ABSTRACKCustomary dispute resolution is a traditional system used to resolve conflicts and maintain stability in society and is generally carried out through deliberation or kinship. Aceh Qanun Number 9 of 2008 concerning the development of traditional life and customs in article 13 letter j, then if there is a dispute over customary violations regarding pets, then the solution in the community uses customary law. The purpose of this research is to find out about the regulation of controlling livestock according to the Law, the Aceh Qanun, the Bireuen Regency Qanun, and the Qanun in Gampong Term Alue, the obstacles faced in implementing compensation and the efforts made to resolve them.This research uses an empirical juridical approach, qualitative methods with field data collection techniques, namely observation, interviews and documentation with sampling using purposive sampling techniques. The results of this research indicate that unlawful acts committed by pet owners that cause harm to other people must be held accountable in accordance with the traditional regulations of the Panjang Alue gampong. Victims lack of understanding in obtaining legal protection is a problem that must be faced, so it is recommended that village officials increase public awareness about the responsibilities of pet owners through socialization and education programs about the responsibilities of livestock owners so that it can help prevent conflicts and increase mutual understanding among public.Keywords : Dispute Resolution, Customary Law, Pet.AbstrakPenyelesaian sengketa adat merupakan sistem tradisional yang digunakan untuk menyelesaikan konflik dan menjaga stabilitas dalam masyarakat dan pada umumnya dilakukan dengan cara musyawarah atau kekeluargaan. Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 tentang pembinaan kehidupan Adat dan Adat Istiadat dalam pasal 13 huruf j maka apabila terjadi sengketa pelanggaran adat tentang hewan peliharaan, maka penyelesaian di masyarakat menggunakan hukum Adat. Tujuan penelitian untuk mengetahui mengenai pengaturan penertiban hewan ternak menurut Undang-Undang, Qanun Aceh, Qanun Kabupaten Bireuen, serta Qanun yang ada di Gampong Jangka Alue, kendala yang dihadapi dalam pemberian ganti rugi terhadap pemilik hewan dan upaya yang dilakukan dalam penyelesaian sengketa adat terhadap pemilik hewan peliharaan yang menimbulkan kerugian pada kebun warga. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris, metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data lapangan yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi dengan pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sempling. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perbuatan melawan hukum yang dilakukan pemilik hewan peliharaan sehingga menyebabkan kerugian kepada orang lain harus dipertanggung jawabkan sesuai peraturan adat gampong Jangka Alue. Ketidakpahaman korban dalam mendapatkan perlindungan hukum menjadi suatu masalah yang harus dihadapi, sehingga disarankan agar perangkat desameningkatkan kesadaran masyarakat tentang tanggung jawab melalui program sosialisasi dan edukasi tentang tanggung jawabpemilik hewan ternak sehingga dapat membantu mencegah terjadinya konflik dan meningkatkan pemahaman bersama di antara masyarakat.Kata Kunci: Penyelesaian Sengketa, Hukum Adat, Hewan Peliharaan.