Peristiwa G30S 1965 menjadi mimpi buruk bagi anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dan orang-orang yang pernah berafiliasi dengan partai tersebut. Kemenangan Orde Baru menjadi pertanda dimulainya represi terhadap kehidupan mereka. Mereka yang kemudian mengalami penahanan dan dibebaskan pada tahun 1970-an, kemudian dikenal sebagai Eks-Tapol ’65. Pembebasan itu nyatanya tidak seperti yang mereka harapkan, selama rezim Orde Baru masih berkuasa, kehidupan mereka bahkan keluarga mereka masih akan terus direpresi. Kejatuhan rezim Orde Baru pada tahun 1998 menjadi suatu momentum bagi eks-tapol ’65 untuk mulai menunjukkan resistensi mereka. Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965 kemudian dibentuk oleh beberapa eks-tapol ’65 setahun setelahnya. Dengan menggunakan teori sosial kritis Genealogi Kekuasaan Michel Foucault sebagai landasan berfikir, kajian ini kemudian mengungkapkan fungsi organisasi dalam memulihkan hak-hak para eks-tapol ’65. YPKP 1965 melakukan litigasi dan advokasi untuk menghasilkan suatu wacana yang mereka bentuk, guna mendekonstruksi narasi ‘resmi’ rezim Orde Baru. Dekonstruksi terhadap narasi ‘resmi’ tersebut kemudian memunculkan kuasa bagi eks-tapol ’65 untuk mengklaim kembali hak dan identitas mereka.