Articles
USHUL FIQH PERSPEKTIF SYI’AH
Rifki Rufaida;
Tutik Hamidah
KABILAH : Journal of Social Community Vol. 6 No. 2 (2021): Desember
Publisher : LP2M IAI Nazhatut Thullab Sampang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Abstrak: Syi’ahdan Sunni merupakan dua aliran besar dalam Islam yang hingga saat ini memiliki pengaruh sangat signifikan dalam masyarakat Islam. Dalam menetapkan suatu hukum, kedua aliran menyepakati Al qur’an dan hadis sebagai sumber hukum yang utama dan mutlak, akan tetapi berbeda pendapat mengenai hadis. Dalam pandangan Syiah, periwayatan hadis dibatasi pada jalur riwayat ahl al-bait atau imam yang ma’shum, dan kriteria ini merupakan salah satu syarat agar sebuah hadis dinilai shahih dari aspek sanad. Dalam aspek matan, kriteria keshahihan hadis tidak disebutkan secara eksplisit oleh kalangan Syiah, mereka hanya membuat tolak ukur keshahihan matan dengan berdasar pada kesesuaian dengan al- Qur’an, serta tidak bertentangan dengan hadis shahih yang lainnya. Dalam pandangan Syiah, Ijma’ adalah kesepakatan yang dilakukan para para Imam mereka, karena pembuat hukum adalah Imam yang mereka anggap ma’shum (terhindar dari dosa). Menurut Syi’ah, ijma’ yang dilakukan oleh ulama di luar mereka tidak bisa dijadikan sebagai hujjah. Begitu juga dengan pengguanaan qiyas, mayoritas ulama syiah menolak penggunakan qiyas dalam hukum syariat, Alasan penolakan terhadap metodologi qiyas adalah dikarenakan adanyapelarangan dari Rasulullah SAW dan Aimmah Ahlulbait. Mereka lebih mengedepankan penggunan akal. Kata kunci : ushul fiqh, syi’ah
Islam dan ISLAM DAN PANCASILA DALAM PERDEBATAN ORMAS-ORMAS ISLAMPancasila dalam Perdebatan Ormas-Ormas Islam
Dzaki Aflah Zamani;
Tutik Hamidah
Risalah, Jurnal Pendidikan dan Studi Islam Vol. 7 No. 1 (2021): Pendidikan dan Studi Islam
Publisher : Fakultas Agama Islam Universitas Wiralodra Indramayu
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.31943/jurnal_risalah.v7i1.166
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pandangan ulama ormas-ormas Islam terhadap Pancasila. Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian kualitatif dengan metode studi literatur, yang kemudian data yang diperoleh dari hasil penelitian ini di deskripsikan secara teratur. Pancasila merupakan landasan ideologi negara Indonesia dan tidak Pancasila tidak pernah memisahkan agama dari Pancasila. Hal ini terlihat dari Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Per satuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia; secara esensi selaras dengan nilai-nilai ajaran Islam. Secara prinsip, NU dan Muhammadiyah memandang bahwa negara kesatuan republik Indonesia (NKRI) adalah negara Pancasila yang ditegakkan di atas falsafah kebangsaan yang luhur dan sejalan dengan ajaran Islam. Tidak sama sekali mempertentangkan antara Islam dan Pancasila. Menurutnya Islam dan Pancasila harus saling bersinergi untuk keberlangsungan agama, bangsa dan negara Indonesia itu sendiri. Akan tetapi hal ini tidak sejalan dengan HTI. HTI berada pada kelompok yang menolak Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia, HTI sendiri tidak sekedar memperjuangkan penegakan syariat Islam di Indonesia, akan tetapi memiliki tuntutan lebih besar yaitu tentang pembentukan negara khilafah Islamiyah.
PEMBATASAN USIA PERKAWINAN DALAM SUDUT PANDANG MAQASHID SYARI’AH AL SYATHIBI
Achmad Kadarisman;
Tutik Hamidah
CENDEKIA: Jurnal Studi Keislaman Vol. 7 No. 1 (2021): JUNI 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Hasan Jufri Bawean
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Dalam fiqih klasik ketentuan umur dibolehkannya melangsungkan perkawinan tidak ada. Bahkan anak-anak yang belum mencapai usia baligh pun bisa dikawinkan oleh walinya dengan beberapa ketentuan. Namun, pada masa sekarang hampir di seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia sedang gencar untuk membatasi usia dibolehkannya melakukan perkawinan. Syariat Islam memiliki sudut pandang yang sangat luas melebihi fiqih. Syariat memberikan semangat atau spirit kemaslahatan bagi umat manusia. Dalam artikel ini akan meneliti urgensi pembatasan usia perkawinan di Indonesia dengan menggunakan perspektif maqashid syariah menurut imam al Syathibi. Hasil penelitian ini memberikan pemahaman kepada pembaca bahwa Negara Republik Indonesia telah membuat serangkaian peraturan dan perundang-undangan yang tetap berorientasi dan bertujuan mewujudkan kemaslahatan yang selaras dengan konsep maqashid al syariah yang digagas oleh imam al Syatibi demi kebaikan masa depan generasi muda bangsa Indonesia.
Understanding The Problems Of Early Marriage Perspective KH. Husein Muhammad And Their Relevance To Law No 16 Year 2019 Concerning Marriage
Shofiatul Jannah;
Tutik Hamidah
Transformatif Vol 6, No 1 (2022): ISSUED IN APRIL 2022
Publisher : POSTGRADUATE OF PALANGKA RAYA STATE ISLAMIC INSTITUTION
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.23971/tf.v6i1.3421
Early marriage is a timeless phenomenon, this case will always be interesting to be an object of research because in practice early marriage does not always lead to happiness, but instead leads to misery. Young men and women have not been able to manage emotions well, so early marriage partners often want to win on their own and cause arguments that will result in violence or even divorce. This research is a literature study with a qualitative type of research that is observing cases of early marriage that have occurred in Indonesia, especially how the law of early marriage in the perspective of positive law and Islamic law and its relevance to the thought of KH. Husein Muhammad as Indonesian Muslim feminist. The results of this study are the harmony between legal considerations in the law on the age limit for marriage and also the results of the study of KH. Husein Muhammad about early marriage. This means that the marriage law law and the study of Husein Muhammad are both concerned with the protection and safeguards so that there is no damage due to early marriage.
RAHASIA BAHASA ARAB SEBAGAI KALAM ILAHI “Pakar Tafsir”
Ahda Islah Addiny dan Tutik Hamidah
Al-Munir: Jurnal Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Vol 4 No 01 (2022): Jurnal Al-Munir
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palu
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24239/al-munir.v4i01.104
Arabic is the language of the Qur'an was chosen to be the divine word. So it is absolute if in understanding His message Arabic becomes one of the important knowledge. In addition, there are several theories stating that Arabic is the language of Heaven brought by the prophet Adam, but this theory is considered very weak because there is no concrete evidence. Starting from these questions, anxiety arises about what is the secret of the specialty of the Arabic language so that it is chosen to be divine kalam, what is the uniqueness of the Arabic language, to the question of the nature of kalam itself, both in the Arabic language or Arabic literature. So by using the analytical descriptive method, the author tries to describe the understanding of the uniqueness, secrets and nature of the meaning of kalam by reaching out to a literature review. So from this analysis, an understanding emerges that the uniqueness of the Arabic language is contained in the knowledge of Nahwu, Shorof and Balaghah. The Qur'an is not poetry, not poetry, and not prose like human language. But the miracle of the Qur'an, it really touches the mind and heart. Not only that, the language structure in the Qur'an is an unintentional sentence structure, purely from the divine word. While the arrangement of sentences in Arabic is an arrangement that is deliberately made like syi'ir.
PEMBAHARUAN USHUL FIQH ALI JUM’AH MUHAMMAD
Muhammad Zainuddin Sunarto;
Tutik Hamidah;
Abbas Arfan
JURNAL HAKAM Vol 6, No 1 (2022)
Publisher : Fakultas Agama Islam Universitas Nurul Jadid
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33650/jhi.v6i1.3878
The reform of ushul fiqh is perhaps the most significant achievement in the rebirth of Islamic philosophy. Only when people realize the phenomenon of stagnation of traditional fiqh can ushul fiqh be renewed. This awareness can only be built if people realize the need for reform of religious thought and practice it on a large scale. Many scholars propose a reconstruction of ushul fiqh, intending to show that religion can be used to solve everyday problems. Sheikh Ali Jum'ah, Izzudin Ibn Abdus Salam, and Ibn Ashur were prominent figures. Brilliant ideas and practical solutions seem to have entered the paradigm of Indonesian Islamic thought, especially the paradigm of ushul fiqh reform, which is still stagnant. Another weakness of fiqh and ushul fiqh is that there is no dynamic relationship between them and the social sciences, thus losing their relevance to the needs of the people. The mufti of Egypt, Sheikh Ali Jum'ah, also had the same view regarding the reformulation of Usul fiqh produced by previous scholars. So that Usul fiqh can be more developed and adaptive to new problems. Sheikh Ali Jum'ah's tajdid offer, namely: Restoring the old study form of ushul fiqh with an updated structure; Returning several views on several issues and using new opinions on existing problems, as well as reusing aqli in discussing these problems; Returning some views on the application of the rules to this science and in this application sticking to other views; Restoring this scientific structure by the novelty of the illat, and make this renewal according to the character of ushul fiqh according to their respective streams.
Profesionalisme Kerja dalam Al-Qur’an
Sobirin Bagus;
Tutik Hamidah
MAGHZA Vol 6 No 1 (2021): Januari - Juni 2021
Publisher : Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora (FUAH), Universitas Islam Negeri Profesor Kiai Haji Saifuddin Zuhri Purwokerto
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (456.366 KB)
|
DOI: 10.24090/maghza.v6i1.4528
This study aims to understand the terminology of science and work professionally in the community. Can know the urgency of knowledge in supporting work professionalism and its implementation in society according to the Koran, so that discussions about work professionalism do not always refer to the traditions of China, Singapore, Japan, and countries in the European continent. The method used in this paper is a qualitative method with the type of library research, then describes the terminology of science and work professionalism. Then we will analyze the interpretation of Surat al-Isra '36 from multiple interpretations. Results are ways that we can apply in all the work we do every day so that we can become professionals at work is to place ourselves according to our abilities and expertise at work based on academic qualifications or experience we have, obeying all values and religious norms, recognizing discriminatory attitudes or injustice at work, and avoiding all attitudes and actions that would bridge us to acts of corruption, collusion and nepotism
ZAKAT DAN PAJAK: PERBANDINGAN MALAYSIA DAN INDONESIA
Royun Niswati Ahada;
Tutik Hamidah
el-Jizya : Jurnal Ekonomi Islam Vol 9 No 2 (2021): el-Jizya : Jurnal Ekonomi Islam
Publisher : Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI), Universitas Islam Negeri Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (254.726 KB)
|
DOI: 10.24090/ej.v9i2.4905
Zakat and tax are two things that are obligatory in the field of property, but they also have different philosophies, principles and characteristics. Zakat is part of the assets that must be issued by Muslims, while taxes are mandatory contributions by the people to the state and must be paid to the state in accordance with the rules that have been decided by the government. Here the researcher discusses the implementation of zakat and comparative taxes between Malaysia and Indonesia. This research uses literature study method with qualitative approach. Zakat and Taxes in Malaysia are managed by the central government through the territory of the respective states. Also, zakat is claimed to be a deduction from tax obligations, if the muzaki pays zakat at the Zakat Collection Center then, there is a reduction in zakat for tax reduction. Meanwhile in Indonesia, Zakat is managed by the Amil Zakat Agency and the Amil Zakat Institution formed by the Government. There is a regulation between zakat and taxes, in which there is a deduction of zakat and taxes if the zakat is deposited by muzaki through BAZNAS or LAZ by including proof of tax payment.
Etika Berkomunikasi Dalam Menyikapi Berita Bohong di Media Sosial Perspektif Al-Quran Surat An-Nur
Ramdanil Mubarok;
Tutik Hamidah
MAGHZA Vol 7 No 2 (2022): Juli - Desember 2022
Publisher : Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora (FUAH), Universitas Islam Negeri Profesor Kiai Haji Saifuddin Zuhri Purwokerto
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24090/maghza.v7i2.5189
Fenomena media sosial dengan berbagai macam platformnya membuat masyarakat kesulitan dalam menyikapi berita di tengah arus tsunami informasi sehingga masyarakat kesulitan dalam mengidentifikasi suatu berita termasuk berita bohong atau tidak. Lalu bagaimana perspektif Al-Qur’an surat An-Nūr tentang berita bohong, dan bagaimana etika berkomunikasi dengan menggunakan media sosial dalam menyikapi berita bohong? Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif berbentuk kata, ucapan maupun tulisan seseorang dijadikan objek pengamatan. Peneliti menggali data melalui buku referensi, jurnal, media online, dan beberapa argumen masyarakat berkaitan dengan etika berkomunikasi dalam menyikapi berita bohong. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan. Penggunaan penelitian kepustakaan dapat memecahkan masalah secara mendalam dan kritis terhadap bahan pustaka yang digunakan. Hasilnya adalah bahwa perspektif Al-Qur’an surat an-Nur ayat 11-16 tentang berita bohong antara lain : orang yang menyebarkan berita bohong mendapat azab, orang menerima berita hendaknya melakukan tabayyun, orang yang membawa berita hendaknya mempunyai empat orang saksi, orang yang menyebarkan berita harus mengetahui asal usul berita. Etika berkomunikasi di media sosial hendaknya menghindarkan diri dari menyebarkan berita bohong, selalu berprasangka baik, melakukan tabayyun terhadap suatu berita, menghindarkan diri dari perbuatan dusta sehingga terhindar dari dosa.
METODE ISTINBATH HUKUM ABDUL QADIR HASSAN DALAM PERKARA SHALAT
Adnin Zahir;
Tutik Hamidah;
Aunur Rofiq
Asy-Syari'ah Vol 24, No 1 (2022): Asy-Syari'ah
Publisher : Faculty of Sharia and Law, Sunan Gunung Djati Islamic State University of Bandung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.15575/as.v24i1.17515
Abstract: The Legal Istinbath Methodology has a very strong influence on the legal products issued. Not everyone is able to practice an Islamic law because that person is required to master various branches of science, all of which lead to a process of establishing a law. Abdul Qadir Hassan is one of the scholars of Persatuan Islam’s organization (PERSIS) who consistently refers to the Qur'an and as-Sunnah. This study aims to determine the flow of his legal Istinbath methodology in answering various problems especially in salat problem’s in the period 1958-1984. With this research, we can also understand the flow of fatwa determination from the PERSIS Hisbah Council. This study uses a library research method using library materials in the form of articles and books. The analysis technique used is content analysis, which is a research methodology that utilizes a set of procedures to draw appropriate conclusions from a document. The results of the study reveal that the position of the Qur'an and as-Sunnah is the main foundation in determining his law. In understanding a text, it is basically textual as long as there is no other information that turns it away. In addition, the existence of Ijma' Companions and Qiyas are also used in establishing a law, although qiyas in this case is not used in matters of worship. As for the opinion of the imam of the madzhab, he does not use it if he does not find its basis in the Qur'an or as-Sunnah, but is used in its function as a reinforcement of the opinion that he issues. Abdul Qadir Hassan's method indirectly leads us to be critical and distance ourselves from taqlid and also being able to revise legal decisions that have been set by previous scholars.Abstrak: Metodologi Istinbath Hukum memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap produk hukum yang dikeluarkan. Tidak semua orang mampu untuk mengistinbath sebuah hukum karena orang tersebut dituntut untuk menguasai berbagai cabang keilmuan yang semuanya menjurus kepada sebuah proses penetapan hukum. Abdul Qadir Hassan adalah salah seorang ulama organisasi Persatuan Islam (PERSIS) yang secara konsisten merujuk kepada al-Qur’an dan as-Sunnah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alur metodologi Istinbath hukum beliau dalam menjawab berbagai persoalan umat khususnya dalam perkara shalat di periode 1958-1984. Dengan adanya penelitian ini juga, kita juga dapat memamahi alur penetapan fatwa dari Dewan Hisbah PERSIS. Penelitian ini menggunakan metode peneltian pustaka dengan menggunakan bahan-bahan-bahan kepustakaan berupa artikel maupun buku. Teknik analisa yang digunakan adalah content analysis, yaitu metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik kesimpulan yang tepat dari sebuah dokumen. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa kedudukan al-Qur’an dan as-Sunnah menjadi fondasi utama dalam penetapan hukum beliau. Dalam memahami sebuah nash, pada dasarnya ia bersifat tekstualis selama tidak ada keterangan lain yang memalingkannya. Selain itu, keberadaan Ijma’ Sahabat dan Qiyas juga digunakan dalam menetapkan sebuah hukum, meskipun qiyas dalam hal ini tidak digunakan dalam urusan ibadah. Adapun pendapat imam madzhab tidak ia gunakan jika tidak ditemukan dasanya dalam al-Qur’an maupun as-Sunnah, namun digunakan dalam fungsinya sebagai penguat pendapat yang ia keluarkan. Metode Abdul Qadir Hassan sendiri secara tidak langsung menuntun kita untuk bersikap kritis dan menjauhkan diri dari taqlid buta serta mampu merevisi keputusan-keputusan hukum yang telah ditetapkan oleh ulama sebelumnya.