Keterikatan antara anak dan ibu sangat lah erat mengingat ibu dan anak berada dalam satu tubuh yang sama dan menjalankan kehidupan dalam tubuh tersebut selama setidak-tidaknya hingga 9 (sembilan) bulan lamanya. Kehamilan banyak terjadi kepada perempuan atau pasangan yang belum terikat perkawinan baik menurut agama maupun hukum. Hal tersebut menimbulkan rasa malu mengingat berhubungan badan hingga mengandung sebelum adanya pernikahan merupakan bentuk pelanggaran atas norma yang telah dianut masyarakat dan menimbulkan keinginan untuk melakukan aborsi. Meninjau hal ini, dalam jurnal ini penulis mencoba menelaah mengenai bagaimana pengaturan aborsi di Indonesia dan menganalisa kasus perkara No. 2455 K/PID.SUS/2016 beserta meninjau pengaturan atas hak terdakwa dalam proses persidangan. Dengan metode penelitian yuridis normatif, kemudian didapatkan kesimpulan sebagai berikut. Larangan tindak pidana aborsi diatur dalam UU No. 1/1946, UU No. 36/2009, UU No. 35/2016, UU No. 17/2023, dan UU No. 1/2023. Mengenai jalannya proses pengadilan, terdakwa memiliki beberapa hak sebagaimana yang tertuang dalam PERMA No. 3/2017. Dan maka dengan ini, perlu adanya penegakan hukum yang lebih tegas dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran obat-obatan dan klinik yang dapat disalahgunakan sebagai tempat praktik aborsi kriminal. Dan juga harus adanya peraturan agar para penegak hukum selain hakim dapat mematuhi asas-asas keadilan bagi PBH.