Articles
TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG MENYEBABKAN LUKA BERAT DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA (Analisis Putusan Nomor : 179/Pid.B/2023/PN Psb)
Nur Insani;
Muhammad Hatta;
Johari
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol. 8 No. 2 (2025): (April)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.29103/jimfh.v8i2.21694
Penganiayaan adalah sengaja menyebabkan rasa sakit atau cedera pada orang lain. Namun suatu tindakan yang menyebabkan rasa sakit atau cedera pada orang lain, tidak bisa dianggap sebagai penganiayaan jika perbuatan itu dilakukan untuk meningkatkan keselamatan tubuh. Pengaturan mengenai tindak pidana penganiayaan di atur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 351 sampai Pasal 358, penganiayaan yang menimbulkan luka berat di atur dalam Pasal 351 Ayat ( 2) seperti kasus pada Putusan Nomor 179/Pid.B/2023/PN Psb. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui penerapan hukum dan dasar pertimbangan hakim dalam putusan perkara Nomor 179/Pid.B/3023/PN Psb. Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan kasus, pendekatan perundang-undangan, dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian yang didapatkan yaitu, pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap para terdakwa pada Putusan Nomor 179/Pid.B/2023/PN Psb masih terdapat kekurangan dan ketidakadilan terhadap pertimbangan hakim dan penjatuhan pidana terhadap terdakwa. Terutama dalam alat bukti Visum Et Revertum yang menyatakan bahwa terdapat luka terbuka di jari ke empat kaki kiri korban yang di akibatkan oleh benda tumpul. Kemudian jaksa penuntut umum menuntut terdakwa dengan Pasal 351 Ayat (2) KUHP yaitu penganiayaan yang menyebabkan luka berat, seperti yang di jelaskan dalam Pasal 90 KUHP. Berdasarkan semua fakta persidangan bahwa luka yang di alami terdakwa bukan merupakan luka berat dan tidak memenuhi unsur- unsul Pasal 351 Ayat (2) KUHP dan Pasal 90 KUHP yang menjelaskan tentang luka berat. Penerapan dan pertimbangan hukum pada putusan Nomor 179/Pid.B/2023/ PN terdapat ketidaktepatan dalam penerapan pasal ini sehingga terdapat ketidaksesuaian antara perbuatan yang dilakukan dengan sanksi yang di berikan.
ANALISIS YURIDIS ATAS PEMBUKTIAN PASAL OLEH HAKIM YANG TIDAK SESUAI DENGAN TUNTUTAN PENUNTUT UMUM (Studi Kasus Putusan No.112/Pid.B/2024/PN.Srh)
Fratiwi, Shindi;
Hatta, Muhammad;
Mardhatillah, Fitria
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol. 8 No. 2 (2025): (April)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.29103/jimfh.v8i2.21752
Pembuktian dalam hukum acara pidana merupakan proses penting yang mengatur batasan serta prosedur dalam sidang pengadilan untuk mencari dan mempertahankan kebenaran oleh hakim, jaksa, terdakwa, dan penasihat hukumnya. Setiap pihak wajib mengikuti ketentuan yang diatur undang-undang, tanpa boleh menyimpang dari prosedur tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tanggung jawab Ahmad Rozikin alias Oca sebagai pelaku tindak pidana penggelapan, bentuk perlindungan hukum terhadap korban, serta dasar pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor 112/Pid.B/2024/PN.Srh. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan deskriptif analisis guna menggambarkan fakta hukum secara objektif. Hasil penelitian menunjukkan adanya ketidaksesuaian penerapan pasal dalam kasus ini, di mana seharusnya merujuk pada Pasal 372 KUHP tentang penggelapan, namun justru dijatuhi pidana penipuan dengan hukuman penjara selama satu tahun. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan didasarkan pada tiga aspek utama, yaitu pertimbangan yuridis, sosiologis, dan filosofis. Pertimbangan tersebut sangat penting untuk menjamin keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan bagi para pihak yang terlibat dalam perkara.
Analisis Putusan Perkara Malpraktik Dokter Dalam Menjalankan Profesi (Kajian Terhadap Putusan Nomor 1441/Pid.Sus/2019/Pn-Mks)
Aribah Wardah Ruye;
Muhammad Hatta;
Zulfan
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol. 8 No. 2 (2025): (April)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.29103/jimfh.v8i2.21753
Dokter memiliki tujuan mulia dalam menjalankan profesinya, termasuk memperbaiki penampilan pasien melalui perawatan wajah. Namun, tidak jarang terjadi kegagalan tindakan medis yang mengakibatkan kecacatan bahkan kematian, yang dapat dikategorikan sebagai malpraktik medis. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sanksi hukum terhadap dokter yang melakukan malpraktik serta menelaah pertimbangan hukum hakim dalam Putusan Nomor 1441/Pid.Sus/2019/PN.Mks. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Data diperoleh dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang dianalisis secara normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hakim memutus terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana, meskipun terdapat penyuntikan filler tanpa informed consent, tanpa kompetensi yang sah, dan tidak sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO) kedokteran. Pertimbangan hakim cenderung fokus pada pembuktian formil tanpa memperhatikan akibat luka berat pada korban. Hal ini menunjukkan kurangnya perlindungan hukum terhadap pasien dan lemahnya penegakan keadilan dalam kasus malpraktik. Penulis menyarankan agar aparat penegak hukum memahami aspek teknis medis secara lebih mendalam dan tenaga medis selalu mematuhi Kode Etik Kedokteran dalam menjalankan profesinya.
TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN HUKUMAN TERHADAP OKNUM KEPOLISIAN YANG MELAKUKAN PENGANIAYAAN TERHADAP TAHANAN HINGGA MENYEBABKAN KEMATIAN
Kartika Amelia Manik, Putri;
Hatta, Muhammad;
Sari, Elidar
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol. 8 No. 3 (2025): (Agustus)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.29103/jimfh.v8i3.22465
Terjadinya kematian tahanan bernama Saifullah akibat dugaan penganiayaan oleh empat anggota kepolisian di Polres Bener Meriah mencerminkan kesenjangan antara idealitas hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 28I ayat (4), Pasal 28G ayat (1) UUD 1945, serta Pasal 52 KUHP, dengan kenyataan di lapangan di mana pelaku hanya dijatuhi hukuman lima tahun tanpa pemberatan dan restitusi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan hukuman terhadap aparat kepolisian yang melakukan penganiayaan hingga menyebabkan kematian tahanan serta mengkaji kendala dan upaya penegakan hukumnya. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif dengan dukungan data empiris melalui pendekatan perundang-undangan dan kasus, serta wawancara dengan aparat penegak hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hukuman terhadap pelaku seharusnya diperberat berdasarkan Pasal 351 jo. Pasal 52 KUHP karena pelaku adalah aparat negara, dan wajib memperhatikan prinsip perlindungan HAM sebagaimana Pasal 28A dan 28I ayat (1) UUD 1945. Kebaruan dari penelitian ini adalah penekanan pentingnya pemberatan hukuman dan restitusi bagi korban dalam kasus kekerasan oleh aparat serta perlunya sistem pengawasan eksternal. Kesimpulannya, lemahnya transparansi dan akuntabilitas internal menjadi kendala utama, sehingga perlu penguatan pengawasan melalui Perkapolri Nomor 4 Tahun 2015 dan Pasal 108 KUHAP. Disarankan pembentukan unit penegakan hukum independen dan pemberian akses tetap bagi Komnas HAM serta LPSK untuk menjamin keadilan substantif dan mencegah pelanggaran berulang.
PERAN JAKSA DALAM MENGIMBANGI BANDING TERDAKWA TERHADAP PUTUSAN PEMIDANAAN NARKOTIKA (Studi Putusan : No.12/Pid.Sus/2024/PN.Ksp)
Aprillalita, Dea;
Hatta, Muhammad;
Sari, Elidar
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol. 8 No. 3 (2025): (Agustus)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.29103/jimfh.v8i3.22781
Penelitian ini dilatar belakangi oleh maraknya pengajuan banding oleh terdakwa perkara narkotika untuk memperoleh keringanan hukuman. Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi jaksa dalam menyusun strategi hukum melalui kontra memori banding. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran jaksa dalam mengimbangi banding terdakwa dan mengkaji pengaruh kontra memori terhadap putusan akhir di tingkat banding. Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif dan sifat deskriptif-analitis. Sumber data terdiri dari bahan hukum primer dan sekunder, seperti Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, serta studi terhadap Putusan No. 12/Pid.Sus/2024/PN.Ksp. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran jaksa sangat penting dalam menjaga keseimbangan hukum pada tingkat banding. Dalam perkara yang dikaji, jaksa telah menyusun kontra memori yang berdasarkan pada fakta hukum dan pertimbangan rasional. Terdakwa mengajukan banding setelah dijatuhi pidana 7 tahun 6 bulan penjara. Jaksa menanggapi dengan kontra memori banding. Hasilnya, Pengadilan Tinggi Banda Aceh memperberat hukuman menjadi 8 tahun penjara dan pidana denda Rp1.000.000.000,00 subsidair 6 buluan kurungan. Ini menunjukkan bahwa peran jaksa sangat menentukan dalam proses banding. Skripsi ini merekomendasikan agar Jaksa lebih aktif dan sistematis dalam menyusun kontra memori banding, serta agar pengadilan tinggi secara seimbang mempertimbangkan argumentasi dari kedua belah pihak dalam proses banding narkotika.
ANALISIS HUKUM TERHADAP PEMBELAAN TERPAKSA (NOODWER EXCES) YANG MELAMPAUI BATAS TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG MENYEBABKAN KEMATIAN (Studi Putusan Nomor 33/Pid.B/2024/PN.BIR)
Fatimah, Fatimah;
Hatta, Muhammad;
Rahman, Arif
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol. 8 No. 3 (2025): (Agustus)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.29103/jimfh.v8i3.23541
Putusan Nomor 33/Pid.B/2024/PN.Bir mencerminkan ketidaksesuaian antara kenyataan dan ketentuan hukum terkait pembelaan terpaksa yang melampaui batas (noodweer exces), yang dalam hukum pidana Indonesia diatur dalam Pasal 34 dan Pasal 35 KUHP. Terdakwa dinyatakan bersalah karena tindakannya dianggap melebihi batas proporsionalitas saat membela diri dan ibunya dari ancaman, hingga menyebabkan kematian. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pertimbangan hukum hakim dan akibat hukum bagi terdakwa dalam kasus ini. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan kasus dan analisis data kualitatif melalui studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hakim menolak dalil noodweer karena pembelaan terdakwa dianggap tidak proporsional dan tidak sesuai Pasal 38 ayat (2) KUHP, sehingga menjatuhkan pidana penjara lima tahun. Kebaruan dari penelitian ini terletak pada analisis kritis terhadap batas pembenaran hukum dalam pembelaan terpaksa dan dampaknya terhadap hak-hak sipil terdakwa. Kesimpulannya, pemidanaan tetap dijalankan berdasarkan asas keadilan dan kepastian hukum, serta memperhatikan hak narapidana dalam kerangka sistem pemidanaan yang humanis. Disarankan agar lembaga pemasyarakatan menyediakan program pembinaan hukum terstruktur bagi narapidana kasus kekerasan untuk memperkuat fungsi rehabilitatif pemidanaan.
PENGGUNAAN TEKNOLOGI FORENSIK DIGITAL DALAM PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA (Analisis Kasus Kopi Sianida Putusan Mahkamah Agung Nomor 498 K/PID/2017)
Pratama Sirait, Miswan;
Hatta, Muhammad;
Akli, Zul
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol. 8 No. 1 (2025): (Januari)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.29103/jimfh.v8i1.19275
Peran digital forensik sangat penting dalam pembuktian hukum pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 498 K/PID/2017. Meskipun bukti digital diakui di pengadilan, pengaturannya dalam hukum Indonesia masih terbatas, mengakibatkan kesulitan dalam menjamin keaslian dan keabsahan bukti. Kejanggalan dalam pemeriksaan bukti CCTV dan ketidaksesuaian hasil laboratorium dalam kasus sianida menunjukkan perlunya prosedur forensik yang lebih baik untuk mendukung pembuktian di pengadilan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penegakan hukum dan penggunaan teknologi forensik dalam pengumpulan bukti elektronik pada kasus sianida yang diadili oleh Mahkamah Agung dalam Putusan Nomor 498 K/PID/2017. Menggunakan pendekatan yuridis normatif, penelitian ini berfokus pada data primer dan sekunder, yang dianalisis melalui tiga tahap yaitu pengumpulan, penyajian, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam Putusan Nomor 498 K/PID/2017, bukti forensik seperti analisis kimia dan rekaman CCTV berhasil digunakan untuk menerapkan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, sehingga membuktikan niat jahat pelaku. Penggunaan teknologi forensik, termasuk analisis toksikologi dan penyelidikan DNA, berperan penting dalam pengambilan keputusan yang adil dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem peradilan. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah penggunaan digital forensik dalam kasus ini memperlihatkan pentingnya integrasi ilmu pengetahuan dan teknologi dalam penegakan hukum untuk mencapai keadilan. Oleh karena itu, penegak hukum perlu terus meningkatkan kemampuan teknologi forensik dan melatih personel guna memastikan penanganan kasus yang akurat dan menyeluruh.
Tinjauan Yuridis Terhadap Restorative Justice Bagi Anak Pelaku Tindak Pidana Percobaan Pembunuhan
Ramadhan, Farhan Fachrezi;
Hatta, Muhammad;
Herinawati, Herinawati
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol. 8 No. 1 (2025): (Januari)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.29103/jimfh.v8i1.19344
Kasus percobaan pembunuhan merupakan kasus kejahatan terhadap nyawa dan tidak tergolong pada kasus yang dapat diselesaikan melalui restorative juctice. Kenyataannya, terdapat kasus anak sebagai pelaku tindak pidana percobaan pembunuhan yang diselesaikan menggunakan mekanisme restorative justice. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan penerapan restorative justice dalam kasus anak sebagai pelaku tindak pidana percobaan pembunuhan dan bagaimana mekanisme penerapan restorative justice pada kasus anak sebagai pelaku tindak pidana percobaan pembunuhan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yang menggunakan pendekatan undang-undang yang bersifat deskriptif dan berbentuk analisis. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa telah ada aturan hukum yang mengatur mengenai bentuk penerapan restorative justice untuk kasus anak sebagai pelaku tindak pidana percobaan pembunuhan berupa penghentian penyidikan dan penyelidikan di Kepolisian. Mekanisme atau proses pemberian Restorative justice dilakukan dengan cara mediasi yang dilakukan secara sukarela, mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Bentuk penerapannya disesuaikan pada tingkat penyelesaiannya. Pada tingkat penyidikan dan penyelidikan, penerapan restorative justice berupa penghentian penyidikan dan penyelidikan melalui mekanisme gelar perkara khusus. Kata Kunci; Restorative Justice, Anak, Percobaan Pembunuhan.
KEDUDUKAN PIDANA DENDA TERHADAP TINDAK PIDANA PERUSAKAN HUTAN DI KAWASAN HUTAN ACEH UTARA
Naluri, Akbar;
Hatta, Muhammad;
Johari, Johari
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol. 6 No. 2 (2023): (April)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.29103/jimfh.v6i2.10237
Pasal 69 Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2016 mengenai Kehutanan Aceh diantaranya menyatakan setiap orang atau korporasi dilarang melakukan perambahan Kawasan Hutan, serta dilarang melakukan penggunaan Kawasan Hutan secara illegal dalam berbagai bentuk. Qanun ini mewajibkan kepada penanggung jawab tindakan itu guna melunasi ganti rugi berdasarkan tingkat kerusakan atau dampak yang dimunculkan kepada negara, bagi dana rehabilitasi, penyembuhan situasi hutan, atau perbuatan lain yang dibutuhkan. Tetapi pada pelaksanaan hukumnya atas perusakan kawasan hutan Aceh Utara tidak pernah dilakukan penjatuhan sanksi pidana denda yang bisa di pakai guna menyembuhkan situasi hutan dampak penebangan liar itu.Tujuan pengkajian skripsi ini yaitu guna mengetahui mengetahui aturan kedudukan pidana denda atas tindak pidana perusakan hutan di Kawasan Hutan Aceh Utara, guna mengetahui implementasi penjatuhan pidana denda atas tindak pidana perusakan hutan di Kawasan Hutan Aceh Utara.Metode penelitian skripsi ini yakni pengkjian hukum yuridis normatif yang memakai sumber data sekunder yang dihimpun dari studi kepustakaan (Library Research) selaku data pokok.Hasil pengkajian menyimpulkan bahwasanya aturan hukum kedudukan pidana denda terhadap tindak pidana perusakan hutan di Kawasan Hutan Aceh Utara yakni dimuat pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 mengenai Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2016 mengenai Kehutanan Aceh yaitu pidana denda paling banyak Rp.3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) yang harus dibayarkan oleh pelaku apabila dalam proses pemeriksaannya terbukti melakukan tindak pidana perusakan hutan. Kedudukan pidana denda terhadap tindak pidana perusakan hutan di kawasan hutan Aceh Utara belum berlangsung dengan maksimal. Hal ini terlihat dari tidak terpenuhinya tiga unsur sistem hukum yaitu bentuk hukum, isi hukum dan budaya hukum yang tidak terpenuhi dengan baik. Artinya, adanya denda untuk mengembalikan kondisi hutan yang dirusak di lapangan sebenarnya tidak mempan bagi pelaku perusakan hutan seperti yang diharapkan oleh peraturan perundang-undangan.Disarankan kepada petugas pelaksana hukum supaya memaksimalkan kinerja pada upaya represif (penanggulangan) dan upaya preventif (pencegahan) tindak pidana perusakan hutan, kepada pemerintah lewat lembaga bersangkutan supaya senantasa meningkatkan penyuluhan perlindungan hutan dengan memaksimalkan kinerja lembaga-lembaga yang berwenang.
PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Penelitian di Polres Mandailing Natal)
Lubis, fitriani kholilah;
Nur, Muhammad;
Hatta, Muhammad
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol. 6 No. 4 (2023): (Oktober)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.29103/jimfh.v6i4.13394
Korupsi merupakan suatu kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kewenangan dan otoritas yang dampak dari tindak pidana korupsi adalah kerugian negara.. Penangguhan penahanan merupakan suatu upaya untuk mengeluarkan tersangka atau terdakwa dari masa tahanannya atas permintaan yang bersangkutan sebelum penahanannya selesai. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui proses penangguhan penahanan terhadap pelaku tindak pidana korupsi di Polres Mandailing Natal dan alasan polisi memberikan penangguhan penahanan terhadap pelaku tindak pidana korupsi di Polres Mandailing Natal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis empiris melalui pendekatan kasus dengan menggunakan metode kepustakaan serta wawancara. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data primer maupun data sekunder sehingga memudahkan peneliti dalam mengumpulkan data. Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa proses penangguhan penahanan dalam perkara tindak pidana korupsi dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Proses penangguhan penahanan dilakukan dengan prosedur dimulai dari tersangka atau terdakwa mengajukan surat permohonan untuk ditangguhkan penahanannya. Alasan diberikan penangguhan penahanan terhadap pelaku tindak pidana korupsi karena adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan mengulangi tindak pidana, dan keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan merusak atau menghilangkan barang bukti Disarankan kepada pemerintah untuk lebih bijak dalam menangani kasus korupsi yang terjadi serta memberikan hukuman yang setimpal atas apa yang dilakukan oleh pelaku tersebut hal itu bisa merugikan negara bahkan banyak orang dan bukan malah memberikan keringanan berupa menangguhkan penahanannya sehingga para pelaku tindak pidana korupsi merasa bahwa mereka tetap dilindungi walupun sudah melakukan kejahatan. Kata Kunci: Penangguhan Penahanan, Perkara Korupsi, Mandailing Natal