Dalam periode 1945-1960, Muhammadiyah dan Masyumi memiliki hubungan yang sangat erat baik secara nasional maupun lokal di wilayah Yogyakarta. Bagi Muhammadiyah, Masyumi merupakan wadah saluran aspirasi politiknya, sementara bagi Masyumi, Muhammadiyah telah menjadi anggota istimewa yang sangat penting. Artikel ini merupakan bagian dari disertasi yang terfokus pada pembahasan mengenai relasi Muhammadiyah dan Masyumi di Yogyakarta, kiprah politik para tokoh Muhammadiyah yang menjadi aktivis Masyumi, dan keterlibatan Muhammadiyah dalam perjuangan Masyumi memenangkan pemilu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah, yang meliputi empat langkah, yaitu: heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada periode 1945-1960 di Yogyakarta, Muhammadiyah merupakan gerakan sosial-keagamaan yang sebagian besar anggotanya terlibat dalam Partai Islam Masyumi. Ada adagium di kalangan warga Muhamadiyah pada waktu itu bahwa Masyumi sebagai tempat berjuang, sedangkan Muhammadiyah sebagai tempat beramal. Di Yogyakarta, sebagian besar tokoh Masyumi merupakan anggota Muhamamdiyah. Kiprah politik para tokoh Masyumi yang berasal dari Muhammadiyah cukup besar dalam pemerintahan dan parlemen. Keterlibatan Muhammadiyah secara organisasi ataupun melalui anggota yang menjadi tokoh Masyumi dalam Pemilu, baik Pemilu 1951, 1955 maupun 1957 membuat Masyumi berkembang sebagai salah satu partai yang diperhitungkan dalam arena politik di Yogyakarta.In the period of 1945-1960, Muhammadiyah and Masyumi have a very close relationship, both nationally and locally in the region of Yogyakarta. For Muhammadiyah, Masyumi was a container of channel their political aspirations, while for Masyumi, Muhammadiyah has been a special member of very importance. This article is part of a dissertation focused on the discussion of the relationship Masyumi and Muhammadiyah in Yogyakarta, political contribution of their leaders who had became Masyumi activists, and Muhammadiyah's involvement in the fight Masyumi win the election. The method used in this research is the method of history, which includes four steps: heuristics, criticism, interpretation and historiography. The results showed that in the period 1945-1960 in Yogyakarta, Muhammadiyah was a socio-religious movement most of whose members were involved in Islamic Party Masyumi. There was a adage among residents of Muhammadiyah at the time that Masyumi as a place to struggle, while Muhammadiyah as a charitycontaine. In Yogyakarta, the majority of theMuhammadiyah members were Masyumi figures. The political contribution of Masyumi's political leaders came from Muhammadiyah was quite large in the government and parliament. The involvement of Muhammadiyah, institutionally or personally members have been prominent figures in Masyumi had made the Islamic party grew as a party has bargaining position in political arena at Yogyakarta, in particular at general election of 1951, 1955 and 1957.