Geng klitih di Kota Yogyakarta pada umumnya bukanlah merupakan suatu tren kekerasan yang baru. Meski demikian, hingga saat ini belum ditemukan pola pengendalian terhadap fenomena yang mendasarkan kejahatan sebagai budaya kelompoknya. Dinamika geng klitih yang cepat serta digawangi oleh para remaja di bawah umur nyatanya hanya salah satu dari banyak faktor rumitnya menangani kasus street crime tersebut. Fenomena ini tidak semata dilihat sebagai kelompok kekerasan remaja yang dikendalikan secara represif. Di dalam kriminologi budaya, klitih sebagai subkultur menyimpang yang memilih jalan bahwa kekerasan telah menjadi budaya atau crime as culture dalam lingkup pergaulan mereka. Agen kontrol sosial yang kemudian menjadi perhatian dalam penelitian ini melibatkan aparat penegak hukum sekaligus partisipasi masyarakat. Strategi pengendalian kejahatan melalui pelatihan kerja dan sejenisnya atau community based diperlukan sebagai upaya resosialisasi.