Seiring berkembangnya zaman, terutama di era globalisasi ini membuat tantangan yang dihadapi oleh negara-negara juga semakin kompleks. Salah satunya adalah tersebarnya pemikiran untuk melakukan aksi radikal dan teror kepada masyarakat. Radikalisme sendiri memiliki arti sebuah paham yang kolot, ekstrem, dan menormalisasikan tindakan kekerasan untuk mencapai tujuannya. Sedangkan terorisme memiliki arti tindakan menakut-nakuti dalam skala yang berat dan jumlah korban yang masif seperti pengeboman di ruang publik. Di Indonesia memiliki lembaga khusus yaitu Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang merupakan entitas yang berwenang untuk menyusun kebijakan dan membentuk strategi untuk menanggulangi tindakan terorisme dan radikalisme melalui kerangka kontra radikalisme. Pengabdian masyarakat ini kemudian dilaksanakan dalam upaya untuk menjawab tantangan serta permasalahan yang muncul dari upaya-upaya yang dilaksanakan untuk mencapai agenda pendidikan dalam SDGs. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain survei untuk mengukur pemahaman siswa terhadap radikalisme dan terorisme sebelum dan sesudah kegiatan program pengabdian berlangsung. Kegiatan pengabdian dimulai dari pemberian pre-test, kemudian dilanjutkan dengan pemberian materi kepada peserta dan diakhiri dengan post test serta sesi role play. Kesimpulan dari hasil post-test yang diberikan adalah secara keseluruhan para siswa-siswi dapat memberikan jawaban post-test sesuai dengan materi yang disampaikan. Selain itu, jumlah jawaban kosong juga menurun drastis jika dibandingkan dengan pre-test. pengetahuan siswa tentang upaya pencegahan radikalisme dan terorisme ditemukan sangat meningkat. Hal ini dapat disimpulkan, bahwa peserta kini mampu memahami konsep kontra radikalisme dan membentuk rasa solidaritas serta membuat kampanye sederhana berdasarkan isu workshop ini.