Penelitian ini membahas berbagai kebijakan pertanahan di Jerman dan Indonesia yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan perumahan publik. Seiring dengan perubahan sejarah dan kebijakan, seperti privatisasi tanah pasca-runtuhnya Tembok Berlin, Jerman mengembangkan serangkaian instrumen kebijakan yang kompleks untuk mengatur penggunaan dan pengembangan lahan. Sementara Indonesia melakukan implementasi reformasi agraria pada orde lama, baru dan reformasi. Instrumen kebijakan yang dilakukan di Jerman memiliki resistensi terhadap krisis finansial dan dampak kenaikan harga lahan dibandingkan inflasi paling kecil dibandingkan negara Eropa lainnya dalam 20 tahun ke belakang. Sementara Indonesia mengadopsi pendekatan walfare state dan walfare society. Instrumen-instrumen tersebut mencakup bank tanah, konsolidasi tanah, perjanjian/kontrak pembangunan, hak beli (pre-emptive), dan hak pembangunan yang dialihkan (TDR). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menganalisis literatur dan sumber sekunder terkait. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada instrumen kebijakan yang dominan dalam pemenuhan perumahan publik, namun kombinasi beberapa instrumen membantu melengkapi satu sama lain. Partisipasi publik memainkan peran penting dalam penerapan instrumen di Jerman seperti Hak Beli (Pre-emptive), Cooperative Urban Land Development (CULD), dan Transfer of Development Rights (TDR). Sementara di Indonesia beberapa kebijakan belum maksimal dan diterapkan bahkan hanya di IKN saja.