this study was to determine the influence of intestinal helminthiasis on serum IFN-γ expression after administered tetanus vaccination.This research is cross sectional study and it was conducted in Kecamatan Batang Anai Padang Pariaman. Population of this study are 2 nd and 3 rd grade of elementary school student in SDN 08 and SDN 22. Intestinal helminthiasis status was taken by Kato – Katz methode of fecal examination. Serum IFN-γ was analyzed by ELISA methode. The data was analyzed by Kolmogorov-Smirnov test.Mean of serum IFN-γ in intestinal helminthiasis group are 0,15 ± 0,16 pg/ml and uninfected control group are 1,4 ± 1,02 pg/ml. There was significant difference on serum IFN-γ level in intestinal helminthiasis group and uninfected control group (p<0,05).This study concluded that intestinal helminthiasis may impair serum IFN-γ expression to tetanus vaccination.Key word: intestinal helminthiasis, tetanus toxoid, interferon gamma (IFN-γ)
PERJALANAN PARASIT MALARIA DITINJAU DARI ASPEK IMUNOLOGI DAN BIOMOLEKULER Selfi Renita Rusjdi
Majalah Kedokteran Andalas Vol 37, No 2 (2014): Published in September 2014
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (587.486 KB) | DOI: 10.22338/mka.v37.i2.p143-150.2014

Abstract

Infeksi parasit malaria pada tubuh manusia terjadi akibat gigitan nyamuk Anopheles betina yang mengandung sporozoit Plasmodium. Perjalanan parasit ini dari awal infeksi sampai menimbulkan gejala klinis terdiri atas tiga tahap; yaitu tahap pre-eritrositik, tahap intrahepatik dan tahap eritrositik. Pada tahap pre-eritrosit, parasit bergerak aktif di sirkulasi hingga mencapai sel hepar. Tahap intrahepatik dimulai ketika sporozoit berhasil memasuki sel hepar dengan bantuan sel Kupffer melalui pembentukan parasitophorous vacuole. Setelah mengalami perkembangan dan multiplikasi di dalam sel hepar, parasit membentuk skizon yang terdiri dari ribuan merozoit, menempel dan memasuki eritrosit melalui interaksi ligand dengan banyak reseptor. Setiap tahapan ini melibatkan proses molekuler yang komplek termasuk pertahanan tubuh host terhadap invasi Plasmodium.
UJI RELIABILITAS DIAGNOSIS MIKROSKOPIS MALARIA TENAGA LABORATORIUM PUSKESMAS DI DAERAH ENDEMIK KOTA SAWAHLUNTO SUMATERA BARAT Nurhayati Nurhayati; Hasmiwati Hasmiwati; Selfi Renita Rusjdi
Majalah Kedokteran Andalas Vol 37, No 1 (2014): Published in May 2014
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (286.562 KB) | DOI: 10.22338/mka.v37.i1.p19-25.2014

Abstract

AbstrakPemeriksaan mikroskopis masih merupakan diagnosis pilihan untuk malaria karena mudahdan murah, tetapi kesalahan diagnosis mikroskopik sangat sering terjadi karena kurangketerampilan dan pengalaman pemeriksa. Penelitian ini bertujuan untuk menilai reliabilitas hasilpemeriksaan mikroskopis malaria yang dilakukan oleh tenaga laboratorium pada tiga puskesmasdi daerah Sawahlunto; Sei Durian (SDR), Silungkang (SLK) dan Talawi (TLW). Desainpenelitian adalah cross sectional study. Populasi adalah mikroskopis yang terdapat pada ketigapuskesmas tersebut. Reliabilitas dinilai dengan nilai Kappa yang ditetapkan dengan ujikesepakatan hasil pemeriksaan dari 3 mikroskopis puskesmas dan satu mikroskopis standar.Nilai Kappa yang diterima adalah 0,61-1. Reliabilitas diagnosis malaria vivax mikroskopis SDRdan SLK tidak bisa dinilai karena jumlah malaria vivax sedikit, sedangkan reliabilitas diagnosismikroskopis TLW bernilai kurang (Kappa=0,253). Reliabilitas diagnosis falciparum mikroskopisPuskesmas SDR, SLK, TLW berturut-turut adalah jelek, jelek dan kurang (Kappa 0,022;0,006 dan 0,200). Sedangkan reliabilitas diagnosis mikroskopis malaria positif dan negatifSDR, SLK dan TLW adalah berturut-turut jelek, jelek dan sedang (Kappa 0,024; 0,008 dan0,442). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kompetensi ketiga mikroskopis tersebutmasih diragukan.AbstractMicroscopic test is still the best option for malaria diagnostic because of simple andless expensive. However, fault in diagnosis frequently happen because of lack of skills andexperience. This study determined reliability of microscopic tests conducted by microscopistsin three public health centres in Sawahlunto; SDR, SLK, and TLW. This was a cross sectionalstudy. The reliability is determined by Kappa value which is stated by agreement test of 3microscopists of the three public health centres and 1 standardized microscopist. The Kappavalue was 0,61-1. The reliability of malaria vivax microscopic tests of SDR and SLK couldnot be determined because of small number of cases, and the reliability of TLW was fair. Thereliability of malaria falciparum microscopic tests of SDR, SLK and TLW were poor, poor andfair (Kappa value 0,022; 0,006 and 0,200). The reliability based on positivity and negativity ofparasite existence were poor, poor and moderate (Kappa value 0,024; 0,008 and 0,442). Thisstudy concluded that the competencies of microscopists in these three area were questionable.
Co-Authors Abdiana Abdiana Abdiana Abdiana Adrial Adrial Adrial Adrial, Adrial Afriwardi Afriwardi Agung Hidayat, I Gusti Putu Ahmad Raffi Yustian Aisyah Nilakesuma Aiwi Japanesa Alvarino Alvarino Ananda, Gita Putri Asril Zahari Atikah Mardhika Ihsan Avit Suchitra Azura, Rahla Beni Indra, Beni Daan Khambri Daryatri, Aviranti Salsabila Deddy Saputra Defrin, Defrin Desmawati Desmawati Dharma, Fitri Yeni Diandra K., Puti Reno Dwi Fitria Nova Efrida Efrida Egi Defiska Mulya Eka Nofita Eka Putri Eliza Anas Elmatris Elmatris Fachzi Fitri Fadhilah, Maisarah Fadhilati Sabrina Fadila, Zurayya Fadrian, Fadrian Fajria Khalida Fathiyyatul Khaira Fathoni Akbar Firdawati Firdawati Fitri Julianti gabriel septian hendra Hafni Bachtiar Hanum, Fathiya Juwita Harminarti, dr Nora Harun Harnavi Hasmiwati Hendra, Gabriel Septian Henny Mulyani Husna Yetti Husni Husni Husnil Wardiyah Ida Rahma Burhan Ida Rahmah Burhan Ilmiawati, Ilmiawati Intan, Shinta Ayu Irena Fathin Amelia Irvan Medison Izzati, Ruhilda Johar, Muhammad Nur Alif Kaltsum, Nilam Fa'izah Kaltsum, Nilam Faizah Lestari, Rahmi Lili Irawati Linosefa Linosefa Mahata, Liganda Endo Maisarah Fadhilah Malinda Meinapuri Masnadi, Nice Rachmawati Meska Amelia Putri Miftah Irramah Mohamad Reza Mufiidah, Muthia Muhammad Arifudin Muhammad Nur Alif Johar Murizal, Thanya Amoret Alya Mutia Utami Netti Suharti, Netti Nice Rachmawati Masnadi Nilam Faizah Kaltsum Nisrina Harmi Sari Nora Harminarti Noverika Windasari Noza Hilbertina, Noza Nur Afrainin Syah Nur Indrawaty Lipoeto Nurhayati Nurhayati Nurhayati Nurhayati Nuzulia Irawati Puti Reno Diandra K. Putri, Salsa Utami Rahmaddiansyah, Refa Rahmadian, Rizki Rahmatini . Refa Rahmaddiansyah Restu Susanti Rifa, Farras Zahra Rikarni Rikarni Rita Hamdani Rizki Rahmadian Rosfita Rasyid Rustam, Rony Sarianti Br Simbolon Satiya, Selin Faysa Selin Faysa Satiya Siti Aisyah Siti Aisyah Siti Nurhajjah Sri Shinta Agustin Sukri Rahman Swandi, Khairfani Syamel Muhammad Taufik Rachman Utami Mayfa Rahmania Utami, Mutia Vini Jamarin Wirsma Arif Harahap Wirsma Arif Harahap Wulan Prisilla Prisilla Wulandari Wulandari Wulandari Wulandari Yanwirasti Yanwirasti Yuniar Lestari Yuniar Lestari Yusrawati Yusrawati Yusri Dianne Jurnalis Yustian, Ahmad Raffi Yusticia Katar Yustini Alioes Zakiya Ifana Putri Zelly Dia Rofinda Ziqri, Muhammad Fathi Naufal