Pendahuluan: Sindrom kerapuhan merupakan sindrom geriatrik dengan karakteristik terjadinya penurunan performa fungsional, menurunnya berbagai sistem tubuh dan meningkatnya kerentanan terhadap stressor sehingga fungsi adaptasi dan kemampuan fungsional juga berkurang yang menyebabkan ketergantungan kepada orang lain. Kesepian merupakan masalah psikososial terbesar kedua pada lansia di Indonesia. Kesepian berdampak buruk bagi kesehatan seperti sindrom kerapuhan. Tujuan penelitian adalah menentukan hubungan kesepian dengan sindrom kerapuhan pada lansia. Metode: Penelitian observasional analitik (potong lintang). Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November 2023 di Panti Jompo Pusaka 41 Yayasan Al-Madiniyah, Cengkareng, Jakarta Barat, sebanyak 74 responden dipilih melalui consecutive non-random sampling dengan kriteria inklusi adalah laki-laki atau perempuan berusia minimal 60 tahun, mampu mendengar dan melihat dengan/tanpa alat bantu dan berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia. Kriteria eksklusi adalah lansia yang mengalami imobilisasi, disabilitas atau menderita stroke. Alat ukur menggunakan kuesioner Tilburg Frailty Indicator (TFI) untuk mengukur sindrom kerapuhan dan UCLA Loneliness scale version 3 untuk kesepian. Analisis statistik menggunakan uji Chi-square dan nilai kemaknaan p<0,05. Hasil: Hasil penelitian menemukan bahwa sebanyak 68,9 % adalah lansia perempuan, 73 % berusia 60 – 74 tahun, 64,9 % lansia kesepian dan 62,1 % lansia dengan sindrom kerapuhan pada kategori rapuh dan pra-rapuh. Uji Chi-square menilai hubungan antara usia (p=0,02), jenis kelamin (p=0,04) dan kesepian (p<0,01) dengan sindrom kerapuhan pada lansia. Simpulan: Usia, jenis kelamin dan kesepian berhubungan dengan sindrom kerapuhan pada lansia. Lansia penghuni panti dihimbau aktif berkegiatan sosial untuk meningkatkan kualitas hidup sehingga mencegah kesepian dan kerapuhan.