Dalam Islam poligami dibolehkan tanpa perlu izin istri pertama, tetapi dalam hukum Indonesia, suami yang ingin berpoligami harus mengajukan izin kepada pengadilan dan atasannya (untuk PNS). Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 dan 45 Tahun 1990 mengatur bahwa PNS pria yang ingin berpoligami harus memperoleh izin dari pejabat yang berwenang. Ketentuan ini dianggap kurang sesuai dengan Hak Asasi Manusia (HAM) karena membedakan perlakuan antara laki-laki dan perempuan dalam hal perkawinan. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi aturan izin poligami bagi PNS dalam perspektif hukum Islam dan HAM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun dalam hukum Islam tidak ada kewajiban meminta izin, dalam peraturan Indonesia dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), suami yang ingin berpoligami harus memperoleh izin dari pengadilan agama dan mengikuti prosedur yang berlaku. Selain itu, HAM tidak mengatur poligami karena mengutamakan kesetaraan gender dalam perkawinan monogami. Penelitian menyarankan agar PNS yang ingin berpoligami harus mematuhi persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang dan peraturan yang berlaku, serta berlaku adil terhadap istri-istri mereka, sesuai dengan ajaran Islam dan ketentuan hukum yang ada.