Putusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Nomor 21/Pdt.Sus-PHI/2024/PN.SBY dan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Nomor 55/G/2023/PTUN.SBY, yang menyatakan tidak berwenang memeriksa sengketa terkait anjuran tertulis mediator hubungan industrial, menimbulkan permasalahan dalam konteks pelaksanaan kekuasaan kehakiman. Sikap tersebut bertentangan dengan prinsip dasar peradilan bahwa pengadilan tidak diperkenankan menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara dengan alasan hukum tidak tersedia atau belum jelas. Sebaliknya, pengadilan berkewajiban menjalankan fungsinya demi menjamin kepastian dan keadilan hukum bagi para pencari keadilan. Penelitian ini mengkaji kewenangan absolut lembaga peradilan di bawah Mahkamah Agung dalam menangani gugatan terhadap anjuran tertulis yang diterbitkan oleh mediator hubungan industrial. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan kejelasan yuridis mengenai kompetensi peradilan dalam menyelesaikan sengketa dimaksud. Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif dengan menelaah peraturan perundang-undangan yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun anjuran tertulis dari mediator hubungan industrial diatur dalam kerangka hukum hubungan industrial, penerbitannya merupakan tindakan administratif dalam ranah tata usaha negara. Anjuran tersebut bukan merupakan putusan yudisial, melainkan produk administratif dari pejabat tata usaha negara. Oleh karena itu, apabila terdapat pihak yang keberatan terhadap isi anjuran tersebut, upaya hukum yang tepat adalah melalui gugatan ke PTUN, bukan ke PHI. Temuan ini menegaskan pentingnya kejelasan batas kewenangan peradilan guna menghindari kekeliruan yurisdiksi dan memastikan perlindungan hak-hak para pencari keadilan.