Dalam dunia bisnis, biasanya dilakukan hubungan kontraktual yang melibatkan perjanjian antara dua pihak. Masing-masing pihak memiliki kewajiban atau prestasi yang harus dipenuhi. Dalam melakukan perjanjian, sering kali terjadi persoalan diantara para pihak, yaitu salah satu pihak sudah tidak lagi memenuhi prestasinya, yang disebut sebagai ingkar janji atau wanprestasi. Rumusan dalam penulisan ini yaitu bagaimana akibat hukum yang timbul terhadap wanprestasi dalam perjanjian utang piutang dan bagaimana analisa pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan nomor 1/Pdt.G/2021/PN Idm. Adapun metode penelitian yang digunakan yaitu dengan metode penelitian normatif. Hasil penelitian ini yaitu bahwa akibat hukum yang timbul terhadap wanprestasi dalam perjanjian utang piutang yaitu tuntutan ganti rugi. Ganti rugi yang dapat dituntut dalam kasus wanprestasi menurut Pasal 1243 KUHPerdata meliputi biaya, rugi, dan bunga. Untuk menuntut ganti rugi terlebih dahulu harus ada penagihan atau (somasi), kecuali pada kejadian tertentu yang tidak memerlukan peringatan (somasi). Dalam putusan nomor 1/Pdt.G/2021/PN Idm, Hakim berpendapat bahwa pihak tergugat tidak memenuhi prestasi prestasi untuk Tergugat melunasi hutangnya kepada Penggugat sebagaimana yang telah diperjanjikan antara Penggugat dengan Tergugat. Bentuk wanprestasi yang dilakukan oleh tergugat yaitu dengan tidak membayar sisa hutang kepada penggugat yang hutang pokoknya adalah Rp90.000.000 (Sembilan puluh juta rupiah) dengan bunga pinjaman sebesar 3% (Tiga persen) dari total hutang sebelumnya yang sebanyak Rp475.000.00 (Empat ratus tujuh puluh lima juta rupiah). Mengacu pada ketentuan mengenai konsep Ingkar janji (wanprestasi) adalah tidak dipenuhinya sesuatu yang diwajibkan seperti yang telah ditetapkan dalam perikatan. Ada 3 (tiga) keadaan yang dapat menentukan apakah seseorang telah melakukan wanprestasi, yaitu Tidak memenuhi prestasi sama sekali, Memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru dan Memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktunya.