Culture uses a cultural approach in Cultural Critical Discourse Analysis (CCDA) by Gavriely Nuri, which includes normalization and alienation strategies. This qualitative descriptive study uses data in the form of news texts, statements by public figures, and policy discourses obtained from digital media. Data collection techniques use documentation and observation techniques of library studies. Data analysis uses triangulation techniques of sources, methods, and experts. The results of the analysis show that the normalization strategy is carried out by naturalizing the need to form a ministry, historical-based justification, and strengthening national symbols. On the other hand, the alienation strategy is found through framing political conflicts, blurring the focus of policies, and creating exclusivity narratives. These findings reveal that the narrative of the formation of the Ministry of Culture reflects the complexity of politics and culture in the construction of national identity, while also showing the important role of the media in shaping public opinion. This study contributes to a critical understanding of the relationship between media, public policy, and cultural representation, and offers important insights for creating a more inclusive and culturally just discourse. AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan representasi wacana publik pembentukan Kementerian Kebudayaan menggunakan pendekatan budaya dalam Cultural Critical Discourse Analysis (CCDA) oleh Gavriely Nuri, yang mencakup strategi normalisasi dan keterasingan. Studi deskriptif kualitatif ini menggunakan data berupa teks berita, pernyataan tokoh publik, dan diskursus kebijakan yang diperoleh dari media digital. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi dan observasi studi pustaka. Analisis data menggunakan teknik triangulasi sumber, metode, dan pakar. Hasil analisis menunjukkan bahwa strategi normalisasi dilakukan dengan naturalisasi kebutuhan pembentukan kementerian, justifikasi berbasis historis, dan penguatan simbol nasional. Di sisi lain, strategi keterasingan ditemukan melalui framing konflik politik, pengaburan fokus kebijakan, dan penciptaan narasi eksklusivitas. Temuan ini mengungkap bahwa narasi pembentukan Kementerian Kebudayaan mencerminkan kompleksitas politik dan budaya dalam konstruksi identitas nasional, sekaligus memperlihatkan peran penting media dalam pembentukan opini publik. Penelitian ini berkontribusi pada pemahaman kritis tentang relasi antara media, kebijakan publik, dan representasi budaya, serta menawarkan wawasan penting untuk menciptakan diskursus yang lebih inklusif dan berkeadilan budaya.